All the Knowledge (Part 2)

33 7 0
                                    


Aku duduk di lantai, tepat di samping tempat tidur Yasrul, sambil menunggu kedatangannya aku membuka chat grup kelas yang sepi, mungkin karena mereka semua sedang sibuk belajar. Selama ini aku tidak terlalu peduli pada nilai, bila ada ujian. Bukannya belajar tapi malah malas-malasan dan melakukan hal yang menurutku lebih asyik seperti bermain game ataupun menonton film. Kehidupanku selalu berputar di sekitar itu, terkadang aku merasa bersalah pada diri sendiri. Namun keinginan untuk berubah terasa merepotkan bagiku. Lagipula ayah dan ibuku tidak terlalu memperdulikan anaknya, yang penting aku sekolah dan tidak berbuat nakal.

Namun rasa bersalah itu semakin menjadi-jadi, ketika nilai Yasrul meningkat dan dia mulai menjauhiku. Seakan-akan nilainya rendah karena terlalu sering bergaul denganku. Walau rasa bersalah itu lama hinggap di pikiranku, tetap saja aku malas untuk mengubahnya.

Pintu kamar terbuka dan menampakkan Yasrul yang membawa segelas air es di atas nampan. Aku tersenyum, sepertinya Yasrul kembali layaknya dia yang dulu lagi.

"Mengapa repot-repot?" Aku menunjuk ke arah nampan yang dipegang Yasrul. "Bukankah itu hanya segelas air putih?"

Aku menunggu komentar lucu yang sering dilontarkan Yasrul ketika kita akrab dulu. Namun dia hanya meletakkan air tersebut di depanku dan tidak berkata apapun. Pertanyaanku tidak digubrisnya. Suasana tetap canggung.

Aku meminum air tersebut karena tenggorokanku mulai kering serta untuk menghilangkan gugup, ada sesuatu pada diri Yasrul yang membuat kewaspadaan diriku meningkat, namun aku tidak tahu apa itu.

"Kita akan bermain game." Yasrul menyalakan televisi dan konsol game, dia menyerahkan joystick kepadaku. "Mainkan." Katanya seperti sebuah perintah.

Aku mengambil joystick tersebut, dan dengan terpaksa aku bermain. Game yang kumainkan bukanlah game baru seperti yang disebut Yasrul sebelumnya, melainkan game lama yang telah kami tamatkan.

"Bukankah game ini sudah kita tamatkan?" Tanyaku.

"Benarkah?"

"Iya. Kau bilang tadi kau mempunyai game baru."

"Apakah itu penting? Baru atau lama game tetap saja game, ayo mainkan." Katanya datar.

Aku terdiam dan tidak berkata apa-apa lagi, dengan patuh aku bermain game tersebut. Setelah berjam-jam aku mulai merasa bosan dan lelah, berkali-kali aku mengganti posisi untuk menghilangkan rasa pegal. Berbeda dengan Yasrul yang hampir tidak bergerak sedikitpun, dia hanya menatap ke layar televisi sambil setengah melamun dan terkadang bergumam sendiri.

Aku merasa tidak nyaman.

Aku melihat ke arah jam dinding, waktu telah menunjukkan hampir jam enam senja.

"A-aku rasa sudah cukup main gamenya." Kataku. "Kalau tidak pulang sekarang, aku akan dimarahi ibuku."

Dengan pelan Yasrul menolehkan kepalanya dari layar televisi ke arahku, sedikit mengingatkan akan boneka Chucky.

"Kenapa? Bukankah kau dulu sering menginap, menginaplah malam ini."

Jantungku berdegup dengan kencang, bulu kudukku otomatis berdiri. Memang ada yang tidak beres dengan dirinya.

"Kali ini aku tidak diizinkan untuk menginap." Aku berdiri dan dengan lekas melewati Yasrul yang hanya mengamatiku keluar dari kamarnya.

Aku menuruni tangga, tanpa sengaja melirik pada potret kakek Yasrul. Dengan pencahayaan yang minim karena di luar hampir senja dan sepertinya mendung, serta lampu rumah yang entah mengapa belum juga dinyalakan. Membuat potret tersebut seolah-olah hidup dan memberi ancaman dengan pandangannya terhadap diriku. Aku semakin mempercepat langkahku.

A Bed Time StoriesWhere stories live. Discover now