Bab 4

39 9 9
                                    

A Novel by

Khansa Al-Meera

📖

"Pertemuan pertama akan menyisakan rasa penasaran dalam dada. "

🍁🍁🍁

Bulir-bulir hujan membasahi jendela. Air hujan mengalir jatuh membasahi apapun yang mereka jadikan muara. Aku menggosok kedua tanganku, mencari kehangatan. Merapatkan kedua lengan lalu menyeduh teh hangat. Menatap lekat awan mendung yang rata di atas sana.

Langit menjadi lebih gelap. Hujan gerimis masih terus ada.

Seperti biasa aku suka memandangi senja sambil menunggu adzan tiba. Tanpa di komando aku segera turun dan menenteng mukena. Ada payung kecil di sisi rumah ini, dan aku mengambilnya.

Teman teman sibuk di dalam entah melakukan apa. Aku bersikeras tetap berangkat ke masjid. Barangkali aku berpapasan dengannya.

Dengan siapa?

Apa aku mulai gila?

Tidak. Aku seorang wanita yang memiliki ego tinggi untuk bertemu dengan seorang pria.

Secara sengaja.

Aku menyusuri jalanan basah, berbelok seperti biasa dan...

Dia tepat berdiri disana dengan payungnya.

Aku menatapnya di tengah hujan yang hampir reda. Jarak kami bertaut sekitar 2 meter saja. Itu adalah jarak pandang biasa bagiku, dan cukup normal. Mungkin tadi aku terlalu menunduk sampai tidak menyadari bahwa kami bertemu lagi.

Di kelokan gang ini.

Dia tersenyum dan lagi lagi...

Berdesir.

"Mari...," ucapnya lalu dia mendahuluiku. Aku terlalu lamban meresponnya.

Aku pandangi punggung berbalut baju koko putih di tengah hujan. Aku hampir tak berkedip menatapnya.

Jika saja ada alat pendianogsa perasaan, mungkin aku akan meminjamnya sekarang. Aku bingung dengan diriku sendiri. Butuh analisa.

Sampai pada akhirnya alas kaki kami berhenti pada teras depan masjid. Petang itu, kami kembali melakukan ibadah yang semestinya.

🍁🍁🍁

Ya Allah, tentang segala bentuk rasa dalam hati. Kupasrahkan padaMu ya Ilahi Rabbi.

Usai dari masjid aku masih berada di depan teras sambil memainkan ujung sandal. Membuat coretan setengah lingkaran dengan kaki kanan.

Aku tidak menunggunya. Ah, sudahlah. Daripada terlalu lama, aku pulang mendahuluinya.

Kalian jangan menertawakanku!

Aku hanya manusia biasa.

Haaah... Siapa yang bilang aku bukan manusia?

"Hei!, " seseorang memanggilku.

Aku berhenti di ujung gang tembok rumah milik orang. Aku menoleh.

Dia?!

Aku beringsut menggeser kaki agak ke belakang.

Lelaki itu memanggilku lalu berjalan menghampiriku.

"aku akan membenarkan sedikit payungmu. Tadi ada anak kecil yang memainkannya, kalau boleh, aku meminjam payungmu dan akan kuperbaiki. Aku merasa bertanggung jawab. Dan.., " dia menggantung kalimatnya.

Aku saja tidak sadar bahwa payungku memiliki cacat. Kutatap rusuk rusuk payung dan ada 1 yang menggantung. Panjangnya hanya setengahnya dari yang aslinya.

"dan?," tanyaku

"dan kalau kau mau, kau boleh memakai payungku dulu, " ujarnya lalu menyodorkan payungnya kepadaku.

Hujan masih terjadi.

"ah, tidak perlu. Aku baik baik saja dengan payung ini, " tolakku halus.

"ini permintaanku, tolong jangan di tolak,"

Aku terdiam, namun 2 detik kemudian aku mengiyakan.  Kami saling bertukar payung lalu pulang.

Dia tersenyum. Dan jangan membuatku mengatakannya lagi. Ini rasanya seperti..

Berdesir.

🍁🍁🍁

Pertanyaan :

1. Apa kalian bosan membaca cerita ini?

2. Kalian bisa bernafas di dalam air?

Aku, Kamu dan Irisan Pena Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang