4. Sakit Hati Yang Kedua

1.2K 213 71
                                    

Sheila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sheila

Awalnya, gue nggak terlalu ambil pusing sama omongan Exy waktu di Dragonfly kemarin. Memang sih, niat awal gue memang mau mengenalkan Senja ke teman-teman gue. Exy, Bian, kalau Zizi nggak ikut suaminya ke Prancis juga pasti gue bakalan kenalin Senja ke dia kok.

Yang nggak gue sangka, si Exy ternyata beneran tertarik sama Senja.

Apa gue kemakan omongan sendiri, gara-gara waktu di mobil gue godain Senja soal Exy yang masih jomblo?

Tapi memang Exy jomblo kok. Ya gue juga sih, makanya waktu itu gue juga menawarkan diri untuk dikenalin ke temannya Senja.

Basa basi saja sebenarnya. Soalnya, gue benar-benar nggak ada topik kalau harus bicara sama Senja empat mata. Rasanya seperti segala bahasan yang gue susun di kepala mendadak hilang begitu saja.

Dibilang menyesal, ya nggak juga. Dibilang ikhlas, gue masih nggak bisa.

Masalahnya, gue baru saja reunian sama Senja setelah terpisah dua belas tahun tanpa tahu kabar satu sama lain.

Tapi ini Exy, sahabat gue sendiri. Exy yang dulu menolong gue saat gue kesulitan bayar biaya study tour. Gue nggak bisalah, menolak permintaan dia begitu saja.

Jadi, sewaktu Exy meminta gue untuk nyomblangin dia sama Senja, akhirnya gue cuma bisa mengiyakan dan mengangguk pasrah.

Mulut gue juga sih, asal ngomong waktu itu.

Tapi kenapa gue jadi sebal sendiri begini ya? Apa gue jangan-jangan...

Nggaklah, nggak mungkin.

"Bu Sheila, ada pertanyaan?"

Suara nyaring Pak Tama tiba-tiba menyadarkan gue yang seketika langsung ingat kalau sekarang gue lagi ikut general meeting.

Kenapa sih, gue mikirin hal beginian sampai dibawa ke ranah pekerjaan? Biasanya gue selalu bisa profesional dan nggak pernah membawa urusan pribadi ke kantor.

But, I think there's something wrong with my head right now.

Apalagi ketika gue melihat ke arah Senja yang malah tersenyum tipis. Asli deh, gue jadi berubah mirip orang aneh yang deg-degan sendiri.

"Tidak pak, tidak ada."

Pak Tama hanya mengangguk dan kembali ke tempat duduknya. Kali ini, giliran Senja yang maju ke depan.

Entah kenapa gue tiba-tiba menarik napas dalam.

"Selamat sore semuanya," ucap Senja yang diiringi tepuk tangan antusias dari peserta meeting, terutama para ibu muda dan perempuan single berumur macam gue ini.

Senja sih cuma senyum-senyum saja, nggak tahu apa kalau dia senyum begitu efeknya bisa bikin jantung orang jadi nggak sehat?

Duh, gue ngomong apa coba?

Senja Untuk Sheila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang