Hanna Nata 1

80 13 2
                                    

HANNA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HANNA

Bisakah aku hidup dengan tenang. Sekali saja tanpa ada gangguan, apalagi saat aku sedang tidur nyenyak. Ahh...apa aku harus membenci setiap harinya. Entahlah aku sering sekali mengatakan benci.

Aku benar-benar lelah dan ingin rebahan saja. Oh... Tidak, mana mungkin manusia sepertiku bisa bersantai saat seperti ini.

Baru saja aku di maki-maki oleh Ibu kost karena menunggak sudah dua bulan. "Padahal baru dua bulan, seharusnya dia memaki kalau lebih dari lima bulan."

"Kost ini tidak terlalu layak untuk di tinggali. Sangat sempit dan untuk sampai di kamarku, harus naik puluhan tangga. Aku tinggal paling atas dan paling ujung, persis seperti rumah tikus di genteng." Aku mulai mengomel pagi ini.

Harusnya aku bersyukur masih mendapat tempat tinggal. Ini hanya tidak layak untuk kalangan lain. Untukku sangatlah layak, aku memang sengaja memilih kamar ini. Karena paling murah. "Sudahlah terima saja." Kataku pasrah

Jam dinding kamarku sudah menujukkan pukul 07.00 itu tandanya aku harus berangkat kerja. Tidak butuh waktu lama untukku menyiapkan diri. Aku tidak butuh dandan dan memilih pakaian sampai pusing. Aku hanya memoles wajah dengan bedak tabur dan sedikit lipstick yang tidak mencolok. Rambut yang selalu dikuncir kuda adalah ciri khas diriku " Hanna Risa". Panggil aku Hanna.

Aku menuruni anak tangga sembari memakan sepotong roti yang aku beli kemarin sore. Aku harus tetap menghargai perutku sekalipun dalam keadaan miskin. Aku harus selalu sehat untuk bertahan hidup. Akan sangat merepotkan jika aku jatuh sakit.

Aku selalu memberi senyuman kepada setiap penghuni kost yang aku temui. Aku dikenal sangat ramah dan senang membantu mereka. Bahkan, aku pernah terlambat berangkat kerja karena memasang bola lampu di kamar salah satu dari penghuni kost disini. Bukan hanya itu, aku juga pernah memperbaiki kipas angin yang rusak dan masih banyak lagi. Aku bisa sangat multitalenta saat dalam keadaan darurat. Jadi, tidak heran terkadang mereka senang menawarkan makanan saat aku pulang bekerja. Aku tidak bisa menolak kalau itu makanan.

Aku mengayuh sepeda sepanjang perjalanan menuju tempatku bekerja. Sepeda ini sudah sangat tua, lengkap dengan keranjang di depannya. Dulu, aku pernah bekerja sebagai pengantar koran. Sepeda ini adalah pemberian bossku saat bekerja disana. Dia sangat baik dan berjasa dalam hidupku, seandainya saja usaha bossku yang dulu tidak bangkrut. Aku pasti masih bekerja disana.

Aku tetap memakai sepeda ini kemanapun aku pergi. Aku harus bisa menghemat uang dan menunda membeli barang mahal. Begitu menyedihkan jika keinginan harus tertunda karena kebutuhan.

Tapi aku harus tetap menjalani kejamnya duniaku. Aku harus tetap tersenyum meskipun beban hidupku sangatlah berat. Aku harus bekerja banting tulang sendirian.

Pagi ini aku bekerja sebagai pelayan restoran. Malam harinya aku bekerja lagi sebagai ojek online. Aku hanya bekerja sampai jam 23.00. Aku meminjam sepeda motor milik sahabatku "Tia". Dia memiliki dua sepeda motor dan sudah berkali-kali memintaku untuk membawanya pulang ke tempat tinggalku. Tapi aku menolak, aku hanya meminjamnya saat bekerja saja dan mengembalikannya setelah selesai.

*

Aku baru saja akan menuju rumah Tia. Di tengah jalan, aku harus berhenti lumayan lama. Jalan yang aku lalui mendadak ramai. Aku menyaksikan remaja perempuan labil yang berteriak sambil memotret kegirangan. Aku sama sekali tidak penasaran dengan mereka. Aku mencoba menunggu beberapa menit lagi, masih saja lama. Aku sudah kehilangan kesabaran dan menerobos begitu saja. Aku menekan bel di sepedaku kencang. Mengagetkan mereka yang sedang memenuhi jalan. Aku menundukkan pandangan dan mengayuh sepeda dengan sangat cepat.

Tidak peduli apapun yang terjadi setelah aksi nekatku barusan, yang penting aku lolos dan bisa bekerja. " Untung saja bukan tawuran, kalau tidak aku bisa mati konyol disana."

Nafasku terasa berat dan naik turun. Aku mengatur nafasku perlahan dan melihat Tia sudah rapi tidak seperti biasanya. "Mau kemana Ti?."

"Cantik nggak? Cocok nggak?." Tia bertanya sembari membalikkan badannya. Minta di perhatikan style dirinya malam ini.

"Cocok kok, kamu cantik Ti."

"Serius, aku buru-buru nih mau ketemu pujaan hati aku. Aku duluan ya Hanna." Tia bergegas pergi dengan teman-temannya yang sudah menunggu di dalam mobil.

Hmm.. Baru saja aku mau bercerita kepada Tia tentang keramaian di jalan tadi. Tapi sudahlah, aku tidak begitu peduli. Aku harus bekerja sekarang, waktuku sudah banyak terbuang sia-sia karena kejadian tadi.

Hanna NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang