11. Berlanjut

67 11 0
                                    

Maaf jika ada kesalahan kata.

👻👻👻

“Kenapa bau sekali?” Geo–papa tiri Riela sekaligus papa kandung Sam, sudah pulang dari pekerjaannya. Geo terus menutup hidungnya. Baunya busuk, dan begitu menusuk. Seperti bangkai tikus yang sudah terbengkalai cukup lama. Geo mengipaskan tangan kanannya. Dan lengan yang satunya lagi untuk menutup hidungnya. Geo heran. Mengapa rumahnya terasa sangat sepi? Tidak mungkin jika kedua anaknya pergi keluar. Riela tidak pernah bepergian kecuali dengan izin dari sang mama. Sedangkan Sam? Mungkin saja Sam keluar. Tapi bagaimana bisa Riela yang tengah sendirian dirumah tidak mencium aroma busuk yang sangat menusuk ini? Pasti tidur Riela terganggu karena bebauan busuk seperti ini.

Geo melangkahkan kakinya pada tangga–untuk menuju kamar Riela. Tidak perduli dengan semua barang bawaannya. Geo berhenti sejenak pada anak tangga yang ke tiga. Dia terlupa. Geo membalikkan tubuhnya kembali. Tatapannya tertuju pada sebuah kantung kecil. Isinya adalah hadiah untuk Riela dan juga Riena. Walaupun Riena belum bisa pulang bulan ini, tetapi Geo akan memberikannya jika Riena sudah pulang, berada dirumah.

Geo melangkahkan kembali kakinya pada anak tangga. Sambil menutupi hidungnya, Geo semakin dibuat tidak mengerti. Kenapa berantakan sekali? Batin Geo yang membuat jantungnya berdebar semakin cepat. Geo curiga. Pintu Riela terbuka lebar-lebar. Banyak jejak kaki yang mengotori lantai. Merah? Apa itu? Geo tidak mengerti. Kenapa ada bercak berwarna merah di dekat ambang pintu kamar Riela. Geo mempercepat langkah kakinya. Masuk ke dalam kamar Riela dan berhenti sejenak. Matanya melebar sempurna. Tangannya mendadak lemas. Geo menjatuhkan kantung kecil berisi hadiah itu. Matanya memanas. Kepalanya terasa pusing. Perutnya mulas. Pemandangan didepannya membuat Geo tidak percaya. Riela. Walaupun gadis itu adalah anak tirinya, tapi Geo sangat menyayanginya sama seperti Sam. Dia tidak pernah membeda-bedakan antara Riela dan Sam. Walaupun Sam brengsek seperti dirinya dulu.

Kenapa ini bisa terjadi? Geo tidak berani mendekati jasad Riela. Keadaannya sangat memprihatinkan, juga mengenaskan. Darah yang menggenang terlihat sudah mengering. Ada beberapa hewan menjijikkan di dekat tubuh Riela. Puncak kepalanya agak retak–sedikit terbelah. Muka Riela begitu putih. Bibirnya biru kehitaman. Lingkar matanya mengerikan. Riela terpejam begitu damai walau dengan kondisinya yang seperti ini. Suatu pemikiran terlintas. Dia tahu siapa yang telah berbuat keji pada Riela. Geo menggeram sembari menangis, tak kuasa menahan air mata.

“SAMUEL!!”

Sabita terbangun dengan nafasnya yang memburu. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Mukanya sangat pucat. Kulitnya terasa dingin. Sabita mencoba menenangkan dirinya. Mengambil nafasnya dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Kantuknya tidak terasa lagi saat sudah menyaksikan semua kejadian yang dialami Riela? Hantu itu sepertinya ingin Sabita merasakan apa yang dialaminya. Tapi Sabita heran. Mengapa sosoknya selalu terlihat cantik walau tidak tersenyum? Kenapa wujudnya tidak mengerikan seperti hantu yang pernah Sabita lihat? Semua kejadian ini memang membuat kepalanya pening. Sepertinya Riela tahu jika Sabita sedang memikirkannya. Satu hal yang sangat ingin Sabita ketahui. Mengapa Riela selalu memandang Sabiru? Sabita tahu jika kakaknya itu menarik. Tapi apakah sampai bisa menarik perhatian Riela yang sudah menjadi sosok tak kasat mata? Mungkin saja.

“Suara apa itu?” gumam Sabita meneliti setiap sudut kamarnya. Tidak ada siapapun disini. Entah pendengarannya kurang jeli atau apa. Sabita mendengar suara seperti orang yang sedang menyeret sesuatu yang tajam. Seperti suara pisau atau benda tajam yang lain?

Sabita beranjak dari tempat tidurnya. Memakai sandal berwarna yang ada di sisi kasurnya lalu melangkahkan kakinya keluar kamar. “Di dapur?” siapa yang sedang memainkan benda tajam itu hingga membuat kebisingan? Tidak mungkin jika mamanya pergi ke dapur di pagi buta seperti ini. Sabita memicingkan matanya saat sudah berada di dekat dapur. Ada seseorang yang tinggi membelakangi Sabita terlihat sedang mengasah pisau. Apa mungkin Sabiru?

“Ka—Ya ampun!”

•••

Sekarang, Sabita sedang berada di dalam mobil bersama anggota keluarganya. Keadaan hening tatkala mama dan papanya tertidur di jok bagian belakang. Sementara Sabiru sedang berfokus pada jalanan yang tidak terlalu ramai karena daerahnya yang berada di perkampungan.

Kejadian kemarin malam membuat kakak-beradik itu menjadi sedikit canggung. Bagaimana tidak? Kemarin malam Sabiru kemasukan arwahnya Riela. Entah kenapa, tetapi sosok itu tidak membicarakan sesuatu. Hanya terlihat Sabiru yang sedang memainkan pisau. Setelah Sabita mengetahui jika sang kakak kemasukan, dirinya ingin menolong. Tetapi diluar dugaannya. Sabiru tersadar begitu cepat saat Sabita ingin membacakan do'a.

Setelah sadar, Sabiru bertanya mengapa dirinya bisa berada di dapur dan membawa pisau. Sabita pun menceritakan bahwa Sabiru telah dirasuki oleh arwah yang sudah lama menempati kediamannya. Wajah Sabiru terlihat pucat sesaat. Mungkin terkejut. Setelahnya, Sabiru menyimpan pisau yang sering digunakan Rini untuk memotong makanan. Lalu menyuruh Sabita untuk kembali ke kamarnya karena sudah pagi buta.

Karena kejadian semalam, Sabiru berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sangat pendiam dari biasanya. Sabiru memang tidak banyak bicara, tetapi hari ini dia sangat diam dari biasanya. Ah, atau mungkin karena keadaannya yang sedang seperti ini?

Keluarga berinisial R dan S itu tengah berada dalam perjalanan menuju kampung halaman Rini di kabupaten bandung, cicalengka. Tujuannya karena ingin menjenguk sang Ayah yang sedang sakit.

Sabita memperhatikan setiap sisi jalanan. Suasananya sangat menyegarkan di kala pagi. Kendaraan yang berlalu lalang tidak terlalu banyak. Mungkin karena jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sabita bisa melihat orang-orang berlarian entah kemana dengan memakai pakaian olahraga.

Gadis itu mengantuk sekali. Matanya terasa berat karena kejadian semalam. Pelan-pelan matanya tertutup. Kepalanya ia senderkan pada jok mobil. Perlahan gadis itu terlelap dengan sendirinya.

•••

“Neng, ayo bangun! Ayo cepetan. Sudah sampai!” ucap Rini membangunkan Sabita. Gadis itu mengerang pelan. Tubuhnya terasa sakit sekali.

Sabita mengucek kedua matanya. “Udah sampai?”

“Iya, udah sampai. Ayo cepetan bantuin kakak bawa ini!” ucap Sabiru menyuruh Sabita untuk membantunya membawakan kantong kresek berisi makanan.

Sabita keluar dari dalam mobil. Menutup pintunya lalu segera membawa barang bawaan yang diberikan Sabiru. Kedua orang tuanya sudah pergi duluan ke dalam rumah. Keadaan rumah ini masih sama dan tidak ada yang berubah. Rumah satu lantai berwarna biru yang luas. Terdapat pohon sukun di sisi dalam gerbang. Di bawah pohon sukun, terdapat tanaman cabe, tomat, kumis kucing untuk pengobatan, terong dan bunga mawar merah juga putih yang tertata dengan rapi.

Saat memasuki rumah, suasana segar begitu menusuk ke dalam tubuhnya. Padahal disini tidak terpasang alat pendingin ruangan. Hanya ada satu kipas angin berwarna putih yang selalu berada di tempatnya. Barang-barang disini pun terlihat antik. Mulai dari sofa, lemari hias, dan hiasan antik lainnya.

SABITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang