Memories 3.0

2K 248 10
                                    


"Mau sampe kapan kamu begini terus?"

Pertanyaan itu sama sekali tak digubris oleh wanita yang tengah duduk di pinggiran kolam. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya. Sudah ratusan, bahkan ribuan kali pertanyaan itu terlontar dari mulut orang-orang di sekitarnya.

"Hidup kamu terlalu berharga untuk menangisi seorang pecundang itu. Sejak awal dia membawa keburukan"

Pernyataan itu selalu sama. Berulang setiap hari sampai ia ingin muntah saking bosannya dengan kalimat kebencian yang selalu dilontarkan Ayahnya itu.

"Dia nggak punya hati!"

Tak ia pungkiri. Pernyataan sang Ayah memang benar adanya. Tapi bukankah membuat orang yang sedang berduka jadi semakin sedih juga merupakan hal yang tak patut dilakukan orang yang memiliki nurani? Jadi apa bedanya sang Ayah dengan orang yang baru saja dibicarakan. Sama saja. Sama-sama tak punya hati.

"Denger sayang. Kamu masih muda, masa depan kamu masih sangat panjang. Papa tau kamu sedih, terpukul karena kejadian itu" Suara itu kini melembut.

"Nggak hanya kamu, Papi sama Mami juga sedih. Sangat sedih malah. Tapi nggak selamanya kita harus bergelung dengan kesedihan, kan? Hidup harus tetap berjalan, sayang"

Rangkulan sang Ayah membuatnya sedikit merasa hangat.

"Papi yakin, mereka pasti ingin kamu bahagia. Sama seperti Papi dan Mami yang ingin kamu selalu bahagia"

Kemudian ia tersedu dalam dekap sang Ayah. Segalanya luruh seketika. Kesedihan, kenangan buruk, ego, bahkan rasa benci yang sempat ia rasakan pada sang Ayah.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang