15. Bali, The Day After 🔞

1.5K 163 67
                                    

(a/n : Dimohon bijak, karena chapter ini mungkin lebih mature dari chapter-chapter sebelumnya)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(a/n : Dimohon bijak, karena chapter ini mungkin lebih mature dari chapter-chapter sebelumnya)

⚠️⚠️⚠️

Sheila

Legian, Sabtu pagi.

Gue terbangun bukan karena suara kokok ayam atau alarm. Bukan juga gara-gara aroma kopi atau roti panggang yang dulu sering Exy buat sewaktu kami tinggal bersama.

I wake up because of... this.

Karena ada deru napas lain yang gue rasakan di tengkuk saat gue membuka mata. It's warm.

Kalau perempuan-perempuan lain di luar sana suka meromantisasi the morning after sex, gue malah kepengin sebat.

But, I didn't bring cigarettes with me. Ya... karena gue udah janji nggak bakalan ngerokok lagi. Ruangan ini juga jelas-jelas non smoking room. Bisa kena denda gue kalau merokok di dalam kamar.

Dan mengingat tadi malam, last night was... incredible? Fantastic? Wild?

Nggak tahu. Gue pusing.

Yang jelas, Senja masih waras karena he didn't ejaculate inside me.

Waras, tapi sinting juga karena he asked for more, dan kami berhenti karena kelelahan setelah putaran ketiga.

Apa Senja sering seperti ini waktu di Aussie? I'm sure it wasn't his first time because he looks like he's trained. Dan gue juga nggak menyangkal kalau Senja bukanlah yang pertama.

I've done it with the guy I met at club when I was in college. Dan saat itu, keadaan gue lagi mabuk berat. Gue aja yang mabuk, cowok bajingan itu enggak.

Tapi tadi malam, gue dan Senja sama-sama sadar. Sama-sama setuju. Sama-sama waras untuk bisa menolak, seharusnya.

And now, it's time for me to go. Gue harus ke kamar karena ponsel gue tinggal di sana. Gue... harus kasih kabar ke Bima.

"Mau ke mana Sel?" tanya Senja begitu gue bergerak untuk menyingkirkan tangannya yang berada di perut gue.

Gue nggak mau berbalik karena belum siap untuk menatap wajahnya lagi, tapi sepertinya oknum yang suka meromantisasi the morning after sex malah Senja sendiri.

Bukannya minggir, tangan Senja malah semakin erat melingkar di perut gue, sambil mengusap pelan dan membuat gue sedikit menahan napas.

"Mau ke kamar, Sen. Hape gue masih di sana soalnya."

Senja trails butterfly kisses down my nape. "Jangan dulu Sel, gue masih pengin begini," ucapnya, berhenti untuk mencium punggung gue lebih lama.

Gue menghitung dalam hati sampai lima kali hitungan tapi Senja sama sekali enggan bergerak. Instead, he sucks my skin, hard.

"Don't you dare putting marks." Gue memperingatkan Senja dengan suara pelan sambil menata deru napas.

Senja Untuk Sheila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang