"Catering?" suara Mas calon imam mendikte dari bangku pengemudi.
"Beres" celutuk gue sambil memberikan tanda centang di buku kecil catatan keperluan pernikahan gue.
"Pesen porsinya jangan di pas sama jumlah tamu undangan. Kalau sisa gampang, tapi kalau kurang malu"
"Iya. Udah aku lebihin kok"
"Venue?"
"Udah beres sedekor-dekornya"
"Undangan?"
"Senin kemarin selesai cetak. Tinggal beberapa yang belum disebar."
"Baju?"
"O iya. Habis belanja nanti kita fitting ya. Katanya sih tinggal finishing. Sekalian dicoba ukurannya udah pas apa belum"
"Nggak bakalan melenceng jauh lah ukurannya. Badan kamu juga segitu-gitu aja dari dulu"
"Ya siapa tau lingkar dada aku tambah gedhe. Kan aku pakein minyak bulus tiap hari. Ntar kalau nggak muat gimana?"
"Ngapain kamu minyak bulusan segala? Udah pas juga digenggaman aku"
"Kalau gedhe kan kamu juga yang dapet enaknya. Gimana yang, kalau dari pengelihatan kasat mata kamu, udah nambah gedhe belum?" gue memutar tubuh menghadap ke samping lalu menyodorkan payudara gue ke depan.
Ciit...
"Aduh yang, jangan ngerem mendadak dong." protes gue yang hampir jatuh ke depan. Kenapa laki satu ini refleksnya bagus banget, coba aja kalau tangannya nggak nahan badan gue, pasti sekarang muka gue udah di depan resleting celananya. Kan enak..
"Itu lampu merah"
"Alasan.. bilang aja grogi"
Bukannya menjawab si seksi malah mengalihkan pembicaraan. "Atribut-atribut di seragam aku lengkap kan?"
Berhubung gue nikahin perwira, jadi ntar cuma gue yang pake kebaya. Laki gue? Tetep pake seragam dong. Waktu ijabnya doang yang lepas seragam.
"Udah aku cek berulang kali kok. Aman. Anak buah kamu gimana? Awas kalau bikin kacau waktu pesta pedang pora"
"Kamu tenang aja. Udah aku plonco tiap hari."
"Mas Tristan yang jadi ketua regunya kan?" gue mulai menggoda si ganteng. Paling suka deh kalau Mas calon imam udah mulai cemburu. Posesifnya itu loh.. bikin kliyengan.
Tuh kan bener, doi enek denger nama sang mantan meluncur dari mulut gue.
"Enggak. Dia jadi yang paling buntut nanti"
"Yah.. nggak keliatan dong kalo difoto"
"Yang mau nikah kan kita, malah ngurusin foto mantan"
"Aduh gemesnya calon suami aku kalau lagi cemburu. Bibirnya minta dicipok nih. Sini cium sini.."
"Udah ijo itu lampunya" Lampu lalu lintas sialan. Kenapa pake ganti warna ijo disaat gue udah siap nyosor. Ganti warna biru kek biar pada heboh.
"Huh.. puasa lagi puasa lagi" gerutuan gue mengundang tawa kecil di bibir Kendra.
"Sabar. Nanti juga buat kamu semua ini aku dari ujung kaki ke ujung kepala. O iya, persiapan yang lain gimana? Apa yang masih belum kelar?"
"Milih hotel buat malam pertama" celutuk gue asal.
"Yang bener aja Sa. Emang persiapan lain udah beres?"
"Loh. Ini kan juga krusial. Nggak mau aku kalau diperawanin di sofa, atau di jok belakang mobil. Ewh.. nggak level"
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon
Hayran KurguKhanza tetaplah Khanza. Wanita mesum dengan segala keabsurbannya kini siap menempuh hidup baru dengan lelaki pujaan hatinya. Bagaimanakah perjalanan cinta tentara seksi dan dokter centil itu? Cerita sequel dari CAKRAWALA