Bab 2

52 8 6
                                    

A Novel by

Khansa Al-Meera

📖

🍁🍁🍁

Pertanyaan :

1. Lebih memilih dicintai apa mencintai?

2. Rindu atau dirindukan?

3. Membenci atau dibenci?

🍁🍁🍁

"begini ceritanya...."

Aku membenarkan posisiku duduk di bawah dan ibu di atas sofa. Kutatap lamat lamat bola mata ibu ketika berbicara.

"dulu ibu sama adik ibu kurang terjalin silaturahmi yang baik. Nah, baru ketika ada pertunangan keponakan ibu yang namanya Mas Eka, kami baru di beri tahu. Abah dan ibuk datang., " jelas ibu Nyai.

"pertunangan?," tegasku

"iya.. Mas Eka sama Uci. Abah mengaji di acara hajatan itu. Pernikahan yang di sahkan secara agama di adakan disana. Hanya itu saja, beberapa waktu yang lalu banyak kisah yang bisa saja kalau di ceritakan akan membuka kembali luka luka"

Aku langsung paham, dan tak bertanya jauh lebih dalam. Aku takut, ada sesuatu di balik sana yang tak seharusnya aku tau.

"tetapi...," lanjut ibu menyadarkanku. Aku membenarkan posisi duduk. Kembali memperhatikan.

"kami tetap baik dengan keponakan keponakan ibu. Anak dari adik ibuk, emak ibuk, tetap.. Kita jalin hubungan yang baik. Dan ibuk bisa minta tolong ke mbak?," pinta ibuk

"iya buk...? " sambil masih menatap ibu, aku menggeser kakiku mencari posisi ternyaman.

"ibuk minta al Fatikhah untuk di kirimkan kepada adik ibuk biar di berikan hidayah. Inshaa Allah dengan doa anak anak pondok ini bisa sampai menuju kesana.., " terang ibu dengan nada melirih di ujungnya.

Dari situ aku tau, ibu mengharap penuh. Ibu meminta dari lubuk hatinya.

Keluarga yang harmonis tentu yang beliau dambakan.

Aku tersenyum.

"oh iya, besok ada acara berbuka puasa di rumah bulek. Nanti mbak mbak di pondok tolong di infokan ya mbak dan..., "

Allahu Akbar Allahu Akbar..

Belum sempat ibu melanjutkan ceritanya, adzan isya berkumandang.

"Ah, mungkin tadi ibu kelamaan saat ada urusan. Saya sholat di rumah mbak, mbak Afra mau ke masjid?, " tanya ibu.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"kalau begitu, saya pamit bu. Nanti saya kemari lagi. Saya undur diri, Assalamualaikum, " pamitku lalu menunduk sembari menyalami tangan kanan bu Nyaiku.

Aku melangkah mundur dengan lututku. Menyentuh pinggiran kursi lalu berdiri.

Iya, aku berangkat ke masjid seorang diri. Seperti biasa.

Sampai di ujung gang dekat jalan perkampungan aku berhenti sejenak.

Astaga! Aku lupa!

Aku membalikkan badanku segera.

"Astagfirullah! "

Badanku mendadak kaku di tempat dan mataku membulat lebar. Hampir saja aku menabrak seseorang yang..

Hm? Lelaki itu lagi?

Kita berdua sama terkejutnya. Aku mengambil langkah ke kiri lalu dia mengikuti, kuambil langkah ke kanan dia pun mengikuti.

Pada akhirnya aku berhenti dan mengambil langkah ke kiri. Lelaki itu berjalan setengah menunduk dan melirikku sepintas sambil berlalu. Begitupun aku.

Kami tersipu.

Begitu sering kami berpapasan di jalan. Menuju masjid yang masing masing dalam kesendirian. Aku segera mempercepat langkah menyusuri gang gang sempit dan mengambil sesuatu yang tertinggal.

🍁🍁🍁

Sepulang dari masjid aku mampir ke rumah bu Nyai terdahulu lalu segera kembali ke pondok.

Mendengar decitan engsel pagar yang kubuka, teman teman melongok dari atas balkon.

"Mbak Afra! Kemari!"

Aku tidak bisa melihat wajahnya tapi suaranya sangat ku kenal, dia Maya.

Aku meletakkan mukena lalu menaiki tangga menuju lantai atas. Berbelok ke arah kiri tempat di mana banyak santri putri. Hanya kami berlima.

"Besok ada acara buka bersama di rumah adiknya bu Nyai," kataku

"kami sudah tau!, " mereka terlihat senang. Aku mengernyitkan dahi. Heran.

"Perjodohan! " kata Maya antusias.

🍁🍁🍁

"Lebih jauh lagi, aku tak percaya pada kebetulan. Aku percaya pada pertemuan yang dirancang diam diam. Masing masing dari kita punya garis kehidupan yang telah digambarkan. Dan masing masing dari kita, jika diijinkan, akan saling bersinggungan"

-Raditya Dika-

Aku, Kamu dan Irisan Pena Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang