Rujak

2.9K 405 63
                                    

Kinal's POV

"Nal solat Nal, jangan nongkrong di pohon terus. Lo ditungguin buat azan tuh!" Teriak Rino dari bawah.

"Gue cewe ya bangsat!" Balasku

"Hahaha gue pikir abang-abang," lanjutnya. Kulempari ia dengan kerikil di dekatku, namun ia lebih dulu berjalan mendekat ke pohon, lalu memanjat tangga untuk naik ke tempat dimana aku bersantai sejak tadi.

"Emang sialan lo ya No. Lo sendiri kenapa malah naik ke sini, bukannya ke masjid berjamaah."

"Gue kristen ya bangsat!" Balasnya, meniru kata-kataku tadi. Kali ini aku yang tertawa.

Melihatku mengubah posisi duduk, Rino ikut menurunkan kakinya, membiarkannya menggantung dengan bebas. Kedua tangan bertumpu pada kayu yang menjadi pembatas rumah pohon ini.

Kami memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di bawah sana.

"Bang Fandi!" Teriak Rino, membuatku menoleh. Bang Fandi mengenakan baju koko, sarung, lengkap dengan peci.

"Eh gue pikir monyet lo bedua, nongkrong di atas pohon," sahut Bang Fandi, membuat kami tertawa.

"Sialan lo Bang, udah berangkat sono. Solatnya yang khusuk ya, jangan mikirin seligkuhan mulu," ejek Rino, membuatku semakin tertawa karenanya.

Bang Fandi mengacungkan jari tengah, lalu memberi isyarat agar kami menutup mulut. Menengok sekitar, takut-takut ada yang mendengar ucapan Rino.

"Ntar gue balik dari masjid pada ke rumah ya, bantuin angkat sofa."

"Oke Bang," sahutku dan Rino. Bang Fandi kembali berjalan menuju masjid.

"Tadi bang Fandi ngacungin jari tengah, whudunya batal nggak Nal?" Tanya Rino, membuatku mengerutkan dahi. Laki-laki ini memang super random, sering menanyakan hal-hal yang tak tak pernah terpikirkan sebelumnya.

"Nggak tau, nanti gue tanya Pak ustad deh," sahutku.

***

Prangg

Aku dan Rino berhenti melangkah, saling pandang dengan tatapan bingung. Entah apa yang terjadi di dalam rumah Bang Fandi, yang pasti suara itu berasal dari dalam rumahnya.

"Suara apaan tuh Nal?" Tanya Rino, aku mengedikkan bahu.

"Masuk nggak nih?" Tanyaku balik, kali ini Rino yang mengedikkan bahu.

"Udah masuk aja yuk, itu barang jatoh dari atas lemari kali," lanjutku, menarik lengan Rino untuk masuk ke dalam.

"Assalamualaikum."

"Hehhh hehh awas awas," Bang Fandi keluar dari kamar dengan langkah tergesa, membuatku dan Rino semakin bingung.

"Kenapa sih Bang?" Tanyaku. Ia tak menjawab, menarik tanganku dan Nino keluar dari ruang tamu dengan tergesa.

Baru saja akan masuk ke dalam mobil...

"MAU KEMANA KALIAN?!"

Kami bertiga kompak berhenti, lalu menoleh ke belakang. Mbak Nia-istri Bang Fandi sudah berdiri di ambang pintu, dengan sapu yang sudah terangkat di tangan kanannya.

Aku menelan ludah melihat ekspresinya. Siapa pun bisa menebak jika ia sedang marah. Aku menoleh ke samping, mendapati Rino dan Bang Fandi yang ekspresinya tak jauh beda denganku.

"MASUKKK!!!!" Teriaknya, membuat kami tersentak kaget. Juga semakin merasa takut.

"Tuhh Bang, lo disuruh masuk tuh. Gue sama Kinal balik aja deh," bisik Rino, mencoba melepaskan tangan Bang Fandi dari lengannya. Sama seperti yang kulakukan. Namun tangan Bang Fandi malah lebih kencang di lengan kami.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang