09 - Sfragída

37 5 3
                                    

Sebuah tepukan di bahu mengagetkan elf berambut perak yang sedang berkutat dengan buku bacaannya, buku tebal yang terlihat masih cukup baru itu hampir saja terlempar dari kedua tangannya. Kepalanya langsung menoleh mengikuti ke mana tatapan mata mencari si penepuk bahu. Tempat tinggi yang sedang disinggahi Sienna bukan tempat yang cocok untuk dikagetkan. Ia berada di menara jam tua yang bangunannya sudah tidak lengkap lagi.

"Astaga," Sienna secara otomatis memegangi dadanya, jantungnya serasa lompat untuk sesaat.

"Hai Perak," sapa seorang laki-laki dari balik tembok yang digunakan oleh Sienna untuk bersandar. Kepala Sienna ditolehkan pada sumber suara yang memanggilnya dengan sebutan perak. Jantungnya menenang dengan cepat.

Kepala laki-laki itu mengintip dari balik tembok, rambutnya yang berwarna hitam kecokelatan menari-nari tertiup angin lepas yang bertiup ke arah selatan. "Apa yang sedang kau lakukan di tempat seperti ini?" pandangannya secara tidak sengaja tertuju pada surat putih yang ada di sebelah elf itu, ditumpuk batu agar tidak terbang tertiup angin.

 "Apa yang sedang kau lakukan di tempat seperti ini?" pandangannya secara tidak sengaja tertuju pada surat putih yang ada di sebelah elf itu, ditumpuk batu agar tidak terbang tertiup angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kukira semua manusia memanggil kami para elf dengan sebutan telinga runcing," kata Sienna, nadanya sedikit sinis, lalu ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Aku sedang mencari sesuatu," ia kemudian menjawab atas pertanyaan yang tadi diberikan padanya.

Laki-laki itu tersenyum mendengar kalimat Sienna barusan, dan ia justru terkesan sedikit geli. "Lalu apa hubungannya dengan tempat tinggi seperti ini? Kau tidak takut jatuh?" Ia kemudian duduk menghadap matahari yang ditutupi tembok yang sudah tidak genap lagi—tepat di depan Sienna, memberi jarak antara mereka berdua dengan buku yang ada di pegangan Sienna. "Kurasa tidak sopan jika aku memanggilmu dengan sebutan itu," ucapnya setelah mendapatkan tempat yang cukup nyaman.

Sienna menaikkan bibir dan alisnya, dahinya sedikit menampakkan garis kerutan. "Aku AKAN takut jika dikagetkan seperti tadi," ucapnya. Lalu, sambil menutup bukunya, ia kemudian menjelaskan dengan bantuan kedua tangannya yang lihai, dengan sesekali menunjuk rambutnya sendiri "Lagian, tidak ada yang memanggilku dengan sebutan telinga runcing karena rambutku yang perak ini. Kau sendiri tahu semua orang memanggil kami Si Perak Bersaudara. Mungkin itulah mengapa aku jarang mau keluar rumah dengan kakakku," ia menaikkan bahu seolah apa yang baru saja ia katakan hanya dugaan saja.

"Benar juga, sih," laki-laki itu memegangi dagunya yang sedikit lancip dengan jempol dan telunjuknya sambil memainkannya ke bawah dan ke atas secara berulang-ulang. "Oh iya, kau sedang mencari apa?" tanya laki-laki tersebut sambil melempar lirikan pada surat yang tergeletak di sebelah Sienna. "Surat itu?"

"Ya," kata Sienna sambil mengangguk dan menaruh bukunya di antara mereka berdua. "Aku sedang mencari tahu dari mana cap ini berasal." Ia mengambil surat itu dari batu yang menahannya dan menunjukkannya, namun tidak memperbolehkan laki-laki itu untuk memegangnya. "Kau tahu sesuatu tentang capnya, Vann?"

Manusia yang dipanggil Vann tersebut memperhatikan cap surat yang sedang dipegang oleh Sienna, namun setelah beberapa saat ia menyerah dan berakhir dengan gelengan. "Kurasa aku tidak pernah melihat cap seperti itu," ia memberi jeda, "Kau sudah membukanya?"

The Runaway ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang