Unplanned

6.3K 492 25
                                    


From : Forth

Kelas udah beres?

Baru saja Beam membalas 'Udah' ponselnya langsung bergetar tanda panggilan. Forth menelpon.

"Di mobilmu ada kotak P3K kan?" Nada bicara Forth terdengar panik.

Beam menghentikan langkah di lorong kelas. Oh iya, ia sudah hapal arah pembicaraan ini "Forth, jangan bilang elu malah—"

"Bukan aku, Beam..." Potong Forth cepat, sebelum Beam meledak. "Anak-anak tingkat satu. Berantem mereka sama supporter seberang."

Tanpa sadar, Beam menghela napas "Iya udah. Gue ke sana." Ia beralih pada Kit di sebelahnya "Bukannya Ming nonton tanding bola juga?"

"Oh, shit..." ucap Kit sadar arah pembicaraan Beam.

Phana hanya geleng-geleng kepala "Makanya, jangan pacaran sama anak Teknik, barbar. Cari pacar anak MIPA— Yah, gue ditinggal..." ia ditinggal sendiri di lorong, karena kedua temannya sudah lari ke parkiran mobil.

.

Beam ingat-ingat lagi kejadian pagi ini. Forth menelpon hanya untuk pamer "Aku pasang reminder buat malem ini."

Awalnya Beam tidak paham acara apa yang harus diingat nanti malam, nyatanya "Kan kita ngedate, takut nanti aku malah nongkrong beres nonton bola, kamu kelamaan nunggu."

Beam tidak menjawab. Ucapan Forth yang begini benar-benar membuat seorang mahasiswa Kedokteran habis kata. Ia bahkan menurut saja ketika Forth memintanya membawa baju ganti, supaya nanti mereka pergi tidak memakai seragam.

"Emang apa special nya sih, pergi berdua?" Beam menggumam tidak sadar.

Kit meliriknya sinis "Jelas special, kalo elu bandingin sekedar make out doang. Yah... orang gak pernah pacaran kayak elu mana tau."

"Pacaran kan urusan dua orang. Bukan satu kelurahan."

Kit memicingkan mata melihat Beam "Jujur deh. Emang elu nggak pernah ada niat, pamerin dia?"

"Emang Forth raport bocah SD, harus dipamerin?" Bantah Beam. Mereka sudah sampai lapangan fakultas Teknik.

"Terserah elu lah." Ucap Kit turun dari mobil.

Beam membereskan isi kotak P3K sebelum menyusul ke lapangan. Matanya sampai memicing mencari Forth yang ternyata ada di pojok bangku membantuk juniornya duduk.

"Gue nggak paham kenapa tanding bola bisa berakhir tawuran gini..." Beam duduk di sebelah Forth, membuka kotak P3K untuk mencari antiseptic. Bukan yang jelas berdarah-darah yang pertama ia periksa, ia malah lebih dulu memeriksa wajah dan lengan Forth.

"Aku nggak ikutan ribut..." Forth tertawa tapi tidak berontak.

Setelah yakin Forth baik-baik saja, baru Beam beralih pada korban di depannya "Kenapa nggak dibawa ke klinik kampus aja?"

"Tutup kan. Cuma ada apotiknya..." Forth terus memandangi Beam terus mengeluh sambil mengobati juniornya yang terluka lumayan panjang di lengan.

Beam hanya berdecak. Ia terlalu kesal sebenarnya, sampai tidak berkomentar ketika Kit menarik Ming untuk duduk di sebelahnya, terlihat tangannya lecet-lecet.

"Untung ya P' kita punya pacar calon dokter." Ucap Ming terus senyum walau Kit membersihkan lukanya sembarangan.

"Sumpah ya Ming. Kalo sampe lebih dari ini, jangan harap gue mau obatin." Ancam Kit. Ia agak lega sebenarnya, tahu Ming terluka hanya karena berusaha melerai juniornya yang dihadang saat balik nonton pertandingan bola.

.

"Beam, kamu marah?" tanya Forth ketika sampai di parkiran mobil.

"Nggak."

Jelas Forth tidak percaya. Beam dan Kit harus mengurus belasan junior teknik yang babak belur tawuran. Rencana mereka untuk pergi bareng gagal total karenanya.

"Bohong."

Beam menoleh, menunjukkan wajahnya yang jelas lelah "Nggak bohong. Gue nggak marah."

"Kalo gitu cium."

"Ci—lah kok modus?"

"Modus? Sama pacar sendiri kok." Forth tahu, parkiran lapangan sepi saat malam. Jika ingin lebih dari sekedar cium sebenarnya tidak masalah.

Hanya sekilas Beam mengecup bibir Forth "Puas?" ucapnya kemudian membuka pintu mobil.

Forth ikut masuk mobil, duduk tanpa memasang seat belt "Kok kamu nggak marah sih, rencana kita gagal. Karena tawuran pula."

"Ya terus harus marah gitu?"

"Ya kirain, kamu kecewa gitu."

Beam diam sesaat setelah memasang seat belt "Eum... jujur it was just because i wanted to do what people do. Like... movie, dinner or else."

"Kita juga sering sebenernya kan, Cuma emang ya biasanya di tempatku atau tempatmu."

"I mean, i was afraid that you might feel bored of...us." Beam menghela napas "Selama ini kita keluar bareng palingan ke bengkel ato ngumpul sama yang lain."

Forth tersenyum lebar, mengelus pipi Beam "Duh, lucu banget sih. Jadi makin sayang."

Beam berdecak "Serius deh."

Kening Beam dikecup "Semua orang punya standard quality time sendiri. Kamu sibuk, aku sibuk. Bisa makan siang bareng aja udah bikin aku seneng."

"Serius?" Beam menatap Forth tidak percaya.

"Ya..." Forth maju, berbisik di telinga Beam "...especially if i can eat you."

"Ya...udah." jawab Beam pelan men-starter mobilnya. Ia tidak berniat mampir ke manapun kecuali langsung ke apartemen Forth.

Parkiran lapangan Teknik memang tidak terang, tapi wajah Beam jelas terlihat merah  

.

.

.

Endingnya simpulkan sendiri lah ya. i won't change the rate into 18+

terima kasih sudah membaca

Call it Somehow || ForthbeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang