Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh dua tahun ini. Ia anak tunggal dari sepasang orangtua dengan kehidupan yang normal. Ia mengalami kecelakaan pada tanggal 5 Agustus. Ia bangun setelah koma selama sebelas bulan dan dua puluh hari. Barangkali otaknya sudah istirahat terlalu lama, sehingga kadang-kadang ia masih saja bangun di pagi hari dan bertanya-tanya sekali lagi siapa namanya. Orang-orang bisa saja berbohong, tapi orang-orang juga tidak punya alasan untuk itu.
Ia hidup. Entah itu untung atau sial. Beberapa minggu ia tidak bisa merasakan kedua kaki dan sebelah tangannya. Penjelasan panjang yang artinya patah dan masalah saraf. Tidak mengancam keselamatannya. Bisa diperbaiki. Ia akan kembali berjalan setelah operasi dan terapi.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh dua tahun ini. Ia mengalami kecelakaan pada tanggal 5 Agustus, dan terbaring koma selama sebelas bulan dan dua puluh hari. Meski begitu tidak ada bedanya satu hari atau sepuluh tahun karena ia tidak memiliki ingatan apa-apa mengenai kehidupan sebelum itu.
Dokter menyebutnya amnesia-sesuatu; ia tidak bisa ingat istilah lengkapnya. Rupanya orang-orang menganggap ketidakmampuannya untuk mengingat, atau membentuk ingatan baru, adalah hal yang serius. Tapi, ia baik-baik saja. Ia tidak bisa kehilangan sesuatu yang ia tidak merasa pernah memilikinya.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh dua, tapi ketiadaan ingatan membuatnya merasa jauh lebih muda dari itu. Tabula rasa; manusia lahir sebagai kertas kosong dan seluruh pengetahuannya diperoleh sedikit demi sedikit lewat pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya. Dengan kata lain, ia sama dewasanya dengan bayi-bayi yang menangis di ruang bersalin.
Ia hidup. Padahal semua orang sudah putus asa. Selamat, meski tidak utuh. Tidak masalah. Tidak ada yang membahas kecelakaan itu dengannya. Dokter dan orangtuanya juga, sepertinya, menganggap cukup bahwa ia bangun. Hal-hal lain bisa menunggu.
***
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh empat tahun. Ia sudah tidak punya masalah mengasosiasikan nama Sena dengan dirinya—saat melewati toko dan melihat refleksinya pada kaca, ia tahu itu Ryu Sena. Dokter bilang seumur hidupnya ia tidak akan bisa berlari lagi. Ia tidak tahu apakah Sena sebelum kecelakaan suka berlari, tapi Sena saat ini tidak punya keinginan untuk melakukannya.
Ia punya banyak carut bekas luka yang ditinggalkan Sena sebelum kecelakaan di sekujur tubuhnya. Kadang-kadang ia berharap Sena saat ini masih ingat dari mana luka-luka itu berasal, tapi lebih sering ia menganggapnya semata kenang-kenangan. Seperti tato hitam sepenggal kalimat di bawah tulang selangkanya. Ia tidak ingat kapan atau kenapa ia memutuskan membuatnya, tapi ia juga tidak ingin mengenyahkannya.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh empat tahun. Ingatannya dimulai dua tahun lalu, pada hari ia terbangun setelah sebelas bulan dan dua puluh hari koma. Seluruh kehidupannya sebelum itu tidak relevan. Dokter bilang kondisi itu tidak akan berlangsung selamanya, tapi ia juga tidak memaksakan diri. Ingatannya akan kembali kalau memang waktunya kembali.
Ia punya hobi; berkendara keliling kota sampai lupa waktu. Orangtuanya membelikannya mobil—bekas, sebagai hadiah ulangtahunnya tahun ini. Ia sendiri yang minta, walaupun mereka sempat keberatan. Katanya Sena hampir mati di jalan, jadi kenapa harus mencari masalah lagi? Tapi, ia tidak punya ingatan tentang kecelakaan itu, jadi ia tidak trauma. Lagipula, mati di jalan sepertinya lebih cocok untuknya. Bukan sakit. Bukan tua. Mati di jalan. Tentu saja ia tidak menyatakan pendapatnya. Mereka bisa mengambil mobilnya kembali.
***
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh enam tahun. Kembali ke bangku kuliah adalah pikiran yang menakutkan baginya, tapi Sena tidak punya ide maupun tujuan lain selain universitas. Ia berhasil menyelesaikan studinya dengan cepat—tapi tetap saja terlambat. Hanya ada segelintir mahasiswa seusianya yang menghadiri upacara kelulusan.
Ia tidak belajar apa-apa dari pendidikannya kecuali bahwa ia suka menggambar gaun. Ia terutama menyukai gaun pengantin. Renda di punggung, tanpa ekor gaun yang panjang. Sederhana, dihiasi permata-permata kecil seperti titik hujan. Modelnya bahu terbuka, ia membayangkan pernikahan pada musim panas. Si pengantin akan memakai gaun itu dengan mahkota buatan tangan dari kawat, kain, dan benang seperti sulur bunga liar. Kemudian entah kenapa ia muak dan mencabik-cabik gaunnya. Menodai putih tulang dengan warna merah.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh enam tahun. Rancangan pertamanya yang berdarah-darah disebutnya The Bride Is Dead.
Ia menjual kembali mobil tuanya dengan harga sangat murah untuk membuka butik kecil seorang diri. Beberapa minggu berselang seorang adik kelas dari universitas mendadak menemuinya dan meminta untuk bergabung. Namanya Kim Juyeon. Sena menerima uluran pertemanan itu.
***
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh tujuh tahun. Sejak terbangun dari komanya sekitar lima tahun yang lalu, ia jadi tidak begitu menyukai dokter. Kalau mengingat lagi seluruh operasi dan terapi itu ia jadi sakit kepala. Memikirkan bau antiseptik membuatnya mual.
Ia sempat mendengar kalau laki-laki yang duduk di hadapannya ini dokter. Baginya laki-laki itu tidak terlihat seperti dokter, barangkali itu karena mereka tidak berada di habitat aslinya di rumah sakit. Laki-laki itu terlihat sama normalnya dengannya. Malah cenderung agak canggung. Senyumnya malu-malu. Tidak ada hal dari penampilannya yang tercela.
"Namaku Kim Minseok."
Namanya Ryu Sena, begitulah ia memperkenalkan diri pada laki-laki itu.
***
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh delapan tahun. Hari ini tanggal 5 Agustus. Tidak ada yang istimewa pada tanggal itu, dan tidak ada hubungannya dengan kegiatannya mengemas barang-barangnya. Butiknya sudah mulai menghasilkan keuntungan, cukup untuk menyewa apartemen kecil. Ia sedang bersiap untuk pindah dan memulai kehidupannya sendiri.
Ia tidak memiliki apa-apa dari kehidupannya yang lama untuk diajak serta. Barang-barang yang tidak memiliki kenangan tidak perlu dibawa. Ia mengumpulkan buku, album, kertas-kertas catatan entah apa ke dalam satu kardus besar untuk disimpan di gudang. Lembaran-lembaran foto berceceran saat ia bermaksud memasukkan satu folder plastik yang tidak tertutup rapat.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh delapan tahun. Ini pertama kalinya ia melihat foto-foto itu. Warnanya agak pudar oleh waktu. Ia mengenali Ryu Sena—tapi laki-laki yang bersamanya di dalam gambar benar-benar asing. Fitur wajahnya khas, setelah sekali lihat ia yakin bisa menggambarkannya dengan jelas. Terutama matanya. Laki-laki itu punya sepasang mata yang sangat besar, mengingatkannya pada bebatuan di dasar laut yang mengilap ditimpa cahaya.
Ia menemukan satu foto laki-laki itu seorang diri. Hanya terlihat tampak belakangnya, tapi ia tahu itu laki-laki yang sama. Foto itu mengambil fokus pada tato hitam sepenggal kalimat di tengkuk laki-laki itu; but i will. Tanpa sadar tangannya terangkat ke tulang selangka, tempat tatonya ditoreh di atas kulitnya.
Namanya Ryu Sena. Umurnya dua puluh delapan tahun. Ia tidak bisa menempatkan nama pada wajah laki-laki itu. Itu membuatnya jengkel—sedih—gelisah—tapi begitu foto-foto itu diselipkan kembali ke dalam folder, tidak terjamah cahaya di dalam kardus, perasaan itu juga lenyap.
even god cant save me
but i willTidak ada artinya.
___the bride
is dead_____
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride Is Dead
Fiksi Penggemar[Cerita ini masuk dalam daftar pendek The Wattys 2021] Kepada Park Chanyeol, Ada tiga hal yang harus kau ingat baik-baik sebelum membaca ini. Aku berusaha menuliskan segalanya, tapi selalu ada hal yang tidak bisa dijelaskan lewat kata-kata kecuali...