31. Marah

3.1K 233 8
                                    

Pria itu berjalan kesana kemari dengan khawatir. Ia mengacak rambutnya frustasi. Duduk diatas kursi, dan tak lama kemudian ia kembali berdiri. Melakukan hal yang sama selama beberapa kali. duduk, berdiri, jalan bolak-balik, duduk lagi, berdiri lagi, seperti itu terus sampai orang-orang disisinya terganggu.

“bisa duduk ga si mas? Lo bikin kita semua tambah panik. Jalan sana jalan sini ga bikin masalah terpecahkan kan,” Andra menatap sebal kearah sang kakak yang tampaknya ingin menangis sebentar lagi. Sama dengan sang Ibu yang sedang sibuk ditenangkan oleh Kartika dan Bella.

Adhitama-- Ayah dari Arka sedang berbincang dengan polisi mengenai hal yang menimpa Rena.

“Na.. nak arka!” kedua orang tua Rena tiba di lorong rumah sakit ini. Maharani-- Ibu dari Rena menerjang tubuh Arka dengan raungan tangisnya. “Bagaimana dengan kondisi putri saya, nak arka?” tanya Abraham. Arka tak mengatakan apapun membuat Andra menghela nafas sebal. “masih diperiksa dokter om,” jawab Andra. Abraham mengangguk dan duduk disisi Andra. Revan juga disini. Pria itu bergabung setelah memarkirkan mobilnya.

“bagaimana dengan keadaan rena, ka?” tanya Revan. Karena tahu bahwa Arka tak akan mengatakan apapun karena rasa bersalahnya, Andra yang mewakili Arka. “belum selesai diperiksa dokter, mas.” jawab Andra, Revan menghampiri Arka yang terlihat lemas. Ia terlihat kacau, dengan rambut yang berantakan dan wajah yang lusuh.

Revan membawa sang Ibu kedalam pelukannya, “Arka,” panggil Adhi, mengajak anaknya untuk turun dan berbicara kepada polisi mengenai kronologi kejadiannya.

Adhi memberi salam kepada kedua orangtuanya Rena sebelum turun bersama putranya dan juga Abraham untuk berbicara dengan petugas polisi. Adhi tak ingin keluarganya merasakan perasaan tidak nyaman, oleh karena itu, Adhi memutuskan untuk berbicara dengan petugas polisi dilobi rumah sakit.

“jadi bisa jelaskan apa yang terjadi mas..?” tanya pak polisi tersebut, Arka terdiam sesaat sebelum menceritakan semua hal yang ia ketahui. Yang pasti, karena menunggu Rena yang tidak keluar-keluar, Arka jadi khawatir. Pria itu meminta tolong kepada pelayan wanita untuk mengecek calon istrinya. Setelah mendengar teriakan pelayan itu, Arka langsung menerobos masuk dan menemukan Rena sudah terkulai lemas dilantai kamar mandi. Darah yang merembes dari belakang kepalanya membuat lantai dan dinding berubah menjadi warna merah.

Setelah melihat hal itu, Arka langsung menggendong Rena dan membawanya ke rumah-sakit. Bahkan kemejanya yang berwarna putih saat ini sudah ternoda dengan warna merah darah yang pekat.

“oh! Pak! lihat ini pak.” salah satu petugas polisi memperlihatkan sebuah video ke pemimpin tim mereka.

“videonya sudah ditonton oleh dua juta orang dan menjadi viral dalam beberapa jam, bahkan video ini di bagikan di sosial media manapun.” ujarnya. Arka menatap ayahnya dan juga calon ayah mertuanya. Dalam pikirannya, polisi ini gimana sih! Rena sedang dalam keadaan bertahan hidup, tapi mereka malah membicarakan masalah viral.

Pemimpin tim polisi itu menunjukkan layar ponsel salah satu anggotanya ke Arka, Abraham dan Adhitama.

Didalam sana, Arka bisa mendengarkan makian dan pukulan yang dilayangkan oleh gadis itu. Wajahnya memang tidak terlihat, namun setiap aksi kekejaman yang dilakukannya, tercatat tajam dimata elangnya Arka. Rahang pria itu mengeras, matanya memerah menyalang marah. Tangannya menggepal penuh dendam.

“saya tidak mau tahu pak, penjarakan orang-orang biadab yang telah menyelakakan calon istri saya. Hukum mereka dengan hukuman yang pantas.” tegas Arka.

Aku membuka kedua mataku perlahan, aroma familiar yang terasa asing memaksa masuk kedalam indra penciumanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membuka kedua mataku perlahan, aroma familiar yang terasa asing memaksa masuk kedalam indra penciumanku.

Rumah sakit? Aw! Rasa nyeri dibelakang kepalaku terasa memukulku. Aku melirik ke arah seorang pria yang tertidur dengan menopangkan wajahnya di sisi tempat tidurku ini.

Lampu yang meremang membuatku melirik kearah sekitar dengan sedikit memicing. Mendapatkan Mama dan Tante Tessa yang tertidur diatas sofa.

Aku kembali melirik Arka. Ia terlihat damai dalam tidurnya, membuat senyumku perlahan-lahan terukir.

Tanganku terangkat dengan tidak sopannya, menyentuh kepalanya Arka yang tertidur manis disisiku. Saat ia tertidur dengan damai seperti ini, hatiku berdetak tak karuan melihatnya.

Astaga! Aku pura-pura tertidur saat ia terbangun karena aksiku. Bodoh sekali sih Rena!

Sentuhan lembut pada tanganku membuatku tersentak kecil. Aku tak pernah membayangkan bahwa dia akan menyentuhku.

“maaf rena. Maaf.” elusan kecil itu membuatku tak sadar tersenyum tipis.

“kalau saja, saya lebih cepat menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres, kamu pasti tidak akan terbaring disini.” helaan nafas menyesalnya itu membuat hatiku menghangat. Padahal kejadian ini bukanlah salahnya, tapi mendengarnya meminta maaf hatiku terasa sakit.

Aku menggenggam tangannya, membuatnya segera menatap wajahku yang sudah membuka mata. “jangan lihat.” ucapanku membuat Arka menundukkan kepalanya. “saya pasti jelek sekali dengan luka.” lanjutku dengan nada jenaka. Ia spontan mendongakkan kepalanya dan menggeleng berkali-kali. “tidak. Kamu selalu cantik. Setiap saat.” astaga! Dia ini belajar gombal dimana sih?

Kedua pipiku merona kecil. Saat aku tersadar bahwa kedua tangan kami masih saling menggenggam, aku berdehem kecil. Membuatnya langsung melepaskan tanganku dengan canggung. Aku tersenyum.

“oiya, orang-- mereka tidak bisa disebut orang. Makhluk-makhluk yang sudah membuatmu seperti ini, saya sudah memasukkan mereka ke balik jeruji. Salah satu dari mereka, orang tuanya punya ikatan bisnis dengan papa dan om lukman. Ibunya ialah Mrs. Zanna. Kamu tau?” tentu saja aku tahu. Beliau sangat baik kepadaku, beliau bahkan pernah menraktirku makan siang dua kali. Astaga, aku tidak tahu gadis senakal itu ialah anak dari Mrs. Zanna yang notabenenya punya julukan hati malaikat dikantor.

Aku mengangguk, “tau.”

“ayahnya ialah pebisnis yang akhir-akhir ini mulai bekerja sama dengan papa. Om lukman tidak bisa memecat mrs. Zanna, jadi papa yang memilih untuk memutuskan kontrak kerja samanya dengan pak Agus.” Dahiku berkerut kecil. “kenapa?” tanyaku.

“apanya yang kenapa?” ia balik bertanya kepadaku.

“kenapa memutuskan hubungan kerja sama dengan ayahnya gadis itu, padahal beliau tidak salah apa-apa.” Arka berdecak. “tentu saja harus! Putrinya telah membuatmu terbaring disini! Kamu tidak marah? Saya bahkan ingin menghancurkan seluruh keluarganya.” aku tersenyum tipis melihat sosok Arka yang terlihat marah.

“marah tentu saja. Tapi menurut saya, yang harus dihukum hanyalah orang yang melakukan kesalahan saja. Lagipula dengan menahan mereka, sebagai orang tua, ibu dan ayah mereka juga pasti akan tersakiti melihat anaknya berada dibalik jeruji. Iya kan?” Arka menghela nafas lelah. Tampaknya, ia masih tak bisa mengerti dengan jalan pikiranku.

“terserahmu saja. Untuk apa kita berdebat mengenai hal tidak penting ini. Intinya, papa sudah menghentikan kontrak kerja samanya, tidak peduli apapun perkataan kamu. Bukan hanya saya yang marah, bukan hanya orang tua mereka yang tersakiti, seluruh keluarga kita juga tersakiti melihat kamu terbaring disini.” Arka bangkit berdiri dan berlalu kedalam kamar mandi.

Entah kenapa, melihatnya seperti ini, aku merasa dia sangat imut. Astaga Rena. Hentikan.

Apakah sudah akan tumbuh benih-benih cinta? Hm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apakah sudah akan tumbuh benih-benih cinta? Hm.

Sincerely,

Pikachuu.

A Whole New World. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang