22. It's Okay, It's Okay

898 156 51
                                    

Sheila

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sheila

"It's what you do when you've experienced the worst of the worst. You seek out people like you... people worse off than you... and you use them to make yourself feel better about the terrible things that have happened to you."

Begitulah. Seperti kata karakter Lowen dalam buku Verity karangan Colleen Hoover yang sempat gue baca beberapa bulan lalu.

Begitu pula keadaan gue sekarang ini, yang seolah tengah mencari keberadaan satu atau dua orang, yang sekiranya juga bernasib sama seperti gue.

Tapi ternyata, yang gue temukan hanyalah raut-raut bahagia penuh tawa, seolah menertawakan keadaan gue yang payah saat ini.

Di tengah kerumunan banyak orang, tamu undangan, macam-macam sajian, gue seperti seonggok patung tanpa nyawa yang berdiri menatap mereka dengan nanar.

Badan gue boleh saja berada di sini. Di ballroom hotel tempat gue bekerja, merayakan anniversary sekaligus staff party. Tapi pikiran gue, jiwa gue, semuanya hanya tertuju pada seseorang.

Seseorang yang telah gue sekiti, Exylia, sahabat baik gue sendiri.

Gue masih kepikiran soal ucapannya dan teringat bagaimana tiga hari lalu gue mendapatkan pengusiran bersama Senja. Dan tadi pagi, Bianca memberi kabar kalau hari ini Exy sudah bisa pulang dan menjalani rawat jalan.

Jujur, rasanya gue ingin melesat dan pergi ke rumah keluarga Oom Alan untuk bergantian merawat Exy. Tapi gue bisa apa, kalau Exy seperti memblokir semua akses untuk gue seperti sekarang? Dia bahkan sama sekali nggak mau ketemu sama gue maupun Senja.

Gue juga sempat datang untuk menjenguk sekali lagi, dan Tante Mita bilang kalau Exy lagi nggak mau ditemui siapa-siapa.

See? It's so much worse than getting punches in the face.

Beruntung, Bianca selalu memberi informasi tentang keadaan Exy lewat WhatsApp story dan gue jadi bisa sedikit catch up tentang perkembangannya.

Berpikir kalau gue nggak berusaha lagi untuk meminta maaf? Salah. Tiap hari, gue mencoba untuk menelepon Exy, mengirim berpuluh pesan singkat yang hanya berakhir dengan dua centang abu-abu tanpa balasan.

This is what I deserve, right?

Gue lancang kalau harus berharap lebih dari itu.

Dan Senja... Berbicara mengenai laki-laki itu, tiap hari sosoknya selalu ada untuk memberi gue semangat, dan setidaknya sedikit harapan untuk menjalani sisa-sisa hari gue di Jakarta.

Jika kalian bertanya apakah gue mencintai Senja atau tidak, jawabannya adalah iya. Iya, gue mencintai Senja karena gue terlalu terlambat untuk merasa denial.

My love for him is getting bigger.

Gue seakan tertarik magnet yang ada pada diri Senja karena laki-laki itu adalah satu-satunya yang bisa membuat gue sedikit melupakan kejadian yang terjadi akhir-akhir ini.

Senja Untuk Sheila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang