Drunk

2.6K 378 36
                                    

Veranda's POV

"Mah, aku keluar ya?"

"Kemana?"

"Biasa Mah," sahutku, Mama hanya mengangguk, sudah mengerti maksud dari ucapanku.

"Eh Ve!" Panggil Mama, membuatku urung membuka tuas pintu.

"Sekalian panggilin Aron ya, ada pesenan yang harus dianter nih. Paling dia di warnet."

"Iya Mah."

Langit cukup berawan hari ini, membuat udara tak terlalu panas. Jadi kuputuskan saja untuk berjalan kaki, sekalian mencari Kinal. Siapa tau bertemu di jalan.

Aku berhenti sejenak saat melihat Rino tengah bermain bola dengan beberapa anak kecil. Menyadari keberadaanku, ia menghampiri. Meminta anak-anak itu menghentikan permainan sejenak.

"Kenapa Ve? Nyari Kinal ya?" Tanyanya, seraya mengipas wajahnya yang penuh keringat dengan kaosnya.

"Kamu liat nggak No?"

"Enggak. Tadi malah gue telponin buat ngajakin main bola, nggak diangkat sama dia."

"Hmm yaudah, aku lanjut cari Aron dulu deh kalo gitu. Duluan ya No,"pamitku.

"Yo" sahutnya, lalu kembali dalam permainan.

Kembali kulangkahkan kaki ke warnet yang kebetulan berada tepat di samping gang. Parkiran di depan warnet penuh oleh motor. Sepertinya karena weekend, jadi para pelajar seperti Aron sudah pasti memanfaatkan waktu libur dengan bermain game, atau sekadar membuka sosial media.

Kuedarkan pandangan pada setiap sudut ruangan, mencari keberadaan Aron. Kudapati ia tengah fokus menatap komputer, dengan headset yang melekat di telinganya. Aku berjalan menuju bilik dimana ia berada.

"Aron."

Ia mendongak sejenak, lalu kembali menatap layar di hadapannya.

"Aron," panggilku lagi, ia memberi isyarat agar aku diam.

"Aron!!!" Panggilku, membuatnya tersentak kaget. Buru-buru ia melepaskan headset, menatapku dengan cengirannya.

"Kenapa sih Kak? Aku jadi kalah deh tu main game."

"Kamu disuruh pulang sama Mama, ada pesenan yang harus dianter."

"Yah, sejam lagi dong. Waktu aku masih sisa sejam lebih nih, sayang banget kalo nggak diabisin," sahutnya, memasang wajah memelas.

"Enggak. Mama minta kamu pulang sekarang."

"Yah, yaudah deh."

Hendak beranjak dari kursinya, Aron kembali duduk. Ia tersenyum, lalu menunjuk-nunjuk bilik di sebelahnya. Ia berbicara tanpa suara, namun sangat jelas ia mengatakan "cek bilik sebelah."

Tak mengerti sebetulnya apa maksudnya memintaku untuk memeriksa bilik di sebelahnya. Tapi karena penasaran, aku jadi melangkah mendekat.

Aku semakin bingung melihat orang yang tengah menutup wajahnya dengan buku itu. Bagaimana ia bisa bermain komputer jika wajahnya ditutup seperti itu. Atau jangan-jangan, ia sedang tertidur, atau bahkan menangis.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang