Matahari mengepalkan panasnya menjadi bulir-bulir hangat yang terasa dipunggungku. Aku dan teman temanku terbiasa merasakan kehangatan pagi yang diam-diam membuat gumpalan-gumpalan keringat dikulit, yang terkadang membekas di baju seragam kami. Bisa dibayamgkan betapa lusuhnya wajah kami saat tiba di sekolah, bedak diwajah dan minyak rambut yang telah berganti keringat dan debu.
Kami memang harus selalu bertarung dengan jarak yang harus kami tempuh untuk pergi ke sekolah. Kami harus bisa menaklukkan lembah dan bukit setiap hari sebelum bisa berkutat dengan buku dan pensil disekolah. Sebuah perjuangan untuk mendapatkan ilmu. Kisah kami mencari ilmu mungkin berbanding terbalik dengan anak-anak yang hidup di kota besar. Tak butuh tekad dan fisik yang kuat setiap harinya untuk pergi ke sekolah. Hal itu adalah salah satu hal yang membuat orang-orang daerah yang merantau ke kota tak sedikit yang berhasil menggapai cita dan punya segudang prestasi yang membanggakan. Berawal dari kesulitan demi kesulitan yang harus kami lewati saat bertarung melewati lembah dan bukit saat cuaca panas yang terik berdebu dan saat hujan datang yang membuat tanah longsor dasn rusak, itu semua melatih dan menguji jiwa raga kami secara alami sejak kami kecil. Dan bagiku pengalaman tinggal di desa bukan hanya memberikan sebuah kenangan tak terlupakan tapi juga memberi sebuah kekuatan tekad untuk menggapai cita dan tentunya semangat agar selalu bangkit dari setiap keterpurukan. Begitu juga dengan jiwaku yang butuh dekat dengan Tuhannya. Siraman rohani untuk jiwapun kudapatkan disini, walaupun ada juga saat-saat aku sangat membenci keadaan ini yang mengharuskanku untuk tinggal dan menjauh dari kehidupan kota yang dari kecil menyatu dalam jiwa dan harapku. Tapi hidupku saat ini bagai meminum air hujan saat haus melanda. Aku harus, walaupun sadar aku tak menginginkannya.
Dan kini tak terasa sudah setahun aku tinggal dan berbaur dengan kehidupan disini. Kini jarang lagi aku menangis atau menggerutu nasibku sepeninggal bapak yang membuatku harus tinggal disini , didesa terpencil tempat ibu ku dilahirkan. Entah apa alasannya, apa karena aku sudah dalam satu titik ikhlas menerimanya atau karena waktu yang membantuku melupakan kesedihan, karena tak ada yang benar-benar sembuh dari kesedihan, jika kita tak pernah berusaha menikmati kesedihan itu sendiri layaknya kita yang tak pernah berhenti berusaha meraih bahagia.
Aku adalah anak tunggal. Bapak dan ibuku berasal dari daerah yang berbeda. Ibuku berdarah sunda dan bapakku seorang jawa yang lahir dan besar di Jakarta. Kisah cinta mereka hampir saja mirip siti nurbaya, tentu saja akan seperti itu jika saja ibuku patuh kepada nasehat orang tua. Semua karena Cinta dan jodoh itu yang ibu bilang padaku jadi yang dia lakukan bukan suatu pembangkangan. Apapun itu aku syukuri begitu, tak kan ada aku jika saja mereka tak pernah menikah.
Angin menerpa wajahku saat memandang hamparan sawah yang berlapis lapis mirip seperti kue ulang tahun. Aku tersentak kaget saat Sina memanggilku, " Ran, ngalamun wae.. mikiran naon?
"Kue ulang tahun berlapis-lapis
Naon? Kue ulang tahun?
Ia, sawahnya mirip kue
Aku tersenyum disusul tertawa
Sina pun terlihat bingung lalu ikut tertawa bersamaku
Kami lalu bangkit dari duduk kami dan berjalan kearah pohon aren yang tumbang, mungkin karena longsor saat hujan, dan terlepas dari akarnya. Sina mengajakku duduk disalah satu bagian ujung sebelah kiri dan dia beralih ke sebelah kanan, lalu kami beriringan bermain jungkat jungkit dengan pohon aren yang tumbang dan dibawah pohon itu tepat ditengahnya ada tanah bercampur batu yang jadi tumpuan kami berjungkat jungkit. Menyenangkan, berjungkat jungkit sambil melihat pemandangan sawah dibawah gunung yang masih asri, cukup menghibur lelah dan penat kami berjalan pulang dari sekolah. Saat kami asyik berjungkat jungkit dan diiringi tawa canda. Ada dua orang anak lelaki datang menghampiri. Sambil tersenyum, salah satu diantaranya mengayunkan tangannya memberikan sesuatu padaku setengah berbisik dia bilang "Aya surat ti...
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah kasih untuk Rani
RomansaKisah seorang gadis yatim yang berusaha meraih cita dan cintanya. Hidup akan menghadapkannya pada beberapa pilihan. Mampukah ia menentukan arah yang terbaik baginya. Atau hanya mengikuti keegoisan diri.