Menjelang malam, kafe kecil milik Bibi Ahn seharusnya sudah tutup. Sementara, beberapa warung ramen dan soju mulai buka dan semakin ramai. Namun, tidak seperti hari ini. Taehyung sudah naik ke atas dan mulai mengerjakan tugas. Sementara Bibi Ahn merapikan sayuran-sayuran serta peralatan untuk besok. Stan minuman bubble tea Baekhyun telah ditutupi terpal. Sementara si pemilik masih mengelap meja dengan satu tangannya.
Deru suara mobil milik Yuta terdengar setelahnya. Sinar lampu depan mobil berwarna abu-abu itu membuat silau mata Baekhyun. Samar-samar terlihat, satu mobil mewah lainnya berhenti di halaman kafe. Yuta turun lebih dulu, disusul tiga orang pria tinggi lainnya. Baekhyun menyipitkan mata dan membungkuk sekian derajat sebagai sambutan kehormatan.
"Tuan Muda, seperti yang aku bilang, ada dua kamar. Satu dirumahku, satu dirumah ini." Yuta mulai berbicara. "Karena kalian telah setuju, aku jelas menyerahkan pada kalian tentang pembagian kamar."
Chanyeol, Sehun, dan Jongin mengedarkan manik mereka ke sekeliling kafe milik Bibi Ahn. Kepala mereka mengangguk-ngangguk. Mungkin, lokasi dan keadaan yang didapatkan Yuta lebih dari ekspektasi mereka. Chanyeol kemudian menatap pria berdarah Jepang itu.
"Tunjukkan padaku kamarnya."
"Tentu, Tuan Muda. Tapi, sebelum itu, mari kuperkenalkan pengelola kafe ini." Yuta melangkah lebih dekat dan menggenggam pundak Baekhyun. "Kalian harus mencoba Jajangmyeon buatannya. Sempurna."
Baekhyun memerah malu, sebelum membungkuk lebih dalam dan memulai sambutannya. "Annyeong haseyo, aku Baekhyun. Selamat dat—ang."
Baekhyun membeku, begitu pun ketiga pemuda lainnya. Sehun dan Jongin sudah saling menatap kaku. Chanyeol sendiri termenung di tempatnya. Ia memang khusus datang demi menemui Baekhyun, sesuai dengan hasil yang diberikan detektif sewaan Sehun. Tapi— Oh Tuhan, lihatlah, Baekhyun dengan celemek, wajah manis dan bibir merah muda alaminya, bahkan membuat Chanyeol kesulitan bernafas.
Tidak jauh berbeda, Baekhyun merasakan hal yang sama. Pria ini, adalah pria yang sama. Pria yang menyakitinya dengan sengaja. Membuat Baekhyun merasa hina dengan dirinya yang hanya seharga mobil. Dijadikan barang taruhan pula. Namun, pria ini juga Ayah biologis dari anaknya. Bean, Baekhyun bergumam, itukah sebab kau tenang saat ini? Karena kau tahu Daddy akan datang?
"Tuan Muda? Baekhyun? Apa sesuatu terjadi?"
Baekhyun tergagap, tapi menguasai dirinya dengan cepat. "Ti-tidak, hyung, aku..."
"Aku pilih kamar di rumah ini." Tukas Chanyeol dengan cepat. Yuta berkedip cepat. Lalu, sebuah senyum canggung terbentuk di bibir Yuta. Pria itu menatap Baekhyun.
"Baekhyun? Kau tidak keberatan untuk mengantarnya bukan?"
Helaan nafas terdengar sesaat pertanyaan selesai dikemukakan Yuta. Pertanyaan yang mudah, tapi lidah Baekhyun kelu sekali untuk menjawabnya. Seolah, hidup Baekhyun ditentukan dari jawaban itu. Bibir Baekhyun tiba-tiba kering.
"Baiklah." Baekhyun mencoba menjauhi pandangannya ke wajah Chanyeol. "Mari, aku antar."
Begjtu datar dan nyaris tidak terdengar, tapi tidak bagi Chanyeol. Mungkin, desisan Baekhyun saja akan terdengar ke telinganya. Sejak kapan lelaki mungil ini memiliki suara yang renyah? Apa dia bagus juga dalam bernyanyi? Oh, dan tunggu, celemek itu, apa Baekhyun menyukai warna biru? Damn, Chanyeol, sebenarnya apa yang kau ketahui soal mantan pacar yang kau hamili ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
[CHANBAEK!] Papa and Bean
FanfictionSebuah diari kehidupan Byun Baekhyun dan takdirnya yang pahit; menjadi orangtua tunggal dari sebuah janin. Lalu, siapa orang yang paling bertanggung jawab atas semua yang terjadi? Bercerita tentang ego dan penyesalan. CHANBAEK!