Kematian adalah hak semua makhluk hidup.
Tagline tersebut muncul di televisi, di tengah malam ketika hanya orang dewasa yang terbangun dan beberapa anak yang masih di bawah umur, bebal dan tidak menuruti perintah orangtuanya untuk tidur.
Santoso Anggara membaca tagline iklan tersebut. Apakah itu yang benar-benar ia butuhkan? Bagaimana nanti tentang pendapat orang nanti? Bagaimana dengan perasaan orangtuanya? Dan Aisyah? Persetan dengan Aisyah, wanita itu telah meninggalkannya bahkan tanpa berpikir dua kali. Membuangnya bagaikan benda yang sudah tidak terpakai lagi. Ia memandang iklan tersebut dengan antusias dan mencatat nomer telepon yang bisa dihubungi.
Setelah iklan itu berakhir, acara televisi berlanjut. Berapa lama iklan tersebut tayang? Mungkin tidak sampai sepuluh detik, delapan mungkin. Namun dalam waktu sesingkat itu Santoso telah mengambil keputusan ini. Ia selalu memikirkannya.
Di usianya yang sudah tiga puluh empat tahun. Ia merasa sudah tidak ada artinya lagi untuk melanjutkan hidup. Pekerjaannya sebagai guru dengan upah yang pas-pasan pun juga tidak ada artinya, wajah standar membuat ia agak kesulitan mencari pasangan untuk melanjutkan keturunan.
Depresi..
Yahh.. itulah yang dialaminya sekarang, hidup hanya untuk menjalani hari-hari. Tanpa memikirkan ke depannya.
Namun beberapa saat yang lalu, ia hampir merasakan kebahagiaan. Ketika ia bertemu dengan seorang wanita bernama Aisyah yang ia jumpai sepulang dari pengajian. Wanita yang masih segar dan penuh dengan semangat kehidupan, ia tidak menduga wanita itu dapat memberi sepercik harapan kepadanya.
Santoso mulai merasakan kebahagiaan, ia merasa itu adalah hak miliknya. Hak yang hampir tidak pernah ia miliki dan bayangkan untuk dimiliki. Bahkan oleh imajinasi tertingginya sekalipun.
"Aku akan segera bertunangan." Ujar Aisyah melalui telepon.
Santoso hanya terdiam, ia baru selesai mengajar dan ini adalah jam istirahat makan siang. Jadi ia sedang duduk di meja di dalam ruang guru. Sambil bersiap untuk menyantap bekal yang ia bawa. "M-maksudnya?"
"Aku ingin kau mendengarnya langsung dariku, bukan dari orang lain."
Hening, Santoso bingung harus berkata apa. Ia benar-benar mencintai Aisyah.
"Kau masih di sana?" Tanya Aisyah.
"A-aku masih mendengar." Jawab Santoso, ia mencoba untuk bersikap dewasa dan lebih tenang. "Tapi mengapa? Kukira kita—
"Aku dijodohkan, walau sebenarnya aku tidak ingin."
"Kalau begitu.. kau tolak saja.." Perintah Santoso walau kedengarannya seperti memohon.
"Tidak ada yang dapat aku lakukan, aku mohon mengertilah."
Aisyah menutup telepon tersebut.
Setelah beberapa minggu acara pertunangan Aisyah, barulah Santoso tahu kalau Aisyah tidak dijodohkan. Wanita keparat itu telah membohonginya, dia telah lama menjalin hubungan dengan tuangannya saat ini.
Dan itu semakin membuat perasaan Santoso gundah. Rasa kepercayaan dirinya semakin rendah, kebahagiaan yang ia impikan secara sekejap sirna. Padahal hanya Aisyah yang mampu membawa kehidupan pada dirinya.
Sebagai pengajar pun dirinya tidak terlalu dihormati oleh anak-anak murid. Ia tahu kalau di belakangnya, murid-murid selalu membuat lelucon tentang dirinya, ia tahu itu. ia adalah target mudah untuk dijadikan bahan tertawaan, terlebih karena tompel besar di pipi yang cukup menarik perhatian. Ia menganggap itu adalah kecacatan, dari kecil ia selalu dibully oleh cacatnya tersebut.
YOU ARE READING
A Bed Time Stories
Historia CortaSaat kau telah lelah menjalani aktivitas seharian, maka istirahatlah. Kosongkan pikiranmu sejenak, dan luangkan waktu untuk membaca dongeng yang telah aku buat... Bacalah.. dan terjeratlah dalam dimensi imajinasi. Cerita-cerita yang akan menemani se...