Dayat dan keluarganya berada di depan rumah besar yang rencananya ia dan Badru akan menyusup ke dalam rumah tersebut malam ini, namun nasib berkata lain. Memang benar Dayat akan memasuki rumah tersebut, tetapi tidak secara diam-diam.
Ia tidak pernah sedekat ini dengan rumah yang ada di hadapannya. Dayat menggandeng tangan ayahnya, tangan ayahnya penuh dengan keringat dingin. Berbanding terbalik dengan ekspresi yang sekarang dipancarkan oleh ayahnya, begitu tenang seakan benar-benar menunggu momen ini.
Sucipto di depan mereka, bersama sekretarisnya menggiring masuk ke dalam rumah. Para penjaga di depan pintu ke pinggir untuk menyilahkan mereka masuk.
Pintu terbuka, tidak ada cahaya pun di dalam sana. Lalu Dayat melihat cahaya api kecil menyala secara tiba-tiba dari segala sisi, dengan cahaya api kecil tersebut Dayat tahu kalau itu adalah cahaya dari korek api yang dinyalakan oleh bawahannya Sucipto. Mereka semua memakai baju terusan panjang yang bertudung hingga menutupi seluruh wajah mereka.
Mereka mendekatkan nyala api tersebut ke arah lilin di samping mereka. Cahaya lilin membuat ruangan tersebut terang, sehingga Dayat melihat bagian-bagian rumah tersebut.
Sekarang mereka berada seperti di lobi tengah. Lurus Dayat dapat melihat tangga sebelah kanan dan kiri berbentuk sebagian spiral yang sama-sama menuju ke arah lantai 2. Di bawah tangga spiral tersebut terdapat patung perempuan yang bentuknya sama persis seperti patung yang diletakkan di luar. Namun ukurannya lebih besar.
Sucipto mengambil kunci yang berada di kantongnya lalu memasukkannya ke dalam lubang kunci yang berada di dahi patung tersebut. Secara perlahan patung itu mundur dan membukakan tangga yang menuju ke arah lantai bawah. Semua bawahan Sucipto berkumpul dan menggerombongi mereka.
"Kita akan ke mana ibu?" Tanya Lestari sambil menahan kantuk.
"Ikuti saja nak." Jawab ibunya.
"Ini adalah kesempatan terakhir kalian." Sucipto berbalik ke arah keluarga Sukatman. "Apabila kalian belum siap maka kita bisa menundanya sampai nanti."
"Kami sudah siap." Kata Sukatman mantap. "Sudah terlalu jauh untuk mundur."
"Maka keyakinan dan pengorbanan kalian akan mendapatkan balasannya." Sucipto merangkul keluarga Sukatman. Lalu mereka menuju ke bawah diikuti oleh bawahan-bawahan Sucipto.
══════════════════
Tempat itu adalah ruang bawah tanah, walau tanpa ventilasi tetapi ruangan tersebut entah mengapa terasa lebih dingin dari pada suhu di luar. Hidung Dayat mencium aroma lavender yang begitu menyengat, sehingga membuat kepalanya agak pusing. Dayat tidak tahan bila mencium aroma yang terlalu tajam. Namun di lain sisi, semakin ia mencium aroma tersebut entah mengapa dirinya merasa lebih tenang dan tidak sekhawatir sebelumnya.
"Bila kalian sudah siap, kalian bisa berbaring di meja ini." Ucap Sucipto datar.
"Bagaimana dengan anak-anak?" Ny. Marisa mencengkeram tangan Dayat dan Lestari. "Nanti mereka ketakutan..."
Sucipto mendekat dan memasang ekspresi tenang yang sering ia pakai dalam kondisi seperti ini. "Anak-anak tidak akan merasa sakit, apabila memang ada rasa sakit maka itu hanya sementara. Kalian akan terpisah, namun itu tidak lama. Setelahnya kalian akan bersatu lagi di kerajaan Lamia.."
Dayat merasakan hal yang janggal, sekarang ia telah menyadari apa yang sebenarnya terjadi di sini. Tidak semuanya, namun setidaknya secara garis besar. Seharusnya ia menyadarinya dari awal. Ini bukanlah acara liburan keluarga, tetapi perkumpulan sekte sesat dan mereka sembah pastilah patung wanita yang sering disebut sebagai Lamia tersebut.

YOU ARE READING
A Bed Time Stories
Short StorySaat kau telah lelah menjalani aktivitas seharian, maka istirahatlah. Kosongkan pikiranmu sejenak, dan luangkan waktu untuk membaca dongeng yang telah aku buat... Bacalah.. dan terjeratlah dalam dimensi imajinasi. Cerita-cerita yang akan menemani se...