Winds

5.6K 470 33
                                    

"Besok malem ada acara?" Hal yang pertama Forth tanyakan begitu telponnya diangkat.

Beam mengabaikan sejenak buku tentang Arteri Koroner di depannya. "Konteksnya apa dulu nih?"

"Konteksnya kangen..."

Walau tidak akan Forth lihat, tapi Beam tetap memutar mata "Nggak jelas..."

"Serius ini. Jadwal ujian kita kenapa nggak disamain aja gitu ya."

Beam mengangguk walau diam. Agak sulit juga seminggu ini, Forth sudah selesai ujian seminggu lalu. Sementara FK sisa besok, hari terakhir. Beam melarang Forth datang dan sebaliknya. Mereka hanya bertemu di kampus. Cukup? Jelas tidak. Tapi nilai jadi taruhan.

"Kita bisa ketemu di kantin...or you can drop by." Jawab Beam kemudian.

"No... I want to take you somewhere." Forth agak merengek. 

"And that somewhere is..."

"Nanti juga kamu tau..."

Beam berpikir sambil menggembungkan pipinya, kebiasaan. Butuh waktu dan beberapa "Please..." dari Forth sampai calon dokter itu menjawab "Oke, awas aja aneh-aneh."
.
.
.
Besok malamnya Forth datang jam 7.

"Pake jaket." Ucapnya melihat Beam memakai kaos lengan panjang.

"Nggak usah ah. Gerah..." Beam membantah.

"Kita naik motor loh dingin..." Lanjut Forth.

"Ya udah, tinggal peluk..."

Rupanya, cara Beam mengabaikan omongan pacarnya gagal "Nggak usah dingin juga bisa peluk." Buktinya Forth mengambil jaket di gantungan, menaruhnya di kepala Beam, sampai menutupi wajahnya."Kalo sakit beda cerita."

Beam tidak bisa lagi mengelak. Ia turun ke parkiran  memakai jaket.

Forth menunggu di atas motor sudah menggunakan helm dan memegang satu helm lain. "Pake ya .."

Biasanya, mereka naik motor untuk jarak dekat saja dan Beam hampir tidak pernah pakai helm.

"Ini baru ya?" Beam menyadari helm yang saat ini dipegang sama dengan yang Forth pakai.

"Iya... Buruan naik."

Iya pantas saja Forth pakai sarung tangan, ia memang tidak main-main waktu bilang 'akan dingin' karena motor membawa mereka ke dataran tinggi. Beam sampai memasukkan tangan ke saku jaket Forth.

Butuh waktu 45 menit untuk sampai ke lokasi.

"Bener kan dingin..." Forth tersenyum melihat pacarnya mendekap badan.

"Kita ngapain coba kemari malem-malem..." Keluh Beam karena setahunya, ini sunrise spot yang biasanya ramai saat subuh. Bukan malam seperti sekarang.

Forth melepas sarung tangan, lalu menggenggam tangan Beam "Nanti juga tau..." Ia menuntun pacarnya ke jalan kecil.

Beam sama sekali tidak protes. Tangannya dingin, tapi hatinya hangat.

Hanya 5 menit, mereka sampai di bukit yang mengarah ke kota. Lampu kota luar biasa banyak bersaing dengan jumlah bintang di atas kepala.

Mata Beam berkedip takjub "Shit... It's too awesome."

Forth mencubit pipi Beam sampai mengaduh "Put another word." Maksudnya, kata yang lebih sopan.

"Indah... Keren... Cantik... Beutiful... Incredible... Fantastic." Beam meracau, walau badannya kedinginan.

Forth tertawa, ia bergeser ke belakang tubuh Beam lalu memeluknya dengan kedua tangan di genggaman "Makin dingin ya..."

Beam mengangguk, mata masih fokus dengan pemandangan.

"Beam, aku nggak pernah sesayang ini sama orang..."

The wind blows right at the moment Forth whispers those words. Beam shivers, he lets Forth's hand then turns around.

Beam menata mata Forth lama, sebelum menangkup kedua pipinya. Bibir Forth dipagut berkali-kali. Lembut dan dingin rasanya. Tidak menuntut.

Dan Forth tidak memaksa, ia memegang pinggang pacarnya, menuntun lebih dekat supaya hangat.

Butuh beberapa saat sampai Beam menyudahi ciuman lalu mundur dengan mata masih terpaku pada bibir Forth. Disentuhnya bibir itu sembari berkata "I feel the same..."
.
.
.
End
.
.
.
Selamat malmingan dari oknum yang udah lama nggak malmingan.
TKP begitu emang ada ya, kejadiannya sih murni halu
.
Oh iya. Aku post beberapa judul lain. Silakan dilihat.

Call it Somehow || ForthbeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang