Kerja itu Wajib, Liburan itu Harus

2.7K 339 93
                                    

Veranda's POV

"Mama mana Pa?"

Aku meletakkan teh yang baru saja kubuat di meja samping Papa. Lalu kembali mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari keberadaan Mama. Sebelum aku masuk ke dapur, Mama masih di sini tadi, duduk bersama Papa.

"Ke depan tadi, ada yang manggil. Nggak tau deh siapa."

Niatku untuk menyusul Mama urung kala Mama terlebih dulu masuk ke dalam rumah.

"Baru aja Ve mau susulin ke depan. Tadi siapa Ma?"

Mama mengangkat plastik putih di tangan kanannya, lalu menyodorkannya padaku. Aku diam sejenak, tak langsung mengambilnya.

"Ini apa Ma?"

"Kebaya kamu udah jadi. Tadi dianter langsung sama Bu Ayu."

Aku hanya mengangguk, mengambil plastik itu dari tangan Mama. Biasanya akan butuh waktu lebih dari satu minggu untuk menunggu pesanan di Bu Ayu selesai. Tapi kali ini, hanya enam hari pesananku sudah jadi. Sepertinya pesanan Bu Ayu sedang tak terlalu banyak.

"Bu Ayu mau ke rumah Pak RT katanya, makanya kebaya kamu sekalian dianterin. Mumpung lewat sini."

Lagi-lagi aku mengangguk mendengar penjelasan dari Mama. Padahal baru saja akan kutanyakan mengapa Bu Ayu mau mengantarkan pesanan pada pelanggan. Biasanya pelanggan yang akan mengambil sendiri pesanannya ke rumah Bu Ayu.

"Cobain Ve, Papa pengen liat."

Menuruti ucapan Papa, aku masuk ke dalam kamar, mencoba kebaya dari Bu Ayu. Cukup lama bercermin, memperhatikan setiap detail kebaya yang kini kukenakan. Semuanya sama, persis seperti contoh gambar yang kuberikan pada Bu Ayu.

"Wih, kondangan kemana Kak jam segini?"

Aron mengambil jeruk di meja makan, lalu mendekat ke arahku. Ia memperhatikanku dengan seksama dari ujung kepala hingga kaki.

"Udah cocok tau Kak, nikah aja udah." ledeknya, membuatku mendengus kesal. Mama dan Papa malah tertawa mendengar ucapan Aron.

Tak menanggapi ucapan Aron, aku menghampiri Mama dan Papa.

"Wah, cantik banget anak Papa. Bisa-bisa tamu undangannya salah fokus nanti gara-gara pendamping pengantinnya cantik banget." puji Papa.

"Enggalah Pa, Diva juga pasti cantik banget nanti."

"Kamu juga nggak kalah cantik, ya kan Ron?" Ditanya seperti itu, Aron kembali memperhatikanku. Dahinya berkerut, seperti tengah berpikir keras. Tapi tangannya tak henti memasukkan potongan jeruk ke dalam mulut.

"Bener sih Pa, Kak Ve cantik. Tapi sayang..."

Mataku memicing, perasaanku mulai tak enak.

"Sayang apa Ron?" Tanya Papa

"Sayang jomblo terus hahahaha."

"Aronn!!!!"

Tawa Mama dan Papa kembali pecah, sedang Aron sudah berlari keluar dari rumah. Mungkin jika tak memakai kebaya, sudah kukejar kemana pun ia kabur.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang