"Udah dong ketawanya" Kendra mencoba merebut album lama dengan cover merah beludru yang sudah usang itu dari tangan gue.
"Apaan sih?" Dengan bibir masih menyunggingkan tawa gue mengamankan benda kotak berisi memori masa kecil calon suami tercinta di belakang punggung.
"Siniin!" tau kalau gue nggak bakal nyerah, si ganteng mengeluarkan jurus 'membekap musuh yang cantik' untuk membekuk gue. Badan gue dikungkung di sudut sofa, dan tangan gue disekap ke belakang. Aduh pak, jangan deket-deket napa. Feromonnya bikin mabok.
Sebelum pak tentara berhasil mengambil alih album yang gue tindihan, gue keluarkan jurus wanita cantik lemah tak berdaya, "Aduduh sakit.."
"Ya makanya siniin"
"Sakit yang..huhuhu.. tangan aku" meskipun tau gue cuma acting, tapi tetep aja hati lembut bagai kapas punya mas ganteng pasti nggak bakalan tega liat gue kayak gini. Dan akhirnya tangan gue dilepas. Yes.
"Eits.." gue menarik kerah si ganteng sebelum dia beranjak dari posisi menindih, "Gini aja, mumpung nggak ada Papa." Mubadzir dong, udah posisi enak kayak gini masak mau disia-sianin. Gue dibawah, mas ganteng di atas. Album foto aib masa kecil mas seksi udah aman gue tindih, jadi dengan leluasa tangan gue bisa grepe-grepe calon suami. Hihihi..
"Lepasin Sa, ntar bibik kamu liat" O iya lupa, masih ada bibik asisten rumah tangga gue. Tapi bodo ah. Kapan lagi dapet posisi eunak gini. Meskipun gue udah berstatus calon istrinya, tapi si ganteng masih juga susah diraba-raba. Katanya nanti aja kalau udah halal. Biar lebih bebas dan enak. Pret. Gue udah diubun-ubun ini loh.
"Nggak mau" Gue menggelengkan kepala, "Kasih sun dulu.." dengan nada manja bibir gue sodorkan ke depan.
"Tutup matanya"
Eh beneran? Mas ganteng mau nyipok gue?
"Ya udah nggak jadi"
"Eh eh iya ini aku tutup mata" buru-buru gue merem sebelum si seksi berubah pikiran. Bibir udah manyun ke depan siap dilumat, tapi kok rasanya sekian detik berlalu dan masih belum ada tanda-tanya bibir tebel kenyal manis mas ganteng menyentuh milik gue.
Baru aja mau buka mata, badan gue ditegakin sama dia. Terus album foto yang tadinya gue tindihin diambil dan dia sembunyiin di dalam jaketnya. Sial! Gue dikibulin.
"Curang! Balikin gak!" muka gue berubah marah.
"Ini kan punya aku."
"Kan ibuk udah ngasih itu buat aku"
"Tapi yang ada di dalem sini foto-foto aku"
"Ada foto aku juga"
"Makanya itu, aku aja yang nyimpen, biar kamu selalu deket sama aku"
"Nggak mutu banget gombalannya. Siniin.. Aku aja yang nyimpen."
Tangan gue mencoba meraih jaket Kendra, tapi dapat ditepis dengan mudah olehnya. "Kamu kan udah puas liatin dari tadi" kilah lelaki itu. "Sekarang ini aku simpen"
"Tapi..tapi.. kalau aku pengen liat lagi gimana"
"Ngapain? Kan udah ada versi gedhenya nih dihadapan kamu"
"Ih.. kamu tuh nggak asyik. Aku kan pengen ngebayangin masa depan sperma unyu-unyu kamu nanti jadinya kayak apa"
"Sasa.." Kendra memutar bola matanya.
Gue cengengesan melihat ekpresi jengahnya Kendra mendengar alasan tak berbobot dari mulut gue. Detik berikutnya, mulai gue keluarin ajian bergelayut manja untuk meluluhkan hati si ganteng agar mau menyerahkan album masa kecilnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon
FanfictionKhanza tetaplah Khanza. Wanita mesum dengan segala keabsurbannya kini siap menempuh hidup baru dengan lelaki pujaan hatinya. Bagaimanakah perjalanan cinta tentara seksi dan dokter centil itu? Cerita sequel dari CAKRAWALA