Sheila
"Capek banget Sel, hari ini."
Gue disambut keluhan Senja begitu memasuki Pajero Sport warna hitamnya yang terparkir elegan di P1.
Laki-laki yang duduk di belakang kemudi itu kemudian menyandarkan punggungnya sejenak, sambil menunggu gue memasang sabuk pengaman.
"Disemprot Pak James?" Gue bertanya, yang hanya direspons dengan anggukan kepala oleh Senja.
"Tahu sendirilah, GM mood-nya gimana kalau lagi akhir bulan gini tuh, pasti uring-uringan. Terus entar yang nggak ngerti apa-apa jadi kena imbasnya," gerutu Senja, kali ini sembari menyalakan mesin mobilnya.
Setelah sukses keluar dari area parkir gedung hotel dan mulai membelah sibuknya jalanan Jakarta pada petang hari, gue berinisiatif untuk menyalakan radio.
Prambors malam ini lagi muterin lagu-lagu barat, dan saat lagu berjudul Lost Stars milik Keira Knightly diputar, gue melanjutkan percakapan yang sempat berhenti beberapa menit lalu.
"Dulu EAM sebelum lo, si Pak Arthur, kalau habis disemprot sama Pak James pas akhir bulan gini pasti langsung banting-banting barang di pantry."
Senja menoleh sesaat ke arah gue. "Serius lo?"
"Beneran. Kasihan tuh OB sama OG, pasti jadi sasaran."
Gue melirik Senja yang saat ini tengah menggeleng kepala sambil berdecak. "Temperamental ya, si Pak Arthur itu?"
"Gitu deh. Makanya banyak yang nggak suka dan selalu jadi bahan omongan."
Senja hanya mengangguk pelan. Tangan kanannya masih sibuk memegang kemudi, sementara tangan kirinya bermain dengan ujung kepala gue dan melilitkan beberapa helai rambut di jarinya.
Gue benar-banar baru sadar. Tingkah laki-laki ini membuat gue menahan napas selama beberapa detik. Tidak berhenti di situ, jantung gue juga rasanya seperti mau meledak.
"Lo hobi banget ya mainin rambut gue, Sen." Gue memberanikan diri untuk membahas soal ini, begitu gue rasa detak jantung gue mulai kembali normal.
Senja terkekeh. Suara tawanya yang halus, terdengar seperti melodi di telinga. "Ya habisnya lembut sih, kayak bulu anak ayam yang dijual depan SD. Yang warna-warni itu," ucapnya, kali ini tertawa semakin lepas.
"Yee, enak aja, disamain sama anak ayam." Gue pura-pura bersungut sambil berusaha menyingkirkan tangan laki-laki itu dari puncak kepala gue.
"Oh iya, Sel."
Gue menoleh, mendapati Senja yang kali ini lebih fokus melihat jalan raya.
"Apa?"
"Ntar di apartemen lo ada bahan makanan nggak? Kalo nggak ada, kita mampir supermarket dulu bentar. Mumpung masih di luar."
Gue mencoba mengingat isi di kulkas apartemen gue sejenak.
"Ada sih. Tapi, apa nggak ribet kalau harus masak yang berat-berat?" tanya gue setelah berhasil mengingat bahan apa saja yang tersisa di dalam kulkas.
"Punya pasta?"
Gue mengangguk.
"Ya udah, ntar kita bikin itu aja biar cepet. Lagian capek juga kalau harus masak yang aneh-aneh," ucap Senja yang langsung gue setujui tanpa berpikir panjang.
Akhirnya, setelah melalui banyak drama kemacetan dan hiruk-pikuk Ibu kota, gue sama Senja sampai juga di apartemen gue yang sederhana.
Gue bilang sederhana karena memang bukan apartemen fancy yang biaya sewa sebulannya bisa dibuat beli satu unit motor. Tempat tinggal gue ini cuma satu dari sekian banyak apartemen low budget di Jakarta yang memang apa-apa harus self service.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Sheila
Romance[SELESAI] Sheila dan Senja. Mereka ibarat yin dan yang, hitam dan putih, Sahara dan Greenland. Terlalu kontras dan berlawanan. Tapi, bagaimana jika ternyata konsep sebuah kenyamanan adalah sesuatu yang berlawanan? Han Seungwoo as Rajendra Purnama S...