i am your crime

378 69 33
                                    

friendly warning: pretty long chapter
also a bit of explicit sexual content, skip if youre uncomfortable


Sena memberitahu dirinya, jangan panik.

Sulit untuk tidak panik saat tubuhnya belum normal, ia diperangkap di dalam apartemen Minseok, dengan Minseok sendiri menatapnya seperti itu. Ada yang salah dengannya—Kim Minseok itu. Rasanya Sena hanya perlu menginjak satu langkah yang salah dan segalanya akan berakhir tidak baik.

Jangan panik. Sena pernah membaca bahwa predator mendeteksi keberadaan mangsa dari rasa takut mereka. Ia tidak boleh menunjukkan perasaan terancam.

"Sudah kubilang. Apa sekarang kau akan mulai mendengarkan?" Minseok menyandarkan satu bahunya di ambang pintu kamar, menyilangkan kedua tangan di dada. "Apa kau akan kembali ke sini sendiri, atau kau tidak sanggup berjalan?"

Sena ingin membuka mulut dan menjawab, tapi tidak hanya pikirannya kosong, napasnya semakin pendek-pendek walaupun hanya berjalan begitu sedikit. Punggungnya dingin sekali. Sena tidak bisa melihat wajahnya sendiri, tapi ia yakin ia pucat pasi.

Minseok menganggap diamnya berarti tidak sanggup, dan ia menghampirinya. Sena membiarkan dirinya digendong seperti boneka kayu dengan kedua lengan Minseok yang kokoh, dan berharap Minseok tidak bisa merasakan jantung kecilnya berdebar-debar begitu cepat karena takut.

Minseok membaringkannya kembali ke tempat tidur dengan lembut. Kepala Sena terbenam dalam-dalam di atas bantal. Wajah Minseok sangat dekat dengan wajahnya. Jemari laki-laki itu menghapus peluh dari pelipis Sena.

"Kenapa kau begitu tegang?" Suaranya rendah, nyaris hanya berupa bisikan. "Apa kau takut aku akan menyakitimu?"

Jangan panik. Sena menghembuskan pelan-pelan napas yang ditahannya untuk menenangkan diri. Ia menggelengkan kepala.

Sudut-sudut mulut Minseok terangkat seolah Sena baru saja menjawab soal dengan benar. "Aku tidak akan menyakitimu," ia berbisik. "Aku mencintaimu, kau tahu, kan? Akan kulakukan segalanya untukmu. Segalanya."

Kata itu terngiang-ngiang di dalam kepala Sena seperti janji yang mengendap-endap dalam gelap sambil memegang pisau.

Minseok akhirnya menarik dirinya sedikit, cukup bagi Sena untuk bernapas. "Istirahatlah," katanya tersenyum. "Aku tidak akan ke mana-mana."

Sena menutup mata, tapi itu lebih untuk dirinya sendiri daripada untuk Minseok. Laki-laki itu tidak mungkin selamanya tinggal di kamar itu menemaninya. Sena menunggu. Begitu Minseok lengah, ia akan melarikan diri.

Hanya butuh sebentar bagi Sena untuk menyadari bahwa rencana sederhananya tidak sesederhana itu.

Saat Minseok berkata, "Aku tidak akan ke mana-mana," Sena tidak tahu bahwa itu berarti ia juga tidak bisa ke mana-mana.

***

"Apa kau tidak pergi bekerja?"

"Tidak."

"Tapi—"

"Jangan khawatirkan itu," Minseok memotongnya, tersenyum seolah menenangkan. "Aku akan tetap bersamamu sampai pernikahan kita."

Sena bisa mendengar di dalam kepalanya, detik demi detik bertalu-talu dengan jantungnya. Hari ini tanggal 1 Agustus, tiga hari sebelum kematiannya datang, dan Minseok tidak pernah meninggalkannya cukup lama untuk memberinya kesempatan mencari jalan keluar.

Minseok tidak membiarkannya menghubungi siapapun.

"Kau tidak membutuhkannya," hanya begitu saja katanya saat Sena bertanya di mana ponsel dan barang-barangnya. "Biarkan saja, kenapa kau begitu khawatir?"

The Bride Is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang