"DINDA!!!" sergah cowok dengan muka menahan amarah.
"Lo menjatuhkan harga diri di depan Meira tau gak sih?" maki Aldo tidak terima.
"Berapa harganya, seribuan?" tanya Dinda dengan tawa yang tidak berhenti sejak tadi.
"Dihargai bukan berarti dirupiahkan!" ucap Aldo lantang.
Jam pelajaran yang kosong, dimanfaatkan Dinda untuk menjahili Aldo. Ia tengah membicarakan kejelekan Aldo didepan Meira yang belum mengenal lebih jauh tentang mereka. Aldo yang menjadi bahan candaan menampilkan senyum tidak suka. Dinda yang sudah tahu sikap Aldo dari dulupun tidak peduli, toh ini balasan untuk Aldo yang sering menjahilinya.
Kekehan terdengar dari sosok perempuan yang sedang mengenggam novel. Pandangannya tertuju pada dua orang yang menjadi temannya beberapa hari itu. Ia merasa terhibur dengan perkelahian dua cucu adam ini. Setidaknya melihat keributan kecil mereka, beban yang dipikul Meira sedikit mengurang.
Biasanya Meira sulit beradaptasi dengan teman baru. Tapi kali ini, Meira dengan mudahnya berteman dengan mereka. Meski baru beberapa hari berteman, Meira sudah merasa berteman sangat lama. Mereka mampu membuatnya merasa nyaman."Liat muka Aldo Mei, kayaknya lagi nahan boker deh," telunjuk Dinda mengarah pada wajah lelaki yang sedang menahan kesal itu.
Perempuan itu tertawa lepas tak peduli orang sekitar yang menatapnya risi.
Pandangan Aldo tertuju pada Meira yang sedang tertawa kecil itu dan beberapa detik kemudian pandangannya beralih pada Dinda yang sedang tertawa terbahak itu.
"Gue seneng liat lo berdua ketawa," mendengar ucapan Aldo, Meira yang sedang terkekeh itu kemudian diam."Tiap hari lo harus gini ya biar kita ketawa terus," ucap Dinda tidak terlepas dari tawanya.
"Ogah! Nanti reputasi gue sebagai cowok ganteng menurun lagi," tolak Aldo mentah mentah.
"Kamu tetap ganteng kok ...," ucap Meira tertawa yang membuat pipi Aldo bersemu merah. "diantara kita berdua...." serentak Meira dan Dinda tertawa, sedangkan Aldo tampak memajukan bibir tanda tidak senang.
"Gak lucu tau gak lucu!" ujar Aldo memajukan bibirnya yang dibalas tawaan oleh dua temannya.
"Aduh gue ke belakang deh gak kuat ketawa mulu," pamit Dinda ngibrit ke luar.
Aldo bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke tempat Meira duduk. Meira yang semula tertawa, melihat pergerakan Aldo langsung mengatupkan bibirnya. Kemudian Aldo duduk disampingnya. Suasana diantara mereka begitu akward.
"Dia harus diberi pelajaran Mei."
"Dia udah maaf, gak usah diperpanjang deh Al," pinta Meira dengan wajah tak suka. Ia sedang melupakan kejadian itu tetapi Aldo malah membahasnya
"Terus lo maafin gitu aja? Lo tau kan dia udah nyakitin lo."
"Al, Tuhan aja pemaaf, manusia juga harus dong. Lagian dia juga ada alasan kenapa dia begitu ...," ucapnya terputus "kamu gak usah ikut campur tentang masalah aku ....
"Oke kalo itu mau lo."
Aldo kemudian meninggalkan Meira, pergi dengan hati kecewa. Berniat membantunya malah mendapat penolakan. Bahkan Meira bilang jangan ikut campur, padahal niatnya ingin membantu.
Arah pandang Meira mengikuti tubuh Aldo yang kian menghilang. Ia merasa bersalah telah berbicara seperti itu padanya. Ia hanya tidak ingin membebani seseorang dengan masalahnya. Lagian masalahnya sudah selesai.
Meira menenggelamkan wajahnya pada novel ditangannya. Ia bingung dengan semuanya. Ia bingung apakah yang diucapkannya salah sehingga membuat Aldo tampak marah.
Perasaan bersalah terus menghantui Meira. Ketika masuk kelaspun, Aldo yang duduk disamping Meira terlihat diam, tidak bicara. Meira yang melihatnya diam, merasa bersalah. Ia tak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus meminta maaf atau ia harus menunggu Aldo yang meminta maaf?
***
Jam istirahat adalah jam yang di nanti-nantikan oleh seluruh siswa. Perut yang akhirnya terisi nutrisi. Kebanyakan siswa memanfaatkan jam istirahat untuk perut mereka.Namun, berbeda dengan Meira. Ketika Aldo meninggalkan kelas, entah kemana, ia tetap berdiam ditempatnya. Biasanya Aldo akan mengajaknya ke kantin.
Dinda yang mengetahui ada sesuatu antara mereka, tidak berniat ke kantin dan menghampiri Meira.
"Lo gak ke kantin?" tanya Dinda.
"Pengen disini aja, lagian aku bawa bekal," balas Meira.
"Gue ngerasa aneh sama sikap Aldo sekarang, lo ngerasain gak?" tanya Dinda kemudian mendudukkan bokongnya dikursi Aldo.
"Sikapnya gimana?"
"Dari mukanya tuh keliatan kalo dia lagi badmood, dia juga gak ngajakin gue ke kantin."
“Din, aku boleh nanya gak?"
"Ya ampun Mei, lo bebas bertanya apapun ke gue. Inget ya, gue sekarang temen lo."
"Salah gak kalo aku minta orang lain gak ngurusin masalah gue?" tanya Meira dengan wajah tak karuan.
"Ya gak salah. Kalo lo bisa nyelesain masalah lo sendiri, kenapa harus minta bantuan orang lain?" ucapan Dinda membuatnya sedikit lega.
"Iya juga," Meira tampak mengangguk-anggukan kepalanya.
"Tapi kalo lo gak sanggup nyelesain, lo boleh minta bantuan orang lain. Kalo diselesain bareng-bareng tuh jadi ringan, cepet selesai juga,"
"Iya, makasih ya, Din."
"Lo ada masalah? tanya Dinda.
"Aku yang bikin Aldo gini."
“Lah si Aldo gitu gara-gara lo? Emang tuh anak cengeng banget jadi cowok," Dinda melipatkan tangannya di dada.
"Aldo mau bales perbuatan Rezvan dan aku bilang gak usah ikut campur karna aku masih bisa nyelesain, lagian kan masalahnya udah selesai," kata Meira panjang lebar.
"Lo tenang aja, Aldo biar gue yang urus," ucap Dinda sambil menepuk pundak Meira.
"Hm.. Makasih ya Din."
Dengan menceritakan pada Dinda, Meira merasa beban masalahnya sedikit berkurang. Ia mengerti sekarang, ketika kita mempunyai sebuah masalah, jangan sungkan untuk meminta bantuan. Karena dengan begitu beban masalah yang kita pikul sendiri akan berkurang atau bahkan masalah itu akan terpecahkan dan terselesaikan.***
Sudahkan kalian meminta bantuan teman ketika ada masalah menimpa kalian? So, jangan sungkan meminta bantuan ya. Yang sedang dalam masalah yang emang susah diatasi, oleh cerita ke aku siapa tau bisa bantu nyelesain.Gimana chapter ini guys?
Semoga kalian suka, ya.
Jika suka, sila tekan bintanya.
Kritik dan saran boleh tulis di kolom komentar, ya.
Terima kasih telah membaca chapter ini.
Sampai jumpa di chapter berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mei dan Hujan (REVISI)
Teen FictionPerempuan penuh luka dan derita. Membenci hujan setelah kematian sosok yang dicintainya. Sebut saja, Meira. Ia bertemu dengan seseorang yang berusaha menyembuhkan luka. Apakah berhasil dan siapa orang itu?