Bab 1 (9)

19 4 0
                                    

Well, kami sudah sampai rumah si kembar. Josephine memakirkan keretanya di luar pagar mansion. Genoveffa Giordano mengajak kami masuk ke mansion sementara saudaranya masuk lebih dulu untuk melaporkan kejadian tadi ke orang tuanya. Kami kemudian berjalan ke depan gerbang besi mansion yang tingginya lebih dari tinggi orang biasa, perkiraanku sekitar 2.5 m. Untuk sampai ke mansion, kami harus berjalan lurus dari gerbang mansion yang di sebelah kanan dan kiri kami ditumbuhi berbagai macam jenis tanaman. Kami membuka double door  yang lebar ini dan disambut oleh beberapa maid yang bekerja di rumah ini.

Kami diantar ke ruang tamu oleh satu maid yang tampaknya sangat cerdas dari penampilannya. Memakai kacamata, rambutnya pirang, mempunyai tahi lalat di bawah mulutnya, dan tampang wajahnya seram. Bukan seram seperti monster, seram seperti ibu-ibu yang siap untuk memarahi siapa saja yang mengganggunya. Itu yang aku rasakan ketika di sekitarnya. Terlepas dari itu, kami duduk di sofa untuk empat orang dan berhadapan dengan sofa untuk empat orang. Kami disuguhkan teh dari maid yang lain. Selagi aku menyeruput teh ada maid yang menghampiri kami.

"Tuan dan nyonya, Majikan kami dan anaknya menyuruh kalian untuk datang ke ruang makan untuk makan bersama."

YES! Akhirnya, aku bisa makan juga. Perutku sedari tadi sudah demo berulang kali. Maid mengantar kami menuju ruang makan. Selagi kami berjalan aku melihat-lihat sekeliling. Banyak lukisan-lukisan dan barang-barang yang terlihat mahal dan juga terawat dengan baik. 

"Tempat ini sangat besar sekali ya, Josephine."

"Ya, tapi tidak sebesar istana tempatku tinggal sebelumnya."

"Tidak usah pamer."

"Aku tidak pamer, aku hanya berbicara fakta."

"Ya,ya, apapun yang kamu katakan."

Ruang makan di rumah ini seperti ruang makan di istana menurutku tapi menurut Josephine tidak karena di istana meja ruang makannya lebih panjang lagi. Aku ingin membalas perkataan itu, karena jawabanku tidak berguna baginya, aku tidak menjadi menjawab. Kami duduk di bagian kiri meja makan. Ayah si kembar duduk di ujung meja, lebih tepatnya di sebelahku. Si kembar berhadapan serta ibunya berhadapan dengan kami. Ayah si kembar memakai jas panjang dan setelan hitam juga dasi merah, ibu si kembar memakai gaun hitam dengan model yang hampir sama dengan si kembar. Bedanya, gaun si kembar menutupi sampai leher kalau ibunya sampai dada memperlihatkan belahan dadanya.

Di meja ruang makan disajikan berbagai macam makanan yang terlihat enak. Yang aku nantikan adalah daging, entah kenapa dipikiranku aku harus memakai daging. Sebaiknya aku mengikuti instingku saja.

"Namamu Tadao Hara, bukan?"

"Iya, nama saya Tadao Hara, paman. Paman bisa panggil saya Tadao."

"Dan kamu Josephine Petterson, putri Raja Francis Petterson II?"

"Betul itu saya, paman."

"Terima kasih telah menyelamatkan putri-putri kami, berkat kalian mereka berdua tidak meninggal. Saya mempunyai pertanyaan untuk tuan putri,maaf tuan putri, saya dengar tuan putri diusir dari istana karena dikutuk?"

"Iya, itu benar dan kutukan itu sudah dihilangkan oleh laki-laki satu ini," Ucap Josephine sambil memegang pundakku.

"Hebat! Sungguh sangat hebat! Saya sudah lama tidak mendengar orang yang bisa mengangkat kutukan. Cukup basa-basinya, mari kita makan! Kita melanjutkan pembicaraan nanti di ruang tamu."

Kami makan tanpa berbicara karena itu hal yang tidak sopan. Di duniaku yang dulu makan sambil bicara juga tidak sopan, hanya saja hal itu tidak terlalu dihiraukan. Aku hanya mengikuti perintah Josephine sebelum masuk ruang makan. Sepertinya Josephine mengetahui siapa ayah si kembar ini. Spekulasiku ayah si kembar adalah salah satu bangsawan dari kerajaan Josephine. Bukan urusanku yang penting aku bisa makan. Sudah lama aku tidak makan enak seperti ini. Di duniaku yang dulu aku tidak bisa makan-makanan enak karena makanan enak itu aku beri ke orang yang lebih membutuhkan daripadaku.

<Aku akan menjelaskan kenapa kamu bisa lapar seperti ini>

Hah! Aku kaget mendengar suara Fumiko. Badanku lompat dari kursi, semua yang ada di ruangan ini melihatku dengan heran. Aku memberi sinyal bahwa aku tidak apa-apa. Jangan mengagetkan orang seperti itu dong!

<Ketika kamu menggunakan mana, mana kamu akan berkurang dan itu juga mengurangi energimu juga. Tapi dalam kasus ini, energimu entah kenapa tidak habis, mungkin karena pengaruh pedangmu. Kesimpulan yang kuperoleh adalah jika kamu sering menggunakan mana kamu akan cepat lapar. Aku mempunyai saran untuk mencegah ini, selalu bawa mana potion untuk mengembalikan mana yang kamu sudah pakai>

Terima kasih untuk penjelasannya, sekarang diam dan lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Aku ingin menikmati makanan lezat ini.


I Live in a Parallel World, Is It Worth It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang