BonChap: Baby Voice

8.2K 595 223
                                        

Hi... gue dedek, dan inilah kisah hidup gue.

Hidup gue dimulai dari Mami gue yang genitnya nggak ketulungan dan Papi gue yang tampan dan gagah perkasa. Singkat cerita mereka jatuh cinta, menikah, dan akhirnya memproduksi gue. 

Awalnya gue hanya setitik air mani yang berlomba untuk bertahan hidup. Itu adalah persaingan pertama di sejarah kehidupan gue. Waktu itu, gue harus berenang-renang mencari sel telurnya Mami. Saingan gue banyak, jumlahnya mencapai ratusan ribu ekor, dan semuanya adalah saudara-saudara seperpabrikan gue.. 

Perjalanan pertama dimulai dengan memasuki lorong yang gelap dan panjang. Gue harus menerobos sederet pasukan yang mengevaluasi kami secara alami. Yang tidak tahan akan berhenti berenang, terdiam, dan mati. Untung gue termasuk sperma high quality, begitu keluar langsung meroket lurus dengan kecepatan cahaya. Sementara saudara-saudara gue ada yang lelet pake banget, ada yang bukannya bergerak ke depan tapi malah muter-muter di tempat, dan ada juga diem sambil ngopi. Jenis-jenis kayak gitu kata Mami disebut Astheno-spermia, atau dalam bahasa manusia artinya sperma yang tidak bertenaga alias lemas. Sperma jenis kayak gitu sangat tidak dapat diharapkan untuk menghasilkan pembuahan. Toh kalau berhasil membuahi ntar gedhenya cuma jadi netizen nyinyir yg rajin komentar tapi nggak masuk akal.

Melihat saudara-saudara gue tumbang satu demi satu, gue mulai takut. Dengan segenap jiwa raga, gue kirim telepati ke Mami agar merestui gue jadi anaknya. Ya kali gue ikut mati di sini, kan gue belum pernah ngerasain enaknya kawin. Pokoknya ntar kalo udah gedhe mau ngewe sama yang cantiknya setingkat Mami. Nggak mau kalo sama sejenis umbi-umbian macem dedemit kompleks, baca: Rubinem 😁.

Ternyata emang bener, doa ibu itu ridho Allah. Setelah lelah melewati aral rintangan yang begitu panjang, akhirnya gue berhasil menjadi The Last Sperm Standing. Huahaha..  Thanks to DNA bela diri Papi yang tertanam di kuat di dalam molekul-molekul RNA gue.

Jadilah gue nongkrong di perut Mami sembilan bulan. Enggak.. selama sembilan bulan itu dedek nggak nakal kok. Dedek nggak pernah nendang-nendang perut Mami. Kalau lagi nendang-nendang, itu sih Mami yang minta. Biar diperhatiin Papi katanya. Apalagi ngidam aneh-aneh..  Alasan Mami doang itu mah.

Setelah organ-organ gue tumbuh dengan lengkap dan sempurna, tibalah saatnya gue menyambut dunia. Itulah kali pertama gue menangis. Melihat cahaya yang sangat terang benderang untuk pertama kalinya. Setelah sekian lama terdiam dalam gelapnya rahim Mami. Gue kira, cahaya lampu rumah sakit itu adalah yang paling menyilaukan. Tapi ternyata gue salah. Sinar itu tidak ada apa-apanya dibanding kecantikan wajah perempuan yang sudah mengantarkan gue ke dunia. Rambutnya berantakan, dahinya penuh dengan keringat, tapi saat pertama kali netra kita berjumpa, dia tersenyum sangat tulus.. sangat bahagia.. sampai-sampai pelupuk matanya penuh akan air mata. Dan saat itu gue merasakan pelukan gelombang cinta yang maha dahsyat. 

Sumpah, Mami gue tuh cantik banget. Saking cantiknya gue sempet berhenti nangis sepersekian detik mengangumi kecantikan Mami. Kalau aja nggak buru-buru disentil malaikat biar nggak bikin bu Bidan kebingungan, mungkin gue masih aja melongo sambil ngiler. Dan detik itu juga gue memutuskan bahwa kecantikan Mami akan menjadi standar kecantikan cewek-cewek gue nanti.

Dari tangan bu Bidan, gue beralih ke tangan kekar seorang laki-laki. Dari perbincangan antara bu Bidan dan Tante perawat, katanya gue mau diadzanin dulu biar nanti jadi anak yang sholeh dan berbakti pada orang tua. Dag dig dug gue nunggu kek apa penampakan bokap gue. Secara, gue kan mewarisi sebagian DNA dia. Kalau Papi ternyata jelek gimana? Gue ketularan jelek juga dong.

Gue menyipitkan mata sedikit, meneliti wajah dari sosok tinggi dan tegap yang berjalan mendekat itu. Dan ternyata... Uhuuuuyyyyy... aseeek!!! Bokap gue ganteng cuk... goyang dombret aaaa goyang dombret serr serrr... . Pengen lompat-lompat rasanya, tapi kan gue masih bayi. Mana bisa lompat-lompat. 

Waktu itu gue belum nyadar kalau ternyata lelaki yang kadar ketampanannya nggak manusiawi itu ternyata bukan bokap gue. Dia deketin sebuah benda ke telinga gue, dan dari situ samar-samar gue dengar suara lemah seorang lelaki yang mengumandangkan  adzan. Begitu syahdu dan begitu baik bacaannya. Setiap lafadz seolah-olah berisi doa dan rasa syukur, serta salam kerinduan yang begitu mendalam. 

Tangis gue sedikit mereda, menghayati lantunan-lantunan suci yang mengisi indera pendengaran gue untuk pertama kalinya. Sementara di sisi tempat tidur, Mami menumpahkan isak tangis berisi rasa rindu dan syukur yang bercampur menjadi satu.

Begitu lantunan suci itu selesai dikumandangkan, tante Perawat membawa gue ke suatu tempat. Waktu itu tubuh gue masih berlumuran darah, bahkan sisa-sisa ari-ari gue juga masih gelantungan di tempatnya. Kata Tante Perawat, gue mau dibersihin dulu, baru kalau udah bersih nanti boleh nempel-nempel terus mimik sama Mami. Dan saat tante Perawat buka kain penutup, tangis gue kembali pecah. Nggak pake aba-aba banget sih tante Perawat buka kain penutup tubuh dedek, kan dedek jadi malu anunya keliatan!

Kegiatan favorit dedek adalah mimik. Paling bete kalau mimik dedek diganggu. Sebelum Papi pulang, dedek berjaya mimiknya Mami cuma buat dedek seorang. Tapi begitu Papi pulang, dedek harus berebut mimik sama Papi. Udah gedhe, masih aja mimik punya Mami. Kan itu buat dedek. Papi mah udah bisa mimik teh atau kopi. Lah, mimik dedek cuma itu, kok ya diembat juga. Dasar rakus. Kualat entar sama anak sendiri.

Jadi kalau Papi udah ngedusel-dusel mencurigakan dan Mami ketawa-ketiwi, gue langsung keluarkan jurus pamungkas gue. Nangis. Dan dalam hitungan detik, Mami akan nyuekin Papi lalu nimang-nimang gue lagi. Maafin dedek ya Pi, tapi Papi puasa dulu. Dedek butuh nutrisi yang cukup biar tumbuh jadi ganteng dan pinter.

Penasaran nggak waktu gue liat Papi pertama kali? Jadi gini ceritanya.

Waktu itu gue udah dibawa pulang dari rumah sakit. Awalnya gue ngira Omsat itu bokap gue. Habis dia satu-satunya lelaki yang sering di rumah buat nimang-nimang gue. Ada satu lagi Tante Ta yang selalu dateng barengan sama Omsat. Seneng banget gue kalau udah digendong Nte Ta. Cantik gitu tantenya, apalagi di perutnya ada jodoh gue. Iya, jodoh gue yang lagi tumbuh berkembang di dalam perut Tante Ta. Kok gue bisa tau? Soalnya ada malaikat permisi mau ngambil tulang rusuk gue buat janin di dalam perut Tante Ta. Kalau bukan jodoh apa hayo namanya.. Pokoknya dedek bayi di dalem perut tante Ta udah gue cim jadi jodoh gue. Emaknya aja cantik, lemah lembut, baik hati, pasti anaknya juga nggak jauh-jauh beda. Iya nggak?

Hari-hari bahagia gue tiba-tiba ambyar ketika Mami dengan girangnya memperkenalkan bapak biologis gue. Waktu itu usia gue baru menginjak sebulan. Pria yang nggak kalah gagahnya dari Omsat datang meminang-minang tubuh gue. Mana item banget gitu. Kan gue jadi takut. Alhasil gue nangis siang malam. Pokoknya setiap menangkap radar bapake mendekat, gue langsung histeris. Waktu itu gue lagi berusaha menerima kenyataan, ternyata bapak gue nggak seganteng tetangga sebelah. Terus? Masa depan gue gimana? Apakah gue nggak akan ganteng?

Seperti memahami pesan telepati gue, Mami nyuruh Papi luluran di salon dulu. Kata Mami, Papi itu sebenernya ganteng. Cuma karena baru pulang dari padang pasir aja jadi item nggak ketulungan kayak gitu. Mami bilang, gantengnya Papi itu manusiawi. Nggak kayak tetangga sebelah yang gantenganya nggak manusiawi. Selain itu, Papi juga hot dan seksi. Mampu memikat hati cewek dengan sekali kedipan. Dan benar saja, setelah pulang dari salon Papi jadi lebih tampan mempesona serta gagah perkasa. Mami aja sampai ngiler liatnya. Pake acara cipok-cipokan lagi depan dedek. Dasar orang tua mesum! Ups, jangan didengerin Tante, itu tadi cuma kunang-kunang paduan suara kok.

Jadilah sejak saat itu, dedek mau digendong Papi. Toh kalau diliat-liat, Papi punya kharisma dan pesona yang luar biasa. Buktinya, Mami yang secantik bidadari surga aja meleleh liat Papi. Eh, ngapain tuh orang tua gue. Aduh bahaya.. adegan dewasa ini. Dedek tutup mata dulu. Dadah tante-tante..!

Eh tapi, ngintip dikit nggak papa kali ya 😊

Eh tapi, ngintip dikit nggak papa kali ya 😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HorizonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang