Menebus

2.6K 337 57
                                    

Flashback

"Ini punya kamu Nal?"

Meletakkan sepatunya pada rak, Kinal menghampiri sang ibu. Mengambil benda yang sejak tadi disodorkan itu.

Terkejut ia melihat benda itu, dua lembar tiket nonton film yang memang sedang ingin ditontonnya sejak minggu lalu. Waktu yang tertera di sana pukul enam sore, artinya sudah lewat hampir tiga jam yang lalu.

"Veranda sejak kapan di rumah Bu?"

"Dari sore. Sampe ketiduran dia nungguin kamu. Tadi Ibu suruh makan dulu juga nggak mau."

Mengembuskan napas berat, Kinal berjalan lemah menuju kamar. Tubuhnya yang lelah terasa semakin lelah mendapati tiket itu. Bahkan Ayahnya yang baru keluar kamar saja hanya disapa dengan senyum tipis. Membuat laki-laki paruh baya itu memandang sang istri dengan tatapan bertanya, ada apa gerangan dengan anak mereka.

Kinal melempar tubuhnya ke atas ranjang. Raganya kini beristirahat, tapi pikirannya berkelana kemana-mana. Memikirkan betapa lelahnya Veranda menunggunya di sini. Betapa kecewanya Veranda saat tak bisa memberinya 'hadiah' yang ia yakini dipersiapkan sebagai kejutan untuknya.

Ia membuat Veranda kecewa. Ia benci dengan fakta itu.

Flashback Off

Flashback Off

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kinal's POV

"Jadi beli martabak nggak nih?" Tanya Rino, seraya meletakkan empat gelas es teh di atas meja. Aku, Bang Fandi, dan Mbak Nia langsung mengambil bagian masing-masing.

"Jadilah, gojek ajalah tapi, males keluar gue," sahutku.

"Yaudah ayo markipat. Nih gue dua puluh rebu," Bang Fandi meletakkan uang pecahan dua puluh ribu di atas meja, diikuti dengan Rino yang mengeluarkan sepuluh ribu. Aku pun mengeluarkan jumlah yang sama dengan Rino.

"Masih kurang dua puluh rebu nih kalo sama ongkir gojeknya. Sayang, duit kamu keluarin juga dong," kalimat itu membuat Bang Fandi mendapat tatapan tajam dari Mbak Nia.

"Bayarin ta Mas, duit suami kan duit istri juga," sahut Mbak Nia.

"Jurus andalan terosss," Bang Fandi menyindir, tapi tetap saja mengeluarakan uang patungan bagian Mbak Nia.

"Nggak terima ta kamu mas?!"

"Enggak sayang, mana mungkin aku nggak mau bayarin istri tercinta."

"Tapi boong," lanjutnya dengan suara yang sangat pelan.

"Aku denger ya Mas kamu ngomong apa!! Macem-macem tak taplok lambemu Mas!"

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang