Memories 2.0

2.3K 265 18
                                    

Jakarta, 1993

Setiap orang yang berpapasan dengan perempuan itu memandang aneh. Tentu karena dress yang masih melekat di tubuhnya. Tak acuh, perempuan itu terus berjalan, memperhatikan nomor kamar yang dilewati. Berharap segera menemukan ruangan yang dicari.

Ia bahkan tak mengetuk pintu terlebih dulu ketika menemukannya. Tanpa permisi ia masuk, membuat dua laki-laki yang tengah mengobrol itu terkesiap.

Senyum langsung tercetak di bibir laki-laki yang terbaring di kasur itu. Bahagia mendapati kekasihnya datang. Tapi sedetik kemudian ia diselimuti perasaan khawatir. Memperhatikan pakaian yang dikenakan sang kekasih, ia baru ingat jika malam ini merupakan perayaan ulang tahun Ayah dari perempuan itu.

"Kok bisa sampe masuk rumah sakit gini?" Tak bisa disembunyikan, perempuan itu jelas terlihat sangat khawatir. Suaranya bergetar.

"Cuma alergi, sayang." Laki-laki itu menyahuti lembut. Digenggamnya tangan sang kekasih, berharap kekasihnya jadi lebih tenang.

"Padahal udah gue larang tuh, tapi dianya bandel." Laki-laki yang sejak tadi duduk di samping ranjang itu bersuara. Memberi informasi, juga mencoba mencairkan suasana. Ia tau sahabatnya tak mau membuat sang kekasih khawatir.

"Isshh kamu bandel banget. Udah tau alergi, tetep aja dimakan!"

Kedua laki-laki itu terkekeh melihat wajah cemberut perempuan itu. Semakin perempuan itu cemberut, kekehan kedua laki-laki itu berubah menjadi tawa.

"Abis keliatannya enak banget, makanya aku coba."

Pembelaan yang dilakukan laki-laki itu sama sekali tak berpengaruh. Kekasihnya tetap merajuk.

Ingin memberi lebih banyak waktu untuk sahabatnya dan sang kekasih, laki-laki yang duduk di samping ranjang itu pamit keluar. Kini tinggalah sepasang kekasih itu.

Lama dalam keadaan hening, laki-laki itu bersuara.

"Hei, maaf ya udah bikin kamu khawatir."

Mendengar ucapan yang begitu tulus, perempuan itu kembali menatap sang kekasih. Senyum lembut itu selalu bisa meluluhkan hatinya.

"Jangan diulangin lagi ya. Aku takut banget kamu kenapa-kenapa."

"Iya, aku janji."

Pelukan hangat dari sang kekasih seolah menjadi suntikan energi untuk laki-laki itu. Diusapnya punggung sang kekasih dengan lembut, meresapi setiap detik kebersamaan mereka.

"Kamu jadi ninggalin acara deh gara-gara aku."

Perempuan itu tertawa, mengusap lembut wajah kekasihnya itu. "It's okay, aku udah izin kok sama Papi. Yang penting sekarang aku di sini, nemenin kamu."

Seperti yang dikatakan, perempuan itu menemani sang kekasih berjam-jam. Membicarakan banyak hal. Mulai dari pekerjaan, sampai kegiatan masing-masing di luar pekerjaan. Hingga kekasihnya itu terlelap, barulah ia kembali pulang. Rasa khawatirnya tak sepenuhnya hilang, tapi setidaknya tak sebanyak sebelum ia datang ke rumah sakit.

HOPE  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang