Bab 8

32 6 0
                                    

A Novel by

Khansa Al-meera

📖

🍁🍁🍁

Tentang perjodohan itu, benar-benar terasa biasa saja tanpa adanya hal yang istimewa. Setelah tau bahwa dia, mas Rafif adalah lelaki yang sering berpapasan denganku ketika sholat berjamaah di masjid. Aku mulai menimbang nimbang sesuatu.

Lelaki yang mengutamakan sholat jamaahnya.

Lalu aku tersenyum mengingat pertemuan-pertemuan sepintas itu. Indah, dan membuat rindu.

Astagfirullah.. Seharusnya aku tidak berpikiran seperti itu. Tapi, bukankah wajar jika aku merindu?

Al-fatikhah

Biar do'a-do'a yang melangitkan rinduku padamu. Dan juga, biar langit tau bahwa ada rindu yang selalu ku terbangkan untukmu lewat Rabbku.

Aku bukanlah ahlinya dalam mengungkapkan sebuah rasa. Pun halnya kepadamu. Aku hanya bisa diam, tersenyum dan berdo'a.

Di depanmu mungkin aku diam saja dan memalingkan muka. Namun, di depan Rabbku, aku memintamu hingga pipiku basah oleh air mata.

Sederhana saja.

Aku hanya ingin kisahmu dan kisahku di ketahui Allah juga pena. Hingga tiba pada saatnya kita bersama. Dengan ridho Allah juga restu orang tua. Allah akan mudahkan jalan kita.

Mas Rafif..

Dia pria sederhana, dengan baju koko dan sarungnya.

Dia pria sederhana, namun indah dipandang Allah di atas sana.

Dia pria sederhana, yang menjaga pandangan, hati, juga rasa yang dia ungkapkan dengan cara yang benar.

Dia pria sederhana, yang membuatku menahan nafas seperti saktah ketika sepintas memandangnya.

Allah... Jika dia baik untukku dekatkanlah. Perbaiki masing-masing diri kami sesuai tuntunanmu ya Rabb. Ijinkan kami tetap bertaut kepadaMu.

Aku menepi di dekat balkon. Menatap langit yang mulai membiarkan awan menampakkan bulan terang.

Mendekati purnama di bulan kelahiranku.

Aku menyadari bahwa aku jatuh kepada lelaki yang inshaa Allah taat kepadaMu wahai Rabbku.

Aku milikMu

Hatiku milikMu

Engkau yang membolak-balikkan hati ini ya Allah

Terima kasih atas rasa dan rindu yang Kau anugerahkan kepadaku

Aku menyimpan buku dan pena. Namun, tetap berdiri sambil bersandar pada tiang dekat balkon. Kadang tersenyum, kadang menggumamkan sholawat-sholawat.

Aku, kamu dan secarik rindu yang kutitipkan kepada Rabbku.

🍁🍁🍁

"iya, nanti akan kuberi tahukan ke anaknya, " kata bu Nyai di telepon lalu terdengar bunyi 'tut' tanda telepon telah berakhir.

Aku berjalan perlahan ke meja dapur. Menatap bu Nyai yang meletakkan telepon lalu mengambil secangkir kopi dan di minumnya.

Aku, Kamu dan Irisan Pena Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang