30. Teror kamar mandi

3K 232 244
                                    

Aku mendahului Arka. Duduk didalam mobil dengan wajah kesal. Beberapa detik kemudian, Arka sudah duduk disisiku.

Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara diantara kami. Aku merasa sebal sekali dengannya, tiba-tiba saja ia bertanya apakah pernikahan kami harus dibatalkan, padahal kan tidak ada apapun yang membuatnya harus semarah ini.

Tunggu, bukankah kalau pernikahan ini dibatalkan aku akan bebas dari title orang yang paling dibenci se-Indonesia? Tunggu. Tidak. Sudah terlambat untuk keluar dari keterlibatanku ini.

Ngomong-ngomong soal sebel, aku jadi lapar:'(.

Ada hubungannya tahu! Kesal dan marah itu membutuhkan energi yang luar biasa. Kedua mataku tak berhenti bersinar saat restoran-restoran yang dilewati oleh mobilnya Arka ini tertangkap oleh lensa mataku.

Aku memandangi jendela tanpa mengatakan apapun.

“Rena,” panggil Arka membuatku spontan memutar kepalaku dan menatapnya. “apa?” tanyaku saat ia tak mengatakan apapun setelah memanggilku.

“maaf.” ujarnya sesaat kemudian. Aku tertegun sesaat. Wajah polosnya membuat hatiku tergerak. Aduh, jadi ngerasa bersalah.
Aku menghela nafas kecil. “engga mas, saya yang harusnya minta maaf.” ujarku. Arka menggeleng, “engga.” elakkannya membuat senyumku terbentuk. Sepertinya Arka ini tipe pria yang mau mengakui kesalahannya.

“maksud saya iya, menurut saya memang kamu yang salah sih.” eh! Baru saja terbesit dibenakku, bahwa Arka ini tipe pria yang pengertian, tapi ia langsung mematahkan pikiranku dalam sekali bicara.

“saya tidak suka cara kamu memanggil saya. Ganti,” titahnya membuat keningku berkerut. “hah?” bukannya dulu dia sendiri yang menyuruhku memanggilnya dengan sebutan Mas?

“ganti.” ulangnya. “kenapa?” tanyaku. Arka tak menjawab pertanyaanku. Aduh, pria ini benar-benar merepotkan.

“kalau begitu, kang?” Arka berdecak. Oke, dia tidak suka.

“hhh, pak?” Arka menatapku dengan tatapan tajamnya. “saya ini calon suami kamu, bukan bapak kamu.” aku menghela nafas kasar.

“bang?” Arka menggeleng.

“ck! Jadi maunya apa sih!” aku meledak marah mengagetkan Arka.

“panggil saya dengan nama saya.” jawabnya dengan wajah datar. Bukannya ia yang tidak mau kupanggil dengan nama?!

“dulu kan kamu tidak suka saya panggil dengan nama! Katanya ga sopan!” Arka terdiam sesaat. “dulu kan dulu.”

Aku menghela nafas lelah, melipat kedua tanganku didada. “jujur deh sama saya, kamu ini kenapa sih mas?” tanyaku. Arka menepikan mobilnya.

“panggil saya dengan sebutan arka!” titahnya. Menatap kedua mataku dengan tajam.

Aku menggeleng. “tidak mau.” ujarku, mengalihkan pandanganku keluar jendela.

Ia menangkup kedua pipiku, mengagetkanku. Membuatku mau tak mau terjerumus kedalam matanya yang indah dan gelap. Bagaikan ada planet lain didalam sana.

Tunggu! Ini bukan saat yang tepat untuk terpesona dengan matanya!

Aku menghentakkan kedua tangan Arka yang menyentuh kedua pipiku. “apasih ah.” jutekku. Padahal hatiku berdetak tak karuan dibuatnya. Aku ini kenapa sih!

“panggil.” kali ini ia meraih daguku, membuatku kembali bertemu pandang dengannya. “Ar..arka.” entah kenapa, aku jadi gugup seperti ini.

good girl.” ia melepaskan tangannya dari daguku dan menepuk pelan kepalaku. Kemudian ia kembali melajukan mobilnya dengan wajah senang seolah tidak ada apapun yang telah terjadi. Aku memandangnya dengan tatapan tak percaya. Emosi dia kenapa selabil ini sih? Bentar marah, bentar lagi seneng.

A Whole New World. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang