Bab 12

20 0 0
                                    

A Novel by

Khansa Al-meera

📖

🍁🍁🍁


Mendengar suara dari belakangku aku terkejut lantas menoleh ke sumber suara.

"Bu Nyai?, " aku tersenyum lalu menyalami beliau. Di belakangnya terdapat Abah yang juga ikut membuntuti. Aku mempersilahkan keduanya duduk di tempat yang di sediakan.

"Afra! " panggil kakak keduaku

"iya mbak"

"kamu ke belakang, bantu mbak.. "

Setelah berpamitan aku segera menuju belakang.

Hatiku was was bahwa rombongan sudah datang dan di sambut oleh keluargaku.

Aku mencengkeram lap dengan kuat.

Ya Tuhan... Telah datang waktu yang dulu aku andaikan... Aku bayangkan bagaimana kondisi dan suasananya...

Allah tau waktu yang tepat untuk kita bahagia..

Allah tau waktu yang tepat dimana Ia akan mempertemukan kita dengan pilihanNya..

Seindah itu..

Seindah senja..

Seindah adzan terlantun kala fajar belum tiba..

Setelah merapikan beberapa perlengkapan, aku menuju kamar. Sungguh!  Aku tak berani keluar,  bahkan menatap wajah calon suamiku.

Aku diam dan mendengarkan.

"Assalamualaikum waroh matullohi wabarakaatuh..  " suara seorang laki laki terdengar. Mungkin calon ayah mertuaku. Beliau memberi salam membuka acara.

Beberapa orang menjawab salam bersamaan membuat ruangan penuh dengan suara gemuruh do'a.

Beberapa kakakku yang duduk rapi di depan kamar segera merogoh hp untuk mendokumentasikan momen itu. Aku semakin deg-deg an tak karuan. Ya Rabb..

"jadi kedatangan kami kemari, ingin membangun silaturahmi kepada bapak ibu keluarga sekalian. Dan.. "

Suara lelaki paruh baya itu terjeda.

"emm.. Jadi kami disini setelah berdiskusi dengan bu Nyai dan abah selaku guru dari mbak Afra sudah mendapatkan izin untuk menyampaikan hal ini"

Suasana begitu hening dan khusyu'. Aku sendiri diam menggigit bibir bawah dengan harap harap cemas, bahagia, dan sebuah rasa yang tak terdefinisikan. Sebuah lampu blitz menyilaukan di depan mataku. Di tengah suasana khusyu' ini kakakku malah lupa mematikan flash dari kamera handphonenya.

Alhasil keduanya cekikikan karena rasa malu. Mereka berbisik sambil menunggu kalimat selanjutnya yang di lontarkan lelaki tersebut. Kusebut saja calon ayah mertua.

"Kami selaku keluarga besar dari Mas Rafif, hendak menyampaikan sebuah hal yang penting yaitu terkait perjodohan antara mbak Afra dan anak kami,Rafif. Yang mana sekarang posisinya hampir lulus dari kuliah dan hendak bekerja di sebuah perusahaan besar di kota Malang. "

Ayahku dan keluarga masih diam menyimak sambil mengangguk mendegar penuturan beliau.

"dan kami sekeluarga berharap bahwa perjodohan ini dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Itupun jika mendapat ijin dari keluarga mbak Afra sendiri. Yang saya tanyakan di akhir ini adalah, apakah mbak Afra sudah ada yang punya atau belum? "

Lalu beliau berdehem.

"maksudnya jadi melamar mbak Afra? " Pak Raden menyahut.

Suara tawa rendah terdengar.

"kami masih menanyakan dahulu pak" sahut calon ayah mertua.

"oh iya iya.. " senyum simpul tergambar di wajah beliau. Seakan mengerti kelanjutan kisah ini akan kemana. Lalu calon ayah mertua pun melanjutkan.

"baik begitu pak sekiranya. Sekian yang dapat saya sampaikan. Wassalamualaikum wr.wb"

"Waalaikumussalam wr. Rb" serempak penghuni di dalam ruangan menjawab salam.

Dengan beberapa jeda dan tawa ringan sejenak. Giliran suara teman ayah terdengar.

Beliau bernama pak Raden, yang mewakili ayah dalam penyampaian maksud. Sebab, ayahku sendiri tidak terlalu bisa berbicara di depan publik dengan lugas.

Setelah menyesap sebatang rokok lalu meminum kopi, beliau mengangkat bicara.

"baik, jadi dari yang saya terima dan dengar maksud dan tujuan bapak dan keluarga mas Rafif disini adalah untuk melamar mbak Afra, nggeh? "

"hem.. Iya.. " yang ditanya tersenyum simpul malu malu. Apalagi yang berada di sebelahnya, mengenakan baju batik coklat lebih muda dengan bawahan hitam. Rambut yang disisir rapi dan wajah yang cemerlang dengan sentuhan harap-harap cemas. Senyum yang masih kaku dan malu.

"jadi kalau dengan maksud kedatangan kemari atas dasar lamaran berarti bagaimana untuk wali atau ayahnya mbak Afra ini? Diterima? " pak Raden menoleh ke sebelahnya. Telah duduk ayahku dengan santai.

Aku yang di kamar sudah panas dingin. Ujung-ujung tangan dan kakiku sudah dingin. Anyep. 
Dengan kegugupan yang haqiqi itu aku bisa mendengar degup jantungku sendiri, dan aku juga kebelet buang air kecil.

Aduh, groginya aku yang menunggu jawaban dari ayah apakah bisa di terima atau tidak?

"jadi gimana ayahnya mbak Afra ini? Diterima? " pak Raden kembali mengajukan pertanyaan.

"diterima. "

"Alhamdulillahi rabbil'alamin"

Semua orang mengangkat tangan, terlebih lagi mas Rafif yang lebih dulu mengusap tangan ke wajahnya dan menunjukkan gestur lega.

Aku yang di kamar dengan rasa gugupnya, bahagia. Tak menyangka bahwa ayah akan menerima pemuda itu. Mas Rafif.

Sebuah doa dan sholawat di bacakan saat itu. Para tamu di hidangkan makanan.

Dan dari detik itu pula, ikatan antara dua keluarga telah tercipta.

🍁🍁🍁

Apa kabar kalian dengan cerita ini?

Note :
Mohon maaf karena ada beberapa hal jadi cerita ininvakum begitu lama. Dan baru akhir akhir ini kembali ke dunia orange lagi.

Saya harap kalia. Tetap mendukung cerita ini.

Silahkan tinggalkan vomment, agar saya tau bagaimana kabar kalian.

Terima kasih 😄

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Kamu dan Irisan Pena Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang