18. The Right Decision

766 138 41
                                    

Sheila 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sheila 

There is always one stupid mistake that changes everything.

One and stupid.

Satu kesalahan gue, karena dari awal gue bermain dengan perasaan orang lain. Perasaan Senja, Exy, Bima, dan perasaan gue sendiri yang sampai saat ini masih gue rutuki dalam hati.

Satu kesalahan Senja, karena laki-laki itu selalu bertindak gegabah dan seringkali berbuat sesuatu tanpa berpikir lebih dulu.

Semuanya kacau. Chaos.

Exy masih terbaring lemah tak berdaya, sementara Bima mungkin saja jadi anti ketemu sama gue maupun Senja, setelah apa yang terjadi kemarin di rumah sakit.

Gue juga merasa kalau Bianca sedikit memandang gue rendah saat perempuan itu mengetahui hal yang sebenarnya terjadi.

Memang apa sih, yang gue harapkan setelah mengacaukan persahabatan kami? Berpikir kalau baik Bianca maupun Exy akan menerima gue dengan suka cita? Sepertinya berlebihan.

Skenario terbaik yang gue harap hanyalah sebatas tamparan yang Exy layangkan ke gue sebagai tanda kalau perempuan itu marah atas perbuatan bodoh gue yang main belakang sama pacarnya sendiri.

Sumpah, gue rasa tamparan dan makian akan jauh lebih baik daripada harus menerima perlakuan diam dan setelahnya, Exy tidak lagi menganggap gue sebagai sahabat.

That actually is the worst scenario I've ever imagined.

Gue nggak tahu apakah gue siap kehilangan Senja. Tapi yang jelas, gue nggak bakalan bisa kehilangan Exy dan juga Bianca.

Tapi, jika memang keadaan memaksa gue untuk melepaskan diri dan pergi menjauh, gue siap. Gue mampu.
Karena jika dengan begini gue bisa mengembalikan keadaan menjadi lebih baik, I'll do it.

Dan inilah yang membuat gue berpikir semalaman sepulang dari rumah sakit, bahwa satu-satunya hal yang gue bisa lakukan adalah pergi dari hadapan semua orang, mencari kehidupan lain.

Gue akan menunggu sampai Exy sadar, dan gue juga pasti akan menceritakan hal yang sebenarnya terjadi ketika perempuan itu bangun dari komanya.

Untuk sekarang, gue hanya butuh mempersiapkan surat pengunduran diri dan mempertimbangkan tawaran James untuk mengurus property di Batam dengan jabatan baru sebagai Director of Sales and Marketing.

Tawaran yang sebenarnya sudah ada semenjak sister property di Batam baru dibangun, dan gue dirasa cukup mumpuni, namun selalu gue tolak karena alasan lokasi.

But now, I have a reason to accept the offer. I have a reason to leave this city and start a new life.

Menyandarkan kepala gue sejenak sambil memejamkan mata, gue menikmati alunan in-house music yang mendayu di dalam ruang kerja gue, sampai tiga ketukan di pintu membuyarkan semuanya.

Senja Untuk Sheila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang