Perasaan kesal menyelimuti Meira padahal baru saja perasaannya membaik pagi tadi. Ia menjatuhkan bokongnya dengan perasaan kesal. Kemudian membuka tasnya, mencari novel. Kalau sedang kesal, Meira melampiaskannya dengan membaca novel.
Tapi bukannya mengambil novel, tangannya kini mengeluarkan kotak makan dari tasnya. Dibukanya kotak yang berisi sandwich yang dibuat Risa. Ia tersenyum, rupanya bukan hanya novel yang mengembalikan moodnya, tetapi juga masakan mamanya.
Sudah lama Risa tidak lagi menyediakan bekal untuk Meira. Meira melahap sandwich dengan tenang. Meski perutnya masih kenyang. Tapi dengan makan masakan mamanya, setidaknya membuat suasana hatinya membaik.
Suasana kelas mulai berisik. Satu persatu siswa mulai masuk memenuhi kelas. Sambil menunggu jam masuk, Meira membaca buku pelajaran Biologi takut ada kuis dadakan.
"Dorrr." Dinda mengagetkan Meira dengan menepuk pundaknya. Alhasil konsentrasi Meira buyar.
"Kamu gak ada kerjaan banget sih, pagi-pagi udah ngagetin aja," ucap Meira kesal sambil menutup bukunya.
"Ya, ini masih pagi buat belajarlah. Lagian bel belum juga bunyi." Dinda duduk di dekat Meira.
Meira melirik arloji di tangannya, "lima menit lagi, kok."
"Oh ya, lo pernah ke rumahnya Aldo, ya?"
"Tau darimana?" tanya Meira bingung.
"Tante Vela bilang, pas gue main ke rumahnya."
"Oh."
"Kok oh doang sih?" gerutu Dinda.
"Ya terus harus gimana?"
"Tante Vela gimana ke lo?"
"Baik, baik banget malah. Sampe-sampe dia pengen aku jadi pacarnya Aldo," ucap Meira.
Dinda langsung tertawa mendengarnya, "jangan sampe deh pacaran sama Aldo."
"Ya gak mungkinlah." Meira tertawa kecil "Aldo juga cerita tentang keluarganya," lanjut Meira.
"Dulu pas gue masih SMP, keluarga dia tuh harmonis banget. Papa mamanya baik banget sampe gue dianggap anaknya sendiri. Gue sering main kesana, nyaman aja sama keluarganya. Malah gue sering diajak liburan, nyempil banget kan anak orang," ucap Dinda diikuti kekehan oleh Meira.
"Gak tahu kenapa, tante Vela sakit-sakitan. Udah berobat sana-sini tapi susah sembuhnya. Pas mau masuk SMA, tante Vela struk. Sekarang jarang liat Om Bimo pulang, apalagi ngerawat tante Vela. Gak tahu kenapa," ucap Dinda memberi informasi pada Meira.
"Jadi Dinda belum tahu kalo papanya Aldo nikah lagi," batin Meira.
Bel berbunyi bersamaan dengan Aldo memasuki kelas. Seperti biasa, Aldo hampir saja telat. Sementara Dinda pergi ke tempat duduknya yang berada di barisan depan.
"Tumben banget mukanya ditekuk gitu?" tanya Aldo melihat Meira.
"Gak papa kok," jawab Meira dengan senyuman tipis.
"Nyokap nanyain lo, katanya kapan ke rumah lagi?"
"Kalo ada waktu gue kesana kok," jawab Meira.
"Kabari gue aja."
"Salam buat tante Vela," ucap Meira.
Kedatangan seorang guru membuat siswa menghentikan aktivitasnya.
"Anak-anak hari ini kuis, ya. Seperti yang ibu bilang di awal, kuis ini diadakan dadakan. Jadi ibu harap kalian udah siap," ucap bu Eem.
Terdengar desahan dari anak-anak. Tidak sedikit yang meminta kuis diundur ataupun diberi waktu untuk belajar. Tapi, guru tidak bisa dibantah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mei dan Hujan (REVISI)
Teen FictionPerempuan penuh luka dan derita. Membenci hujan setelah kematian sosok yang dicintainya. Sebut saja, Meira. Ia bertemu dengan seseorang yang berusaha menyembuhkan luka. Apakah berhasil dan siapa orang itu?