#00: EPILOG

15 1 0
                                    

It was real, it was right;

But it burned to have to survive

"Bottom of the Ocean"—Miley Cyrus

#Desember, 2012

Aku tidak pernah bertemu dengannya dalam beberapa bulan ini.

Sejak kami putus lebih dari setahun yang lalu, kami tidak lagi saling berbicara. Tidak penah. Kecuali pada satu hari di sebuah toko musik tempat kami tidak sengaja bertemu ketika aku sedang berbicara dengan seorang teman lai-laki. Kami masih tidak berhubungan baik pada hari itu, dan bisa dikatakan, semua tidak benar-benar berjalan dengan baik. Tetapi pada hari ulang tahunku beberapa bulan kemudian, dia mengejutkanku dengan meneleponku pada jam sebelas malam, tepat sebelum aku tertidur. Saat itulah aku tahu, mungkin, kami baik-baik saja ....

Dia selalu begitu. Dia tidak perlu mengkhawatirkanku sejauh itu, karena kami sudah tidak sebagai "teman" lagi.

Tapi, kami bukan "musuh". Hanya saja kami tidak lagi berbicara, sesederhana itu. Pernah, suatu hari kami saling berpapasan di jalanan—untungnya hanya suatu kebetulan, tapi kami memilih tidak menyapa ataupun tersenyum. Bahkan kami mengabaikan kehadiran satu sama lain. Kami berlalu bigitu saja.

Dan itu sangat menyakitkan. Menyakitkan karena tidak peduli betapa buruknya dia membuatku terpuruk, atau betapa buruknya aku memperlakukannya. Sebenarnya, aku tidak ingin kehilangannya. Dia adalah cinta pertamaku. Setidaknya, jika aku tidak bisa mencintainya, kami masih tetap berteman.

Tapi, itu juga menyiksaku. Menyiksa karena mengingatkanku betapa kami pernah memiliki hubungan lebih dari itu.

Mataku terpaku pada salah satu foto Facebook Rudi di layar komputer. Aku menghabiskan waktu berjam-jam hanya melihat foto-fotonya, mengenang kembali kenangan tiga tahun yang lalu sejak pertama kali kami bertemu.

Dia sudah banyak berubah. Dia jauh lebih baik dariku.

Aku menggelengkan kepalaku pada foto-foto Rudi, lalu mataku tertuju pada buku tebal berwarna ungu. Di dalamnya ada ratusan, bahkan ribuan kata yang tidak pernah berubah. Kutipan lagu, film, dan buku favoritku, puisi, juga beberapa baris lagu yang kutulis acak—buku itu menyimpan setengah dari hidupku.

Dan di dalamnya juga terdapat beberapa coretan yang ku tulis selama bersama Rudi. Buku ini, satu-satunya alasanku untuk menyakinkan diriku bahwa akan tetap bersamanya, apapun yang terjadi.

Setiap kata yang ku tulis, muncul kilas balik yang mengingatkanku padanya. Dan paragraf-paragraf itu membuat ingatan-ingatanku kembali utuh.

Beberapa bulan sudah terlewati, sejak terakhir kali aku menyentuh halaman-halaman itu, tetapi sekarang aku tahu apa yang aku yakini terbukti salah ... aku ingin membacanya sekali lagi.

Aku membolik-balik halaman hingga aku menemukan apa yang ku cari. Senyum kecil tersungging di bibirku ketika membaca apa yang ku tulis beberapa bulan yang lalu.

Reasons #1: Eyes

Ada sesuatu yang kurindukan di balik matamu. Matamu bersinar saat tersenyum menatapku. Mungkin, betapa mudahnya bagimu mengerti apa yang kurasakan saat memandangmu...

Senyumku terus mengembang di bibirku hingga aku pada halaman terakhir. Aku memainkanku jari-jariku dengan ujung halaman, sebelum memegangnya di antara ibu jari dan jari telunjukku. Dan akhirnya memegang halaman-halaman itu dengan semua jariku lalu merobeknya dari notebook.

Dengan airmata berlinang, aku melipat semua kertas itu, mengambil amplop dari laci lalu memasukkannya kertas itu ke dalamnya. Aku menempelkan sedikit lem di atas penutupnya dan mengeratkan kembali. Lalu aku meraih pulpenku, menulis sebuah kalimat di pojok bawah amplop.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REWRITE #11 Reasons Why (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang