Kentang Balado

2.7K 400 35
                                    

Kinal's POV

"Buku siapa Nal? Banyak banget," heran Bapak, melihat tumpukkan buku yang kubawa.

"Buat Verandalah Pak, siapa lagi. Kinal mana mau baca buku," timpal ibu yang datang dari arah dapur.

"Hehehe tau aja Bu."

"Emang buku sebanyak itu dapet dari mana Nal? Beli?" Tanya Bapak lagi

"Enggalah, ini dikasih sama pelanggan. Udah nggak kepake katanya, daripada dibuang kan."

"Ibu ada paper bag kayaknya di kamar, Ibu ambilin ya Nal. Kalian abisin dulu sarapannya."

"Ihh Ibu emang paling ngerti deh, makasih Bu," sahutku.

Aku dan Bapak melanjutkan sarapan yang sempat tertunda.

"Motor kamu kok belum diservis Nal? Biasanya tanggal segini kamu udah bawa ke Bengkel," Tanya Bapak.

"Nanti aja Pak awal bulan, sekalian mau ganti ban soalnya."

"Kalau duit kamu nggak cukup, nanti Bapak yang bayar setengahnya," timpal Bapak.

"Udah Pak, nggak usah. Duit Bapak mending dikasihin ke Ibu aja, sama ditabung. Siapa tau nanti ada kebutuhan mendesak. Lagian Kinal kan udah dewasa, masa mau bergantung sama Bapak terus. Harusnya Kinal yang ngasih duit ke Bapak sama Ibu."

"Anak Bapak emang udah dewasa sekarang. Eh tapi kok belom nikah ya hahaha."

"Ishhh Bapak apaan sih. Kinal belom mikirin masalah itu."

"Hahaha iya iya, becanda."

"Pokoknya sekarang tugas Kinal cari duit yang banyak biar kehidupan kita jadi lebih baik. Prioritas utama Kinal cuma satu, bahagiain Bapak sama Ibu."

Bapak tersnyum, mengusap lembut kepalaku.

"Kamu boleh berusaha buat bahagiain Bapak sama Ibu, atau juga orang lain. Tapi inget, kamu juga harus bahagia."

Aku hanya mengangguk, tersenyum pada Bapak. Dibanding Ibu, aku memang lebih dekat dengan Bapak. Mungkin karena Ibu sedikit pendiam, berbanding terbalik dengan Bapak yang cerewet dan humoris, sama sepertiku. Tapi bukan berarti aku lebih sayang pada Bapak. Aku menyayangi keduanya, dengan sangat.

Di tengah obrolanku dengan Bapak, Ibu datang dengan paper bag, juga bekal makan siang untuk Bapak.

"Kinal berangkat ya Pak, Bu," pamitku, lalu keluar dari rumah. Segera memacu motor ke rumah Veranda.

Veranda nampak berdiri di depan gerbang rumahnya, menungguku menjemput tentunya. Biasanya ia menunggu di depan gerbang dengan Aron-adiknya, yang juga menunggu jemputan dari teman sekolahnya. Sepertinya Aron sudah berangkat terlebih dulu.

"Lama nggak nunggunya?" Tanyaku

"Dikit lebih lama dari yang biasa."

"Nungguin Ibu beresin ini dulu tadi," kusodorkan paper bag itu padanya. Terlihat bingung, namun ia tetap mengambilnya.

"Ini apaan?" Tanyanya

"Buka aja."

Kerutan di dahinya semakin banyak kala melihat isi di dalam paper bag itu.

"Ini punya kamu?" Tanyanya lagi

"Bukan."

"Trus?"

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang