Quarantine

3.6K 331 31
                                    


.
.
.

Waktu diumumkan bahwa kuliah akan dilakukan online, Beam bersyukur. Resiko tertular virus jadi kecil, ditambah ia tidak perlu buru-buru bersiap ke kampus. Ia jadi bisa membayar hutang tidur. Ini yang ada di pikirannya sih.

Masalahnya, ternyata tugas yang diberikan dua kali lipat malah makin banyak. Asumsi satu mata kuliah, ia mendapat satu tugas, tetap saja ia kurang tidur jadinya. Belum lagi ia tidak bisa sering keluar, cari hiburan dalam masa social distancing begini. Terhitung sudah 2 hari ia belum keluar condo.

"Lu kesel banget keknya?" tanya Kit yang tanpa permisi masuk condo Beam, menaruh segelas es cappucino di atas meja.

"Gue pengin makan di luar, tapi semua nggak sedia dine in." Beam menyeruput es itu "Gue bayar berapa nih?"

"Tanya Ming, dia yang bawain tadi." Kit duduk di bangku, membaca tugas Beam di layar laptop yang belum selesai.

"Ming dateng?" Beam kaget. Iya, ini kan masa social distancing, harus jaga jarak.

"Kayaknya tiap hari sih, dia dateng. Kenapa kaget gitu deh?" Kit menatap temannya itu curiga "Lu kapan terakhir ketemu Forth?"

"Minggu, sebelum dibilang kuliah online. Biasa sih paling video call."

"Pantes..." Kit mengangguk-angguk sambil terus menyeruput es latte miliknya.

Kening Beam berkerut heran "Pantes apaan?"

"Sepi." Ucap Kit lalu tertawa.

Beam bukan bocah. Ia tahu benar ucapan Kit mengarah ke mana. Dan sebagai mahasiswa kedokteran, ia tahu apa yang harus dilakukan untuk mencegah penularan.

"Kuat lu?"

Beam tidak menjawab pertanyaan yang ini. Biar bagaimana, ada rasa rikuh juga, bicara ranjang—yang jika diakui—memang agak bermasalah karena virus sialan ini.

"Forth tuh lagi sering praktek, visit di luar gitu." Ini sebenarnya keluhan Beam, bukan pembelaan.

"Cowok lu udah gede kali, tau apa yang harus dilakuin. Apalagi calon suaminya dokter." 

Beam diam. Jika begini, berarti sedang mencerna omongan Kit. 

Walau ia melarang Forth datang karena Forth sering pergi dan lebih rentan tertular virus, naik motor pula, tapi... ia ingin pacaran juga.

"Capek kan, solo karir?"

Ucapan Kit sebelum keluar ruangan dibalas lemparan pulpen.

Sebenarnya, gampang sih, meminta Forth datang. Secara, dari pertama ia memang minta datang tapi Beam melarangnya. Masalahnya adalah...

Menurut Beam itu sulit.

Bilang 'Dateng dong, kangen.' Atau semacam 'i need you.' Itu lebih sulit dibanding ujian Metabolisme. Bahkan ketika ada video call dari Forth pun, Beam cuma menjawab seadanya, karena otaknya sedang memikirkan 'Bagaimana cara mengajak pacar datang ke tempatmu, tapi tidak terlihat butuh, padahal butuh banget.'

"Lagi mikirin apa sih?" Forth terlihat memakai kaos yang dari 2 hari kemarin dipakai. 

"Heum? Nggak, cuma... agak blank kebanyakan tidur."

"Butuh tidur yang lain mungkin..."

Beam tersenyum kecut. Inginnya membenarkan, tapi ditahan-tahan. Sampai selesai video call itu pun, ia tidak mengucap apa yang sudah menyangkut di sela tenggorokan.

Dan ketika Beam tiduran, bingung memilih series apa di Netflix, ada pesan masuk lagi dari Forth. 

Persetan dengan kata-kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Persetan dengan kata-kata. Beam hanya butuh Forth saat ini.

Jadi saat terdengar suara ketukan di pintu, Beam menyambar handuk sebelum membukanya.

"Mandi dulu." Beam menghadang wajah Forth yang hampir menciumnya dengan handuk.

"Hah? Aku udah mandi." Forth melepaskan handuk dari wajah, berniat mencium lagi pacarnya tapi kembali dicegah.

"Jangan deket-deket kalo nggak mau  mandi."

"Okay, then." Mau bagaimana juga, Forth selalu kalah urusan begini. Ya walau hampir tengah malam disuruh mandi.
.
.
.

Subuh
Ketika mereka sama-sama masih polos, tapi belum ngantuk karena sebelumnya kebanyakan tidur...

"Kamu kalo kangen, kalo pengin gitu ngomong kek..."

Beam bergeser, tiduran miring hingga berhadapan dengan cowoknya. "Kangen siapa? Pengin apa?"

Forth berdecak "Tuh kan..."

Beam menarik dagu Forth sebelum mencium bibirnya, lalu berbisik "Pengin lagi...gitu?"

Forth berdecak lagi. Tapi kali ini diikuti dengan cium dan raba di perut pacarnya.
.
.
.
End
.
.
.
Semoga bisa menghibur yg lagi social distancing.

Call it Somehow || ForthbeamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang