Saat kuliah

41 2 0
                                    

Kulihat hujan yang mulai reda, sisa air didaun-daun pohon mangga depan rumahku mulai menetes satu persatu ke tanah. Meresap dan menciptakan sensasi aroma khas, bau tanah basah yang slalu kutunggu setelah hujan reda. Berbaris-baris kata dan kalimat yang tertulis dibuku novel yang sedang kubaca, tak bisa menggaburkan sedikipun kegundahanku saat ini.

Kemarin siang, setelah dosen literatur ku Mrs. Maya memberikan tugas mereview novel klasik karya Emily Bronte, yang berjudul Wuthering Heights. Ada kutipan kalimat dari Novel itu yang menyentuh hatiku dan terus melayang layang dalam otakku, " whatever our souls are made of, his and mine, are the same". Kalimat itu menunjukkan belahan jiwa kita adalah orang yang meskipun sejatinya tentu saja akan berbeda dengan kita tapi sesungguhnya secara tidak tersirat dia memiliki persamaan dengan diri kita. Yang perlahan ku mulai sadari bahwa aku dan Endra tidak memiliki persamaan yang tidak tersirat itu. Tidak saja hobi kami yang yang berbeda, cara kami menyikapi masalahpun sangat berbeda tentu saja karena memang karakter kamipun jauh berbeda, aku adalah seorang perfeksionis dan introvert yang sedikit keras kepala, dan dia kebalikan dari sifatku. Entah apa yang menyatukan kami berdua yang memiliki sifat sangat berbeda bisa menjalani hubungan LDR yang cukup lama. Karena kebanyakan teman-teman kami yang saat didesa memiliki hubungan seperti kami, tak ada yang berlanjut lama hubungan cintanya setelah lulus SMP. Kadang ada rasa bangga hadir menyeruak, aku bisa memiliki hubungan cukup lama dengan seseorang, tapi sampai saat ini aku masih saja didalam hatiku, selalu mempertanyakan alasan apa yang membuat kita masih tetap bersama, benarkah karena cinta dan kesetiaaan.

Karena sesungguhnya aku juga tak bisa memungkirinya, ada saat-saat dimana jiwaku jenuh dengan hubungan ini. Lalu aku seperti kehilangan kesadaranku karena kadang mulai konyol dengan membandingkan kisah cintaku dengan semua novel-novel yang selalu kubaca dan selalu dibahas pada kelas literature dikampus, mata kuliahku di jurusanku, Sastra Inggris. Yang hampir banyak merubah pandanganku tentang sebuah hubungan cinta. Akupun mulai memiliki pemikiran baru dan merasa hubunganku dengan Endra yang telah berumur 8 tahun, layaknya kisah cinta anak SMP atau SMA, yang orang biasa sebut cinta monyet, cinta yang timbul saat masa pubertas, karena statis tidak berhenti dan tidak pula berkembang. Dia masih mengirimiku kabar melalui sms atau telp, tapi hanya pembicaraan ringan layaknya seorang sahabat. Yang kadang terpikir, dia tak memiliki rencana masa depan denganku, karena dia sama sekali tak pernah membahas denganku sedikitpun yang menyangkut hal itu selama ini. Tak ada riak-riak hubunganku akan berjalan maju ke arah yang lebih serius. Bukan saja dia tak pernah mencoba mengunjungiku diJakarta, padahal katanya dia memiliki saudara sepupu disini. Tapi yang aku tak habis pikir kenapa dia harus cuti kuliah lalu tidak mencoba mencari pekerjaan selama cuti kuliah. Seharusnya dia memiliki tekad baja yang pantang menyerah seperti aku, Rais, dan teman-teman kuliahku kini yang mayoritas berjuang sendiri demi masa depannya. Bukankah Allah tidak akan merubah nasib seorang makhluk jika ia tak mencoba berusaha merubahnya. Jika dia benar-benar menginginkanku, dia akan melakukan hal-hal yang bisa membuat aku bangga memilikinya.Tapi kusadari pasti dia punya alasan tertentu mengapa seperti itu. Maka aku tak pernah sedikitpun menyinggung hal itu saat berbicara di telp atau sms dengannya. Aku takut melukai hatinya. Yang bisa kulakukan selama ini hanya berusaha bisa memahami jalan pikirannya dan terus berdoa semoga suatu saat dia berubah dan terketuk hatinya mempersiapkan masa depannya, setidaknya untuk dirinya dan keluarganya.

Hal lain yang sangat mengganggu pikiranku yaitu sahabatku, yang merupakan kakak kelasku dikampus yang kini sudah lulus, sebulan yang lalu melamarku menjadi istrinya. Fahmi, lelaki yang selama ini selalu membantuku mencari pekerjaan tambahan disela-sela kuliahku. Dua hal tadi hampir membuatku tidak konsentrasi melakukan aktifitasku, mengajar Bahasa Inggris di Madrasah dekat kampusku, dan juga kegiatan kuliahku yang kini sudah memasuki semester akhir. Kupikir-pikir, jika aku tak segera memberi keputusan untuk masalah itu, aku tanpa sadar akan menghancurkan apa yang telah aku rancang dan rintis selama ini.

"Ada telpon, Ran" teriak ibu dari arah dapur

Aku berlari ke kamar dan kulihat handphone ku berdering. Ada panggilan tidak terjawab 3 kali dari Fahmi. Tak lama, terdengar bunyi sms masuk, yang ternyata dari Fahmi yang isinya menanyakan jawaban pertanyaannya sebulan yang lalu. Aku cepat mengetik balasan sms nya yang kemudian saat jariku ingin mengirimnya, segera aku hapus lagi dan terus berulang begitu yang tanpa kusadari aku tak kunjung membalas smsnya. Aku juga tak mengerti ternyata cukup sulit menjawab iya atau tidak untuk sebuah ajakan menikah. Hal itu yang membuatku lelah dan akhirnya tertidur di kamar. Saat terbangun di sore hari aku belum juga berhasil membalas sms nya. Dia terlalu baik untuk ku tolak, mengingat semua kebaikannya padaku, dia yang selalu berusaha membantuku menyelesaikan tugas kuliah, dia juga yang mengajarkanku pula bahwa dalam islam tak ada pacaran, pemahamannya itu yang membuat dia langsung melamarku menjadi istrinya, dan dia juga yang mengajakku mengajar di madrasah ditempat ia mengajar kini. Tapi aku juga belum siap langsung menikah setelah lulus kuliah. Aku masih punya banyak mimpi yang harus kukejar. Lagipula bagaimana dengan Endra yang walaupun hubungan kami seolah menggantung, tapi aku masih berat meninggalkan kisah yang pertama kurasakan itu.

Setelah shalat isya, aku beranikan diri membalas sms nya, isinya adalah jika aku ingin bertemu dimadrasah dengannya besok setelah selesai mengajar, karena ada hal yang ingin aku sampaikan padanya. Sebaiknya aku langsung berbicara dengannya membahas masalah ini, untuk menghindari salah paham jika dibicarakan melalui sms atau telp. Karena jauh dilubuk hatiku, aku tidak ingin kehilangan sahabat seperti dirinya hanya karena cinta. Kenapa harus ada cinta diantara persahabatan kami. Walaupun yang aku tahu dari berbagai sumber yang sering aku baca, bahwa laki-laki dan perempuan lajang sulit memiliki perasaan tulus dalam menjalin hubungan persahabatan atau pertemanan, karena banyak diantaranya selalu disusupi rasa- rasa yang tanpa disadari akan berkembang menjadi cinta. Walaupun tidak menutup kemungkinan banyak yang sukses menjalin persahabatan dengan lawan jenis bahkan sampai berusia puluhan tahun.

Seindah kasih untuk RaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang