Pagi ini, Kyungsoo berjalan memasuki sekolah dengan mata waspada. Pemuda itu melihat seluruh sudut di tiap gedung sekolah. Dia harus menemukan Baekhyun. Anak itu harusnya sekolah. Sesungguhnya, Kyungsoo hanya menghibur diri. Dirinya terus bersugesti kalau Baekhyun pasti masuk sekolah.
Namun sepertinya, kenyataan yang ada berbanding terbalik dengan angan Kyungsoo. Kelas yang sudah ramai dengan para siswa itu masihlah sama. Kecuali sosok si kecil Byun yang tidak ada. Kursinya pun kosong.
"Anak-anak, ayo bersiap."
Kyungsoo menoleh sesaat dan buru-buru duduk di kursinya saat guru mereka datang. Guru wanita dengan blazer hitam juga rambut tergelung rapi itu tersenyum pada seisi kelas.
"Karena hari ini ada rapat khusus yang mendadak, pihak sekolah memutuskan meliburkan kalian." Sorakan anak-anak terdengar. "Tapi, kuis harian dipercepat menjadi lusa."
Sorakan berubah menjadi dengusan. Kyungsoo mengangkat tangannya, "Miss, Baekhyun belum datang. Bolehkah aku tetap berada di kelas sampai dia tiba?"
Diluar dugaan, Guru itu melebarkan matanya. "Aku terkejut kau bertanya begitu, Kyungsoo-ah. Surat pengunduran diri atas siswa bernama Byun Baekhyun tiba pagi ini. Dia tidak memberitahumu?"
Damn. Baekhyun.
.
.
"Apa? Jadi, kau sudah mengirim surat pengunduran diri?"
Bibi Ahn tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia tahu posisi Baekhyun benar-benar krusial. Bocah ini pasti panik. Dia baru berusia tujuh belas tahun dan harus menanggung seorang calon bayi di perutnya.
"Memang harus bagaimana lagi, Bi?" ucap Baekhyun, setengah merengut. "Aku tidak mungkin izin sekolah dalam waktu lama. Dan, aku juga tidak mungkin hadir dengan perut yang semakin membesar."
"Astaga, apa kau sudah berkonsultasi dengan kakakmu? Nak, ini terlalu jauh. Kau tidak bisa mengorbankan mimpimu."
Baekhyun menggeleng sambil tersenyum. "Bi, mimpiku saat ini melahirkan Bean dengan selamat dan merawatnya dengan baik. Aku bisa mengambil program percepatan sekolah dan mencari pekerjaan setelah Bean lahir. Bagus kan, Bi?"
Bibi Ahn tersenyum. Sebuah pemikiran murni dari jiwa yang polos. Byun Baekhyun adalah simbol takdir yang salah alamat. Anak ini tidak berhak mendapatkan jalan hidup seperti ini. Pria brengsek mana yang berani merusaknya.
"Iya, bagus." Bibi Ahn tersenyum sambil mengelus rambut halus si pemuda. "Aku akan tetap berada di sisimu. Sekarang, mari kita ke pasar untuk keperluan warung."
Baekhyun tersenyum lebar. Setidaknya, di tengah kesulitan, Bibi Ahn sudah menjadi cahaya yang bersinar. Perlahan menuntunnya keluar dari kegelapan. Dia harus belajar dewasa. Saat ini, seorang anak telah tumbuh di tubuhnya.
Kuat-kuat, ya, sayang.
.
.
Junki menggeleng tak percaya. Ini sudah pukul tujuh lewat lima belas dan Park Chanyeol belum turun ke ruang makan. Ia bahkan telah menghabiskan kopi dan roti coklatnya. Hah, anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CHANBAEK!] Papa and Bean
FanfictionSebuah diari kehidupan Byun Baekhyun dan takdirnya yang pahit; menjadi orangtua tunggal dari sebuah janin. Lalu, siapa orang yang paling bertanggung jawab atas semua yang terjadi? Bercerita tentang ego dan penyesalan. CHANBAEK!