i want to end me

448 79 57
                                    

Sena berdiri bersandarkan dinding koridor dengan kaku. Di dalam apartemen Minseok terlalu sesak oleh petugas kepolisian yang sedang melakukan olah tempat kejadian perkara. Beberapa langkah darinya, Chanyeol sedang mondar-mandir dengan ponsel menempel di telinga, menunggu sambungan, sesekali menurunkan ponselnya untuk mengulang panggilan yang tidak kunjung dijawab di seberang sana.

Chanyeol menemukan Sena lebih dulu beberapa jam yang lalu, dan ia juga yang langsung menghubungi polisi. Para petugas itu tiba dalam hitungan menit dan langsung memeriksa seluruh apartemen, dan salah satunya sudah bicara dengan Chanyeol. Tidak ada yang menanyai Sena. Mungkin jawaban Chanyeol sudah cukup membantu, atau mungkin Chanyeol memberitahu mereka bahwa Sena terlalu syok untuk diinterogasi.

Sena masih gemetar. Teh dalam gelas kertas sudah kehilangan kehangatannya. Sena meninggalkannya di lantai tanpa disentuh. Kedua tangannya memeluk dirinya sendiri. Ia takut, tapi lebih dari itu, ia lelah—seakan semangatnya yang baru tumbuh dicerabut habis.

Chanyeol berhenti menelepon dan berjalan ke arah Sena. Tangannya terangkat seolah akan menyentuh Sena, tapi entah kenapa—barangkali ia membatalkan niatnya pada detik terakhir—tangannya mengayun dengan canggung ke belakang lehernya.

"Kau sudah bisa menghubungi Minseok-ssi?" tanya Sena.

"Kau gemetaran seperti kucing tercebur dan masih memikirkan orang lain?" Dahi Chanyeol terlipat, tapi Sena menunggu jawabannya, jadi ia melanjutkan, "Aku tidak bisa menghubunginya, tapi aku sudah menelepon rumah sakit untuk bertanya dan dia ada di sana. Iya, aku sudah meminta mereka mengecek dengan mata mereka sendiri bahwa itu memang dia," tambahnya sebelum Sena sempat membuka mulut. "Dia sedang operasi. Memang kerjanya hanya itu-itu saja, kan."

Sena menarik napas satu kali. Dua kali. Ia bisa bernapas sedikit lebih mudah sekarang setelah mendengar keadaan Minseok. "Terima kasih."

"Tidak ada yang bisa kau lakukan di sini." Chanyeol menjejalkan ponselnya ke saku jins. Benda itu menimbulkan suara gemerincing ketika membentur kunci di dalam sakunya. "Ayo pulang."

"Kita tidak perlu menunggu mereka selesai?" Sena menudingkan dagu ke arah apartemen Minseok yang masih penuh sesak orang.

"Ada tanda-tanda kekerasan, tapi tidak ada korban dan tidak ada senjata yang bisa ditemukan. Kurasa yang terbaik yang bisa mereka simpulkan hanyalah seseorang menerobos masuk untuk berusaha menakut-nakuti." Chanyeol mengatakannya dengan lancar, Sena menduga itulah yang ia dengar dari petugas yang bicara dengannya. "Kita pulang saja. Aku akan mengantarmu."

Sena tidak menolak, karena Chanyeol benar; tidak ada yang bisa mereka lakukan di sana. Perjalanan mereka sunyi. Lebih banyak sibuk dengan pikiran sendiri, meskipun Sena tidak bisa tahu apa yang Chanyeol pikirkan dari keheningan yang menggantung di udara, begitu juga Chanyeol tidak tahu pikirannya.

Ketika Chanyeol menghentikan mobilnya di lahan parkir, Sena menatap jam digital di dasbor mobil yang menyala merah. Pukul 22:59 baru saja berubah menjadi 23:00. Secepat itu waktu berlalu.

"Kau baik-baik saja?" Belum sempat Sena memproses suara Chanyeol yang bertanya padanya, laki-laki itu menambahkan cepat, "Aku tahu kau benci pertanyaan itu, tapi aku merasa harus bertanya."

Satu sudut bibir Sena terangkat enggan. "Terima kasih," katanya alih-alih menjawab. Ia melepaskan sabuk pengaman.

Sedetik keengganan, lalu Chanyeol bertanya ragu-ragu, "Apa kau ingin kutemani ke atas?"

Sena menggeleng. "Tidak perlu. Sejujurnya aku ingin sendirian sekarang."

"Jangan khawatirkan Minseok-ssi," kata Chanyeol, seakan akhirnya pikiran Sena digelar di hadapannya dan ia bisa membaca kecemasannya. "Dia akan meneleponmu begitu dia selesai dengan urusannya."

The Bride Is DeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang