Part 8

26 3 0
                                    

Meda hanya terkekeh saat melihat Aleana yang kini malah menangis saat melihat kepalanya berdarah. Meskipun sebenarnya luka itu memang sakit dan membuatnya pusing sekarang.

"Tunggu bentar lagi. Gue mau habisin dulu tuh orang-orang oke." Ucap Meda yang diangguki oleh Aleana.

Cowok itu mengecup kening Aleana sekilas sebelum pergi. Sontak saja itu membuat jantung Aleana berpacu dengan cepat karenanya.

Meda benar saat ia disuruh menunggu sebentar. Karena hanya dalam waktu 15 menit, laki-laki itu sudah selesai menumbangkan 5 orang dan membuat bosnya kabur pontang-panting.
"Ayok pergi. Sorry, gara-gara ini kencan kita jadi telat." Ucap Meda membuat Aleana menggeleng dengan wajah merona.

"Gak apa-apa kok.sebaiknya kita kedokter aja dulu. Gue khawatir banget sama luka dikepala lo."

"Cieh pacar gue khawatir, jadi seneng nih.." Goda Meda membuat Aleana refleks memukul lengan laki-laki itu pelan.

Keduanya lalu keluar dari gedung itu dengan langkah yang sedikit terburu-buru. Mereka takut jika kencannya akan gagal karena mereka harus kedokter terlebih dahulu untuk mengobati luka Meda.

.

.

.

Aleana tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar sekarang. Bagaimana tidak, laki-laki itu mengjaknya ke sebuah bukit dengan pemandangan kota yang terlihat begitu indah.

"Suka?" tanya Meda yang kini berdiri tak jauh darinya.
Aleana mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum.

"Makasih ya, aku seneng banget kamu ngajak aku kesini."

"Syukur deh, karena mungkin setelah ini lo gak akan pernah ngerasain lagi apa itu bahagia." Ucap Meda membuat Aleana refleks berbalik dengan wajah bingung dan terkejutnya.

"Maksud lo?"

Meda tersenyum miring. Raut wajahnya berubah seperti seseorang yang tidak pernah dikenalinya.

"M-Meda." Gagapnya dengan pandangan tidak percaya.

"Kenapa? takut?!" tanyanya dengan seringai kejam hingga Aleana melangkah mundur karena takut.

"Lo tau Aleana, gue udah lama banget pengen ngelakuin ini sama lo." Ucapnya dingin sambil mencekik leher Aleana kuat.

Gadis itu melotot tak percaya dengan wajah yang sudah memerah karena sulit bernafas.

"M-Me-da..." Panggilnya dengan pandangan tak percaya. Gadis itu sudah menangis dengan apa yang terjadi padanya kini.

"Gue ngelakuin ini karena gue benci banget sama lima cowok sialan yang selalu ada disamping lo.mereka udah ngebunuh pacar gue!!! Lo tau Lea, lo adalah alat buat gue balas dendam sama mereka!!"

Aleana terhenyak. Apa benar apa yang dikatakan Meda? Kelima sahabatnya pembunuh?

"Ma-maksud lo?"

Meda tersenyum mengerikan. Dengan keras laki-laki itu mendorong Aleana hingga gadis itu terlempar dan terantuk batu besar disana.

"Mereka ngebunuh Gisya setelah mereka merkosa dia dengan bejatnya!!!" Teriaknya dengan wajah marah. Emosinya sudah tidak terkontrol hingga laki-laki itu kini berteriak frustasi.

Aleana tidak tau harus bereaksi seperti apa sekarang. Laki-laki itu kini tengah kehilangan kendalinya, sorot mata tajam dan dingin itu seakan menjelaskan betapa ia membencinya saat ini.

Ia sadar jika kelima temannya memang salah dalam hal ini. Dan jalan satu-satunya ia harus melakukannya sebagai bentuk terima kasihnya pada kelima sahabatnya yang sudah melindungi dan menyanyanginya selama ini.

"Bunuh gue kalo itu bisa bikin lo puas Meda. Gue rela." Ucap Aleana membuat Meda berbalik menatapnya.

Senyum kejam laki-laki itu masih setia menghiasi bibirnya. Meda kembali mendekat dan menjambak rambut Aleana kuat. Namun gadis itu hanya memejamkan matanya dengan air mata yang terus mengalir dipipinya.
Meda tertegun melihatnya. Ia seakan tertampar saat melihat air mata itu mengalir dipipi gadis yang ia sayangi.

Cupp.

Laki-laki itu mengecup kening Aleana lama. Membuat gadis itu membuka matanya dan ikut tertegun dengan sifat Meda yang kembali lembut padanya.

"Meda.." Bisik Aleana pelan.

Laki-laki itu menatap Aleana dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia lalu menjauhhkan dirinya dari Aleana dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.

Gadis itu melotot horor saat kilau dari pisau yang kini dipegang oleh Aleana.
Ia beringsut mundur saat Meda tersenyum mengerikan dan mengacungkan pisau itu kearahnya.

"Jangan Meda. Jangan bunuh gue." Ucapnya ketakutan.

Ia bahkan sudah tidak menghiraukan rasa sakit dipunggungnya karena terantuk batu tadi.
Gadis itu hanya terus mundur saat Meda berjalan kearahnya seperti iblis yang siap untuk membunuh mangsanya.

SRETTT.

Gadis itu mematung ditempatnya. Darah segar langsung mengucur deras dari tangan Meda. Aleana bahkan sampai menutup mulutnya tak percaya melihat apa yang Meda lakukan sekarang.

Laki-laki itu menyayat tangannya sendiri. Dan itu dilakukan didepan mata kepalanya sendiri.

"M-Meda. Apa yang lo lakuin?!" tanya Aleana histeris. Gadis itu bangun dari duduknya dan berjalan tertatih menghampirinya.

"Meda.." Panggilnya lagi namun tetap tak direspon oleh laki-laki itu.

Meda hanya diam dengan tatapan kosongnya. Ia bahkan tak menghiraukan Aleana yang kini mengguncang bahunya.

Gadis itu menyobek kaos dalam yang dikenakannya dan melilitkannya ke tangan laki-laki itu.

"Hei.. Meda. Please dengerin gue, lo kenapa?" tanya Aleana tepat didepan wajahnya.

Meda langsung tersentak dari lamunannya. Ia menatap Aleana yang kini terlihat begitu mencemaskannya.

"Pergi." Ucap Meda dingin.

"Nggak Meda. Gue gak akan pernah pergi dari lo."

"Pergi atau gue bakal bikin hidup lo menderita Aleana!!!" Teriaknya dengan wajah frustasi.

Laki-laki itu mencoba untuk kembali menyakiti dirinya sendiri namun Aleana langsung mencegahnya hingga tangannya pun ikut terluka.

"GUE BILANG PERGI SIALAN!!GUE GAK BISA NAHAN DIA TERLALU LAMA!"

"Nggak Meda. Gue gak akan pernah pergi dari lo. Gue rela mati ditangan lo jika itu yang bisaa bikin lo puas." Ucapnya tegas. Aleana membalas tatapan tajam itu dengan tatapan yang sama tajamnya.

Hatinya sudah mantap. Ia tidak akan pernah meninggalkan laki-laki didepannya. Persetan jika ia akan mati ditangan Meda.

Ia sudah terlalu dalam mencintai laki-laki itu. Hingga saat Meda menyakitinya pun, ia tidak sedikitpun membencinya.

"Gue cinta sama lo Meda. Gak perduli lo benci sama gue. Gue akan tetap mencintai lo."

"Gue gak pantes buat lo Lea. Gue bisa nyakitin lo."

"Lakuin. Gue akan dengan senang hati nerima itu semua."

"Tapi gue gak sebaik yang lo kira Lea. Gue itu iblis. Lo bahkan gak tau apa yang bisa gue lakuin ke elo." Ucapnya dengan wajah sedihnya.

"Gue gak perduli. Gue udah jatuh terlalu dalam sama lo Meda. Gue udah terlalu mencintai lo. Sampai gue gak tau gimana hidup gue tanpa lo." Jawab Aleana sambil memeluk laki-laki itu dari belakang.

"Gue bukan manusia."

"Gue gak perduli."

"Gue bisa aja bunuh lo Lea."

"Bunuh aja. Gue gak perduli."

Meda terkekeh mendengar jawaban gadisnya itu. Entah bagaimana ia harus menggambarkan perasaannya sekarang. Hatinya menghangat saat tau ada seseorang yang kini begitu mencintainya sedalam itu.

"Oke Aleana. Selamat datang didunia gelap gue." Ucap Meda dengan seringainya lalu mencium kening gadis itu lembut.

Tbc.

MEDALEANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang