Ruang makan itu nyatanya lebih sunyi dari biasanya. Junki tenggelam dalam pikirannya sendiri. Begitu pun dengan Chanyeol. Para pelayan rumah diliputi kebingungan. Dua Tuan Muda mereka seperti kehilangan akal dan kesadaran. Fokus mereka seolah terhenti karena sesuatu.
Tapi, memang begitulah adanya.
Junki sibuk memikirkan tindakan berani —atau gila?— yang dilakukannya kemarin malam. Menemui Soyou. Wanita yang secara tak sengaja ia tiduri empat tahun yang lalu. Junki sangat menyesal. Pria itu bahkan meminta Soyou menikah dengannya setelah itu. Tapi, tamparan keras yang diterimanya. Soyou memgusirnya menjauh. Tapi, Junki terlalu tidak sanggup.
Karena dia terlanjur jatuh cinta.
Berbeda dengan pamannya, Chanyeol justru tengah memikirkan kalimat demi kalimat yang diucapkan Yoona kemarin sore. Psikolog yang masih kolega keluarganya itu berucap panjang lebar begitu mengetahui kasus yang membelitnya. Bahkan masih terngiang dalam pikirannya, kata-kata terakhir sebelum ia beranjak dari ruangan.
"Alih-alih menggugurkan, kenapa kau tidak mengurusnya? Kau akan mengambil alih perusahaan begitu lulus. Kau bilang juga sulit untuk berkomitmen karena tidak percaya siapapun. Tapi, kau tetap butuh penerus bukan?"
"Noona, kau tidak paham situasinya. Paman akan membunuhku jika dia tahu!" Chanyeol berteriak saat itu. Yoona seolah buta akan keadaannya.
"Lalu, jika kau mencari Baekhyun, lalu menyuruhnya menggugurkan bayinya, kau pikir Junki tidak akan membunuhmu?"
Chanyeol terdiam. Kehabisan kata-kata. Disisi lain, Yoona tersenyum menang.
"Cobalah menjadi anak normal terlebih dulu— diam! Jangan sela perkataanku." Decakan Yoona terdengar keras saat Chanyeol membuka mulut, siap mengeluarkan ucapan sanggahan. "Minta maaf pada Junki dan minta sarannya secara baik-baik. Pamanmu itu menyayangimu lebih dari apapun. Kau harus tahu berapa kali dia meneleponku selama sebulan untuk mengetahui perkembangan perilakumu di Universitas. Setelah itu, carilah Baekhyun."
Chanyeol menggenggam keras garpu dan pisau rotinya. Mata bulatnya terpejam diselingi nafasnya yang tiba-tiba sulit. Dilihatnya, Junki meminum kopinya perlahan, masih dengan posisi kaku dan diam. Pria itu seperti sedang banyak pikiran. Haruskah ia bicarakan hal ini sekarang?
"Paman."
Junki melirik Chanyeol sesaat. "Hm."
Tiba-tiba saja kata demi kata yang sudah ada di tenggorokannya kembali tertelan. Lidahnya kelu dan fungsi otaknya serasa terhenti. Di hadapannya, Junki telah selesai meminum kopinya. Mata pria dewasa itu menatap bingung sang keponakan.
"Kau punya sesuatu yang ingin kau bicarakan?"
Chanyeol menelan ludahnya gugup. "Bagaimana jika.. aku melakukan kesalahan?"
"Hah?" Junki tertawa keras. "Dan kapan kau tidak melakukan kesalahan?"
"Ck, bukan seperti itu." Chanyeol merajuk. Nyaris seperti bocah kalau saja wajahnya alih-alih imut justru menyebalkan.
"Lalu kesalahan apa lagi? Kau berbuat onar lagi?"
Hati Chanyeol kembali bimbang. Tapi, benar kata Yoona, ini adalah satu-satunya jalan teraman yang ia bisa lakukan. Chanyeol harus mengambil kepercayaan Junki terlebih dahulu. Dia perlu Junki tidak melaporkannya ke orangtuanya di luar negeri. Dia juga butuh Junki tidak curiga saat ia pergi mencari Baekhyun setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CHANBAEK!] Papa and Bean
FanfictionSebuah diari kehidupan Byun Baekhyun dan takdirnya yang pahit; menjadi orangtua tunggal dari sebuah janin. Lalu, siapa orang yang paling bertanggung jawab atas semua yang terjadi? Bercerita tentang ego dan penyesalan. CHANBAEK!