Sebuah Mimpi Sederhana

10K 515 41
                                    

Kinal's POV

Perlahan mataku terbuka, menyesuaikan cahaya matahari yang menembus jendela.

"Selamat pagi Nona," sambut seorang wanita di samping, asisten pribadiku. Sebuah nampan dengan segelas air putih di atasnya disodorkan padaku.

"Hari ini Nona ada dua pertemuan. Jam sembilan pagi dengan direksi perusahaan, lalu jam dua siang dengan client dari Hongkong," lapornya.

Aku hanya mengangguk sebagai balasan, menaruh gelas yang sudah kosong di atas nampan, lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

***

Aku meneliti jajaran blazer di hadapanku, menunjuk salah satu. Lalu pelayan di belakangku dengan sigap mengambil, dan memasangkannya untukku. Aku beralih pada display yang memajang berbagai jenis jam tangan dengan merk berbeda. Kutunjuk satu yang berwarna gold, pelayan di belakangku lagi-lagi dengan sigap mengambil, lalu menyerahkan padaku.

Selesai dengan penampilan, aku keluar dari walking closet. Seorang pelayan memyambut dengan nampan di tanganya.  Secangkir kopi dan segelas orange juice berjejer di atasnya.

"Jus," ucapku, ia langsung menyerahkan jus itu padaku, lalu keluar dari kamarku.

Beberapa pelayan yang melihatku keluar dari kamar, langsung menunduk, tanda penghormatan.

"Mobil sudah siap Nona," ucap asisten pribadiku, kuikuti langkahnya menuju halaman depan rumah.

Seorang supir tersenyum begitu melihatku, dibukanya pintu penumpang begitu aku melangkah menuruni tangga.

"Nona," tahan asisten pribadiku, tepat ketika aku hendak masuk ke dalam mobil.

"Koran harian, Nona," ia menyodorkan koran bisnis harian yang biasa kubaca.

Aku tersenyum, mengambil koran itu dari tangannya. Mungkin jarak tanganku dengan koran kurang dari satu senti saat ia kembali menarik koran itu, membuatku bingung dengan tingkahnya.

Aku semakin bingung kala ia mulai menggulung koran itu. Tangannya terangkat, lalu...

Plakk

Ia memukulkan gulungan koran itu tepat ke kepalaku, membuat emosiku naik seketika.

"Apa-apaan kamu!!" Teriakku


""Eloo yang apa-apaan wooyy!!!"

Plaakk plaakkk

Pukulan itu membuatku tersentak. Terdiam aku sesaat, masih tak habis pikir dengan apa yang baru saja terjadi. Aku menoleh ke samping, tersenyum mendapati Bang Fandi yang menatapku seolah ingin memakanku hidup-hidup. Gulungan kertas nasi masih ada di tangannya.

"Ehehehe Bang."

"Bang bung bang bung mata lo peyang! Ngayal mulu kerjaan lo!!" Omelnya, membuatku terkekeh. Merasa lucu atas apa yang baru saja kulamunkan. Andai Bang Fandi tak menyadarkan, mungkin saja tadi aku sudah sampai kantor. Dalam khayalan maksudku.

"Ah Bang Fandi nggak asik nih, padahal lagi seru tadi khayalan gue."

"Mimpi mulu kerjaan lo," timpalnya kesal, membuatku terkekeh.

"Kan semua berawal dari mimpi Bang, siapa tau nanti jadi kenyataan."

"Mimpi doang kalo nggak kerja juga nggak ada gunanya. Udah cepet anter pesenan sono."

Aku segera mengambil kunci mobil di gantungan, lalu mengambil nota pembayaran di meja kasir. Sususan kotak makan yang tadi disiapkan Bang Fandi sudah tak ada di atas meja, artinya Bang Fandi sudah memasukkannya ke dalam mobil box.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang