BAGIAN 4

124 21 3
                                    

MENCOBA LUPA

Diandra masuk ke dalam apartement setelah Kareen membukakan pintu. Ia tak berkata apapun dan langsung menuju ke dalam kamar.

Kareen merasa ada yang tak beres dengan Diandra, maka ia pun segera ke dapur dan membuat cokelat dingin untuknya.

Diandra sudah memakai piyama saat Kareen masuk ke kamar. Ia menatap Diandra dengan terkejut setengah mati ke arahnya.

"Dhi..., lo kenapa??? Rambut lo kenapa di potong???," tanya Kareen, histeris.

Diandra tersenyum datar seraya menatap Kareen.

"Gue bosan dengan model rambut yang biasanya..., gue pengen ada yang berubah," jawab Diandra.

Kareen menatap kedua mata Diandra dalam-dalam.

"Demian bikin lo sakit hati ya?," tanya Kareen, hati-hati.

Diandra akhirnya terisak dan tak bisa menahan airmatanya. Kareen memeluknya dengan lembut, ia tak memintanya untuk berhenti karena dengan menangis segala beban dalam hati Diandra akan lepas.

"Gue suka Demian sejak lihat dia di pertandingan basket SMA Generasi Rin, dia nggak perlu berbuat apa-apa untuk buat gue suka sama dia. Gue juga nggak peduli dia itu siapa, bahkan gue akhirnya tahu dia itu siapa setelah gue masuk ke rumahnya kaya maling Rin..., terus salah gue apa sehingga dia berpikiran bahwa gue ini cuma suka sama dia karena dia kaya, karena dia terkenal, atau karena dia berprestasi??? Gue salah apa kalau suka sama dia sejak lihat pertama kali??? Kenapa dia harus menilai gue dengan buruk Rin???," tanya Diandra.

Kareen mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan rasa marahnya yang tiba-tiba saja berkobar.

"Lo nggak salah Dhi, nggak ada yang salah ketika kita suka sama seseorang. Yang salah adalah ketika orang itu salah menafsirkan rasa suka yang kita rasakan sebagai bagian dari kebohongan. Bukan lo yang salah Dhi, bukan!," tegas Kareen.

Diandra menyeka airmatanya, lalu menatap Kareen.

"Mas Sammy nggak pernah begitu kan sama elo? Dia nggak pernah nyakitin elo kan Rin?."

Kareen menggeleng.

"Dia nggak pernah bersikap begitu Dhi, dia orang yang penyayang," jawab Kareen.

"Bagus deh, kalau sampai dia kaya' begitu juga, gue pastiin kalau dia nggak bakalan hidup tentram."

Kareen mengangguk dan kembali memeluk Diandra dengan erat.

* * *

Demian menatap wajahnya di cermin setelah mandi beberapa saat yang lalu. Entah kenapa ia merasa sangat bersalah setelah membuat Diandra marah besar seperti tadi. Bahkan pertanyaan Darren tentang pertemuannya dengan Diandra pun tak bisa ia jawab, karena ia yakin Darren akan lebih marah dari yang dilakukan Diandra tadi.

Berulang kali ia mencoba menghubungi nomor ponsel Diandra, namun wanita itu tak juga menjawab teleponnya. Ia semakin merasa bersalah.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika ponselnya berbunyi dan menampilkan nomor tak dikenal. Demian pun mengangkatnya.

"Dengan Demian Kyle?," tanya si penelepon.

"Ya, saya sendiri. Ini dengan siapa?," tanya Demian.

"Gue Karin! Gue cuma mau ngingetin elo untuk nggak lagi menemui Diandra! Kalau sampai lo berani nemuin dia dan bikin dia nangis lagi seperti yang terjadi hari ini, maka gue nggak akan sungkan untuk membuat hidup lo menderita!," ancam Kareen.

Sambungan telepon pun terputus. Demian mengutuk dirinya sendiri atas apa yang ia lakukan pada Diandra tadi siang.

'Diandra menangis, aku membuatnya menangis.'

* * *

Kaffa datang ke apartement yang di tempati oleh Kareen dan Diandra, setelah mendengar dari Kareen bahwa Diandra sakit.

Seikat bunga anggrek ia bawakan untuk menghibur wanita kesayangannya itu. Kareen menerimanya dan segera meletakkan bunga itu di pot kristal.

"Lo sakit apa Dhi??? Kok tiba-tiba begini???," Kaffa menggantikan kompres yang sudah mulai dingin di kening Diandra dengan yang baru.

"Sakit hati tuh..., gara-gara Demian," celetuk Kareen.

Diandra tak menanggapi, wanita itu hanya menatap Kaffa dengan mata berkaca-kaca. Kaffa meraih tissue dan mengusap airmata itu agar tak mengalir di wajah Diandra yang begitu pucat.

"Nggak usah dipikirin dulu, apapun itu, sebaiknya lo fokus dulu sama kesehatan lo. Makan ya, gue temenin," bujuk Kaffa.

Diandra mengangguk pelan. Darren datang tak lama kemudian. Pria itu tak datang sendiri tentunya, ia datang bersama Demian. Kareen menatapnya dengan tajam, dan Demian sadar akan hal itu.

"Aduhhhh..., cewek kesayangan gue kok bisa sakit???," tanya Darren yang segera memegang kening Diandra.

Demam yang di alami Diandra belum juga turun sejak tadi. Kaffa bahkan harus membujuknya untuk makan agar bisa minum obat.

Demian hanya bisa menatapnya dari jauh tanpa berani mendekat. Kareen berdiri di dekatnya.

"Puas lo udah bikin sohib gue sakit hati sampai lupa makan siang dan jatuh sakit seperti ini???," tanya Kareen, dengan ketus.

Demian menatapnya.

"Gue cuma mau tahu sifat aslinya seperti apa! Gue cuma mau tahu apakah yang Darren ceritakan ke gue itu benar atau nggak! Gue nggak nyangka kalau dia akan merasa sakit hati seperti itu, karena kebanyakan wanita yang mau dekat sama gue sudah tahu konsekuensinya, bahwa mereka akan sakit hati karena sikap gue!," jelas Demian.

"Oh..., jadi lo pikir, Diandra juga pantas menerima perlakuan yang sama seperti wanita-wanita lain yang selama ini mendekati elo? Dasar kurang ajar!!! Nggak tahu malu lo!!!."

Kareen berlalu meninggalkan Demian dan kembali mendekat pada Diandra yang masih dihibur oleh Darren dan Kaffa. Demian mencoba untuk mendekat, Diandra pun kini melihat sosoknya.

Kedua mata itu tiba-tiba terpejam, Demian pun sangat merasa bersalah. Kini Diandra tak ingin lagi melihatnya.

Kaffa bangkit dari samping Diandra dan menatap Demian dengan tajam. Darren merasa heran.

"Jauh-jauh dari Diandra, gue nggak mau lo nyakitin dia untuk yang kedua kalinya!!!," tegas Kaffa.

Darren ikut berdiri dan menatap Kaffa.

"Maksud lo apa Ka?," tanya Darren.

"Demian yang bikin Diandra sakit De..., Diandra nangis semalaman bahkan lupa makan gara-gara Demian," jawab Kareen, mewakili Kaffa.

Diandra tetap diam, ia tak ingin membuka matanya. Ia tak ingin melihat Demian.

Darren menatap Demian dengan wajah penuh kekecewaan. Demian tak mampu mengatakan apapun, ia hanya bisa terdiam.

"Ayo pulang," ajak Darren pada Demian.

Demian menatapnya seakan memohon pada Darren untuk memberinya kesempatan bicara dengan Diandra.

"Ini terakhir kalinya lo bisa ketemu sama Diandra. Jangan pernah temuin dia lagi!," tegas Darren.

Diandra kembali menangis dalam kebisuannya. Matanya masih terpejam, namun airmatanya yang tak mampu tertahan.

"Please..., jangan pergi," batin Diandra.

Demian menatap wajah Diandra yang masih terpejam sekali lagi, sebelum akhirnya Darren menyeretnya keluar dari apartement itu secara paksa.

'Aku belum beranjak dari sini, tapi mengapa hatiku merasa telah jauh kehilanganmu?.'

* * *

MY ROOMATE 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang