28 - Voítheia

9 4 0
                                    

Sekali lagi, Elite Thirteen harus kembali ke Istana Faemley untuk melaporkan hasil misi mereka. Valgard ragu bahwa Raja Magnus akan memaafkan mereka, lagi, karena kegagalan ini. Lebih parahnya lagi, mereka tidak punya petunjuk ke mana mereka pergi.

Setelah menjelaskan kejadian itu, Magnus justru terdiam. Entah mengapa, di pertemuan kali ini Magnus terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Sementara itu, Rhazien masih menunggu perintah yang akan dikatakan oleh Magnus.

"Raja?" tanya Rhazien yang memecah keheningan, bergema dan memantul kembali ke sumber suara. "Kegagalan mereka tidak bisa kita toleransi lagi."

Magnus menghela napas, mengangkat kepalanya dan menatap keempat Elite Thirteen yang berdiri kaku seperti patung yang menunggu untuk disingkirkan. Dan tanpa aba-aba, ia menggeleng. "Tidak," katanya.

"Ti-tidak, Raja?" tanya Rhazien memastikan. "Saya tidak mengerti."

"Aku tidak menganggap ini sebuah kegagalan," kata Magnus. Kata-kata itu tentu saja membuat para Elite Thirteen terkejut, terutama Valgard yang merasa lega bukan main. "Tapi aku ingin bertanya satu hal kepadamu, Valgard."

Valgard menundukkan kepalanya dengan cepat.

"Kau yakin bahwa Kingsmen ini memiliki kristal yang kucari, windweaver?"

Valgard mengangkat kepalanya, lalu berbicara dengan nada sangat yakin. "Saya sangat yakin. Dan kami juga menghadapi seorang elf yang merupakan murid dari salah satu Kingsmen tersebut, ia juga dapat menggunakan kristal itu untuk kabur."

Magnus mengangguk-angguk, ia berusaha memikirkan sesuatu namun tidak yakin bagaimana cara untuk mengungkapkannya. "Kurasa aku memang salah sudah meremehkan Kingsmen itu, terlebih mereka mempunyai seseorang yang dapat menggunakan kristal itu."

Rhazien dan para Elite Thirteen itu saling menatap untuk beberapa saat, mereka sedikit tidak percaya bahwa seseorang seperti Magnus mau mengakui kesalahannya, meski secara teknis itu bukan benar-benar kesalahannya. Dan tiba-tiba sang raja bangun dari singgasananya, ia masih diam dan hanya melempar tatapan misterius yang membuat para Elite Thirteen membuang muka ke arah lain.

"Panggil Anerea!" titahnya dengan suara lantang. Kemudian ia menoleh ke arah Rhazien. "Blood elf itu bisa melacak keberadaan mereka. Benar, kan, Penasihat Rhazien?"

Dengan sedikit gelagapan, Rhazien akhirnya menyadari apa yang baru saja dikatakan oleh Magnus. "Be-benar!" sedikit demi sedikit, ia bisa memahami rencana yang ada di dalam kepala rajanya. "Tapi..."

Magnus menoleh.

"Apakah itu benar-benar diperlukan? Bukankah ini terlalu cepat—memanggil Anerea?"

Anerea adalah Elite Thirteen nomor dua dengan gelar Archsage. Dia seorang blood elf mágissa dengan kekuatan dasar memanipulasi darah. Benar, dia menggunakan darah sebagai senjatanya dan dapat memanipulasinya menjadi benda apa pun, cair maupun padat. Selain itu, ia juga salah satu pengguna relik kuno, yaitu Crystal of Phantomlight.

Tipikalnya, semakin sedikit nomor di Elite Thirteen, maka semakin hebat kekuatannya. Dan oleh karena itu, Rhazien sedikit kaget karena Magnus menyuruhnya untuk memanggil Anerea—yang mana ia adalah Elite Thirteen terkuat kedua.

"Ya!" kata Magnus dengan semangat yang tak biasa, ia seolah mendapat pencerahan yang akan membuat dirinya berhasil dengan keputusannya. "Dan, tidak. Aku sudah merasa cukup meremehkan musuh yang kalian hadapi," ia menatap para Elite Thirteen di depannya dan terlihat cukup bersalah. Kemudian ia kembali duduk di singgasananya, "meraih kemenangan dini tentunya tidak akan menyakitkan siapa pun." Magnus tersenyum seraya mengunci tatapannya ke arah Rhazien, yang mana membuatnya sedikit tidak nyaman. Ada perasaan ngeri bercampur semangat ketika sang raja menatapnya secara demikian. "Bukankah kau setuju denganku?"

The Runaway ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang