DELAPAN

386 16 0
                                    

Rezvan melambatkan laju motornya ketika memasuki gerbang sekolah. Matanya menelusuri tempat kosong untuk memarkirkan motor.
Setelah ia berhasil memarkirkan motornya, matanya menangkap sosok yang membuatnya kembali merasakan perasaan yang tumbuh di masa lalu.
Rezvan mengingat kembali momen yang membuatnya kembali merasakan sesuatu yang telah hilang.
Ketika awal bertemu dengannya, Rezvan merasa familiar dengan perempuan itu. Ia merasa perempuan itu pernah hadir mewarnai hidupnya. Perasaan yang dulu pernah singgahpun kembali ia rasakan. Perasaan yang membuatnya menjadi seseorang yang begitu beruntung kala itu.

Kala itu, perempuan yang begitu ia cintai, meninggalkannya tanpa sebuah alasan yang jelas. Perempuan itu pergi secara tiba-tiba. Menghancurkan semua harapan yang Rezvan bangun. Menumbuhkan perasaan kecewa.

Hingga suatu ketika ia sedang berada di fase akhir melupakan, ia menemukan kembali sosok yang hilang. Sosok yang dulu selalu ia cari. Perasaannya masih sama; mencintainya.

Namun, ada perasaan berbeda ketika mereka bertemu. Aneh, sejak kapan dia berubah? Kenapa ketika Rezvan menatapnya ada sesuatu yang berbeda darinya? Bahkan ia seperti tidak mengenalinya. Apakah perempuan itu orang lain yang mirip dengan seseorang di masa lalu?

Rezvan mencari hal-hal yang berhubungan dengan perempuan itu. Mulai dari nama, kelas, tempat tinggal, kebiasaanpun ia cari. Bahkan ia mengikuti bimbel di tempat yang sama. Namun, semuanya tidak sama dengan perempuan dimasa lalunya. Lalu siapakah dia? Apakah dia hanya orang lain yang kebetulan memiliki wajah yang sama dengan perempuan dimasa lalunya?
Hari demi hari ia lalui dengan rasa penasaran dengan sosok perempuan itu. Meira Fradella, dari namanya saja sudah berbeda dengan perempuan di masa lalunya.

Sudah beberapa hari ia memikirkan perempuan itu. Sial! Sudah jelas-jelas dia bukan masa lalunya, tetapi entah kenapa pikirannya selalu tertuju padanya.

Lamunan Rezvan terhenti ketika ia melihat seorang laki-laki menghampiri Meira. Ada perasaan tidak suka ketika melihatnya.
Rezvan akan mencoba mendekati Meira. Karena Meira mirip masa lalunya sehingga ia bisa merasakan ketidaksukaan ketika Meira dekat dengan cowok lain.

💧💧💧

Dari kejauhan Aldo melihat Meira sedang berjalan di koridor sekolah. Ia mempercepat langkahnya. Kemudian ia berhasil mensejajarkan langkahnya. Senyumnya mengembang tatkala melihat wajah tenang Meira.

"Selamat pagi Nona Cantik," sapa Aldo hangat.

"Apaan sih Al?" bukannya menjawab, Meira malah balik nanya dengan kening berkerut.

"Bales kek kalo orang nyapa itu," ujar Aldo.

"Iya iya nih, selamat pagi juga Aldo." Meira tertawa geli mendengar ucapannya barusan.

"Selamat pagi Tuan Ganteng, gitu harusnya," koreksi Aldo.

"Jijik bener, pengen muntah dengernya." Layaknya orang muntah, Meira melakukannya. Membuat Aldo tertawa.

"Kamu tumben dateng pagi-pagi, biasanya juga abis bel baru dateng," ucap Meira.

"Karena ada hal yang bikin gue semangat sekolah," jawab Aldo sambil tersenyum.

"Oiya? Bagus deh biar gak kena semprot guru piket mulu."

"Lo yang bikin gue semangat sekolah, Mei." Pipi Meira bersemu merah mendengarnya. Mata mereka saling bertemu beberapa detik.

"Apaan sih gak jelas banget tau gak," omel Meira lagi.

"Iya deh emang gak jelas, kalo jelas takutnya lo baper."

"Tuh kan gak jelas lagi." Meira menghentakkan kakinya bertanda kesal.

Tak terasa langkah mereka telah sampai di kelas X MIPA 4. Keadaan kelas cukup sepi. Hanya ada beberapa siswa.

"Mei," panggil Aldo ketika Meira menduduki kursinya sedangkan Aldo tengah bersandar pagi meja di sebelah Meira.

"Gue minta maaf udah ikut campur urusan lo."

"Kamu gak salah kok, harusnya aku yang minta maaf malah ngomong gitu, padahal kan niat kamu baik."

"Enggak, ini salah gue Mei, emang gak seharusnya gue ikut campur urusan orang lain," ucapnya kemudian ia menarik nafas pelan.

"selagi lo bisa nyelesain, gak perlu gue turun tangan buat nyelesain."

"Tetep aku aku yang salah. Kamu niat ngebantuain tapi tanggapan aku malah bikin kamu sakit hati. Seharusnya aku mikirin dulu perasaan kamu ketika ngomong gitu. Aku emang egois Al," ujar Meira lirih.

"Suut! Berhenti nyalahin diri sendiri. Lagian kata lo kan masalahnya udah selesai kan. Yaudah gak usah dipermasalahin lagi." Aldo mengusap puncak kepala Meira membuat Meira tersenyum kaku.

"Nah gitu dong, gue kan suka liat senyum lo." Perkataan Aldo mampu menggetarkan hati Meira. Cepat-cepat ia memalingkan wajah merah padamnya.

💧💧💧

Sorot mata Rezvan menatap lurus ke depan. Namun, pikirannya kembali melayang pada Meira. Entah kesekian kalinya ia memikirkan cewek itu. Tangan kanannya mengetuk-ngetuk pulpen ke kepalanya. Sedangkan tangan kirinya menopang dagu. Ia tak lagi memperhatikan guru yang tengah menjelaskan materi Biologi. Padahal Biologi adalah pelajaran yang paling disukainya.

"Lo kenapa ngelamun mulu?" tanya seorang cowok yang berada disebelah Rezvan.

Mendengar perkataan temannya barusan, Rezvan mengerjap. "Astagfirullah, kenapa malah ngelamun sih?"

"Orang nanya malah balik nanya, ya gue gak taulah," kata Surya heran.

Kekehan terdengar dari mulut Rezvan. Lucu rasanya ketika ia malah memikirkan seseorang yang begitu asing. Tidak, Rezvan tidak merasa cewek itu asing-ia merasa adanya kedekatan dengan cewek itu.
-----
Bel berbunyi tiga kali, menandakan jam pelajaran ketiga telah habis, berganti dengan istirahat. Sorak girang siswa X MIPA 1 terdengar serentak ketika mendengar bunyi bel. Seperti anak kecil memang, namun jam istirahat adalah waktu yang dinanti-nantikan.

Siswa X MIPA 1 berhamburan meninggalkan kelas mereka.

"Kantin kuy!" ajak Surya.

"Kuy, cacing perut gue udah jatah makan nih,"cowok berpenampilan gemuk dengan rambut kribo yang menampakkan kepalanya besar.

"Rezvan, udah selesai jam pelajarannya juga, lagian lo gak laper apa baca buku mulu?" tanya Surya heran.

"Gak tau orang lagi laper nih bocah," kata Bimo.

"Ya lo tinggal makan aja sana," ucap Rezvan dingin.

"Ya sebagai teman yang baik, kita harus ke kantin barenglah," ucap Surya.

"Iya iya ayo ke kantin, berisik mulu nih kalo gak dikasih makan." Rezvan memasukkan bukunya kedalam tas.

"Gitu dong dari tadi." Rezvan memutar bola matanya mendengar ucapan Bimo.

Kemudian mereka meninggalkan kelas dengan lelucon Bimo yang terlontar membuat perjalanan tak terasa.

Setiba di kantin, sorot mata Rezvan melihat seorang cewek yang semalam memenuhi pikirannya tengah bergurau dengan cowok.

Dari ketidaksukaan ketika melihatnya bersama dengan cowok. Matanya menajam menyaksikan dua manusia tengah bergurau.

Rezvan teringat kepada masa lalunya. Ia begitu tidak suka ketika perempuan yang ia sayangi dekat dengan cowok lain. Jangankan dekat, berbicara sepatah katapun dirinya akan menatap tajam pada cowok itu.

Sebegitu cintanya Rezvan pada perempuan itu. Ia akan selalu menjaga dan melindunginya. Hingga ketika perempuan itu menghilang, ada setengah darinya ikut menghilang.

Entah kenapa iapun tidak suka ketika ada cowok yang dekat dengan Meira. Padahal dia bukan siapa-siapa dan mereka tidak ada hubungan apa-apa.

***
Terima kasih sudah membaca chapter ini.

Jika suka, boleh tekan bintangnya.

Sampai ketemu di chapter berikutnya!

Mei dan Hujan (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang