i do not want to be lonely

491 89 18
                                    

"Baiklah, jadi kita tidak jadi mengambil sunrise shoot hari ini."

Chanyeol tampak masih agak jengkel dan kecewa karena Sena menyuruhnya-atau memaksanya-memundurkan jadwal pemotretan mereka, sehingga Chanyeol terpaksa menyuruh model dan seluruh staf menunggu.

Chanyeol duduk di sofa di kamar Sena sambil menyilangkan kaki. Sena memang bilang ingin bicara dengannya, jadi di sanalah ia, tapi sekarang Sena tidak tahu bagaimana memulai pembicaraannya. Sejujurnya berada bersama Chanyeol saat ini membuat Sena gugup. Ia masih bisa melihat ingatan-ingatannya dari kematian sebelumnya saat melihat Chanyeol, meskipun Chanyeol pada saat ini dan Chanyeol pada saat itu tampak seperti dua orang yang berbeda.

Kehadiran Chanyeol juga mematahkan dugaan Sena dan memberinya teori baru; bahwa ada kecenderungan bagi alam semesta untuk berubah setiap kali ia mati. Chanyeol tidak membunuhnya, Chanyeol hanyalah alasan ia mati. Pada kali yang terakhir Chanyeol tidak bisa membunuhnya, tapi toh Sena tetap mati.

"Sena-ya? Ryu Sena?"

Sena mengangkat fokusnya dari lantai kamar pada Chanyeol.

"Apa kau mendengarkan? Aku bertanya apa yang harus kau bicarakan denganku." Chanyeol sudah tidak tampak terlalu kesal lagi. "Apa kau sakit? Juyeon-ssi sempat bilang kau keracunan makanan beberapa minggu lalu."

Sena menggelengkan kepala. "Aku baru saja mati."

Kebingungan di wajah Chanyeol tidak tampak dilebih-lebihkan. "Maksudmu kau bermimpi buruk?"

"Maksudku aku baru saja mati," ulang Sena datar. "Lagi. Aku sudah mati tiga kali sampai saat ini."

"Eh. Aku tidak mengerti."

Bagaimana menjelaskan ini dari awal? "Pada kematianku yang pertama, itu pagi hari tepat sebelum pernikahanku. Listrik gedung padam. Seorang laki-laki masuk ke ruang riasku dan menusukku. Lalu, entah bagaimana aku terbangun pada hari sebelum kejadian itu."

Kedua alis Chanyeol bertaut. "Seseorang sudah... maksudku, akan membunuhmu pada hari pernikahanmu?"

"Bukankah kau sudah tahu?" Sena menuntut. "Bukankah kau yang lebih dulu memperingatkanku bahwa ada hal buruk yang akan terjadi pada hari pernikahanku?"

"Aku bilang begitu?"

Chanyeol terdengar sangat skeptis dan itu membuat Sena ingin mencaci-makinya. Semua kekacauan ini dimulai sejak peringatannya yang konyol hari itu. "Kadang-kadang kau melihat kematian, kan? Itu tidak sering terjadi. Hari itu kau melihatku mati."

"Tapi.. siapa yang ingin membunuhmu?"

"Tadinya kukira itu justru kau," Sena berkata rendah. "Laki-laki yang menusukku."

Kedua mata Chanyeol melebar, heran dan barangkali sedikit tersinggung. "Kenapa aku?"

"Karena pada hari yang sama sekali lagi, aku mati untuk yang kedua kalinya dan kaulah yang menembakku."

"Aku tidak mengerti. Maksudmu, kau mati dan kembali pada hari sebelum pernikahanmu, lalu kau dibunuh lagi? Olehku?" Chanyeol menggeleng-geleng, tangannya mengacak-acak rambut di bagian belakang kepalanya. "Aku menembakmu? Kenapa?"

Sena memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Pertanyaan itu membawa Sena pada kelanjutan ceritanya, tapi ia tidak bisa membicarakan soal itu. Rasa sakit yang Chanyeol tinggalkan padanya dari saat itu tidak mau hilang meskipun lukanya tidak membekas. Sena berharap wajahnya benar-benar rusak. Setidaknya itu memberinya bukti bahwa ini semua benar-benar terjadi dan bukan di dalam kepalanya saja.

"Sejujurnya, Park Chanyeol, aku tidak tahu." Sena menarik napas dalam-dalam satu kali. Dua kali. Ia berusaha menelan ganjalan di tenggorokannya. "Aku terjebak dalam lingkaran setan dan tidak ada yang bahkan tahu kalau aku sekarat. Aku tidak tahu kenapa ini terjadi."

The Bride Is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang