Maaf jika ada kesalahan kata.
👻👻👻
"Ayo!" teriak Ilyas pada Sabita di atas sana. Setelah semua drama yang dilakukan, akhirnya mereka berhasil melewati tembok pembatas. Dengan cara, Keno yang paling tinggi dari semuanya menggendong Ando yang juga tinggi untuk menaiki tembok pembatas yang terdapat tanaman rambat dipermukaan tembok.
Terakhir, giliran Sabita. Gadis itu mencoba meraih tanaman rambat yang sudah dililit dengan tanaman rambat lainnya. Sehingga terlihat seperti tali tambang. Sabita meraihnya dan menginjakkan kaki kanannya pada tembok bak atlet panjat tebing. Dengan dibantu yang lainnya, Sabita berhasil berada diatas tembok pembatas. Ia meloncat dan agak sedikit terjatuh. Akibatnya, tangan dan kakinya terasa sakit. Ralastri dan Rezy mengulurkan tangannya untuk menolong Sabita. Sementara Keno, Ando dan Ilyas sedang melihat-lihat sekitar.
Ilyas melihat Pria paruh baya sedang menyorot tajam pada teman-temannya. Pria paruh baya itu mengenakan pakaian seperti orang belanda zaman dulu. Pakaiannya di lumuri banyak darah. Jari-jari tangannya sudah tidak ada. Menyisakan tulang berwarna putih yang terlihat.
"Udah, Ayo cepetan!" ucap Ilyas khawatir karena pria paruh baya itu terus menyorot tajam dengan mata coklatnya.
Setelah semuanya kembali normal, Ralastri menyuruh untuk pergi ke kanan-gedung kelas sembilan berada. Pertama, mereka akan pergi ke gedung kelas sembilan dan juga delapan-karena kedua gedung tersebut letaknya bersebelahan. Kedua, mereka akan pergi ke gedung kelas tujuh-letak gedungnya berhadapan dengan gedung kelas sembilan. Terakhir, mereka akan kembali pulang dan berisitirahat dengan tenang.
Tetapi ada lagi hari esok. Walaupun besok adalah hari minggu, ekspedisi mereka belum berakhir sampai hari ini. Karena, tersisa ruangan-ruangan yang sangat menyeramkan. Seperti toilet perempuan ataupun laki-laki, gudang dekat toilet perempuan, perpustakaan atas, lab komputer, dan satu lagi yang paling menyeramkan adalah, lab bahasa dan juga Ipa.
Banyak orang bilang, lab bahasa mempunyai penghuni yang sudah lama menempatinya. Sosoknya dikirakan berjenis kelamin perempuan. Sering ada orang yang kesurupan jika menempati lab bahasa. Disisi lab bahasa pun terdapat gudang yang cukup luas. Sehingga memungkinkan sosok di dalamnya untuk menempati kedua tempat itu. Dibelakang lab bahasa juga, terdapat sebuah parkiran tempat perbelanjaan yang sederhana-yang tidak banyak orang memarkirkan kendaraannya-dan juga tempat aman untuk anak-anak nakal kabur dari sekolah. Tempatnya yang gelap, kotor dan juga berantakan membuat orang bergidik saat melihatnya.
"Sebenarnya kita mau ngapain sih?" tanya Sabita pada teman-temannya yang berada didepan. Sambil berbalik, Ando memundurkan langkah kakinya medekati Sabita. Gadis itu berdecak melihat perlakuan Ando.
"Lo, bego ya?" ucap Ando bertanya pada gadis disisinya. Sabita menengok, menatap Ando yang sedang menatapnya. Memicingkan matanya karena keadaan yang gelap.
"Gini ya, Sebenarnya sih kita cuman main-main aja. Memacu adrenalin gitu," ucap Ralastri di depannya. Menyorotkan senter ke atas kelas sembikan f yang berada diatas. Sabita menangkap pasang mata saat Ralastri menyorotkan lampu senter ke atas sana. Sabita memicingkan matanya. Ia melihat seseorang sedang mengintip dibalik tembok pembatas berwarna abu pekat dengan tinggi satu meter. Kepalanya botak. Itu berarti yang sedang menatapnya balik adalah...
Astagfirullahal'adzim batin Sabita lalu menundukkan kepalanya.
Ando yang bisa membaca pikiran itu pun mencoba menatap ke atas sana. Tetapi tidak ada siapapun. Ando mengedikkan bahunya lalu kembali menyorot lampu senternya ke depan.
"Nah, kita udah sampe!" ucap Ralastri dengan mengembangkan senyumnya. Ralastri berbalik menatap Sabita yang terlihat kebingungan.
"Sebenarnya, ini itu jalan-jalan versi kita yang suka sama hal-hal baru. Kita ke sini bukan buat rencana pengen bedain sekolah malam hari biasa sama bulan punama. Setiap hari sabtu sama minggu, kita bakalan ke sekolah buat cari angin aja. Jadi, maaf ya Sabita. Kita semua udah bohongin lo. Soalnya, yang indigo disini cuman Ilyas aja. Kasian kan kalau si Ilyas cuman bisa ketkutan sendiri," jelas Ralastri dengan suara nyempreng. Memperlihatkan muka yang terlihat sedih.
"Jangan bawa-bawa gue kali," ketus Ilyas mendelikkan matanya. Melipatkan tangannya di dada. "Tuh kan, baperan," ucap Ralastri sambil mencoba mendorong tubuh tegap milik Ilyas. Tetapi usahanya sia-sia karena tubuh Ilyas tidak terdorong sedikitpun. Ilyas mendesis tak suka. Semuanya terkekeh melihat kelakuan keduanya.
"Terus kita mau ngapain?" tanya Sabita sambil memegang tengkuknya yang terasa dingin.
"Mau perkosa lo," ucap Keno menyengir. Sabita memelotot dan melangkahkan kakinya mundur satu langkah. Dadanya terasa berdebar-debar karena mendengar ucapan yang tak pantas untuk di dengar oleh anak dibawah umur. Mereka semua tertawa. Apakah benar mereka semua ke sekolah hanya untuk bertukar tubuh satu sama lain? Tidak mungkin!
"Canda kali." ucap Rezy sambil mengunyah kripik kentang. Entah sejak kapan Rezy memakan kripik kentang itu. Bahkan Sabita tidak melihat Rezy mengeluarkan kripik kentang dari ranselnya.
Sabita mendelik sebal, "Gak lucu!" bentaknya. Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara nada dering hand phone. Sabita mengenalnya. Gadis itu membuka tas ransel bermerk Eiger dan mengeluarkan sebuah benda pipih berwarna merah jambu.
"Siapa?" tanya Ralastri mengambil paksa bungkusan kripik kentang milik Rezy. "Hey," desisnya tak terima. Sang pelaku hanya menyengir tak berdosa.
"Kakak." ucap Sabita ingin menjawab panggilan itu tetapi sudah terburu dimatikan oleh Sabiru. Saat ingin memasukkan benda berwarna merah jambu kembali, panggilan itu terdengar kembali. Sabiru kembali menelponnya.
"Halo?"
"Kamu dimana sih? Kenapa pergi gak bilang-bilang?" nada marah Sabiru terdengar di sebrang sana.
Sabita ingat, jika dirinya belum memberi tahu Sabiru ataupun orang tuanya tentang kepergiannya. "Iya maaf, lupa."
"Kakak jemput sekarang!"
Setelah itu, Sabiru mematikan panggilan secara sepihak. Sabita mulai was-was. Padahal ia belum memberitahukan tentang dimana ia berada. Kenapa Sabiru bisa mengetahuinya? Celaka!
KAMU SEDANG MEMBACA
SABITA
HorrorSabita berteriak kencang dan mencoba melepaskan cekalan dari sosok yang perlahan ingin berdiri dengan menaikan tangan dinginnya pada kaki Sabita. Sabita mencoba melepaskannya tetapi tidak bisa. Seolah tangan dari sosok itu adalah lem perekat. Sangat...