Dua Puluh Satu

23.6K 655 26
                                    

Gue boleh nggak sih egois? Gue nggak suka Kendra gue keliaran bawa senapan di luaran sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue boleh nggak sih egois? Gue nggak suka Kendra gue keliaran bawa senapan di luaran sana. Hello.. suami gue itu manusia, bukan kucing yang punya serep nyawa sembilan. Kalau ilang nggak ada gantinya. Iya, gue juga paham kalau resiko pekerjaan suami gue bisa minta tumbal nyawa kapanpun dan dimanapun. Tapi kan, nggak semua tentara harus terjun ke lapangan. Masih banyak yang bisa duduk-duduk nyantai di belakang meja. Fix, gue mau ngelobby Papa aja biar Kendra bisa dialih-tugaskan di kantor.

"Ken-Ken.." gue langsung lari mendekap Mas suami begitu sosoknya muncul dari balik pintu. Sementara di belakang sana, tangis Talitha kembali pecah mensyukuri keadaan suaminya yang sudah lebih baik, meskipun masih lemah karena kehilangan banyak darah. Satriya hanya tersenyum tipis, membelai lembut ujung kepala gadisnya itu dengan tangannya yang tidak terluka, lalu mengecup lembut kening Talitha. Lelaki itu kemudian memberikan tepukan lembut seolah ingin mengatakan aku baik-baik saja. 

Mungkin gadis itu merasakan juga apa yang gue rasakan saat ini. Berton-ton beban di pundak rasanya terangkat lepas, nafas lega dan ucapan syukur tidak berhenti-hentinya membuncah dalam kata, mendapati suami kita masih bisa pulang dalam keadaan yang baik-baik saja. Ya meskipun ada luka di sana sini namun semua itu toh akan sembuh seiring berjalanannya waktu. 

"Ayang berdarah.." gue menjeb-menjeb sambil meringis, padaha; bukan gue yang tersayat di pipi.

"Cuma kecil gini aja. Nggak butuh operasi plastik. Cukup kamu sun aja nanti juga sembuh" si ganteng masih aja bisa bercanda.

"Iih.. ayang.." gue mencubit otot absnya. "Tapi tetep kamu utang penjelasan sama aku." 

"Iya..iya.. nanti aku jelasin. Sekarang aku bantuin bawa barang-barang Satriya sebentar ya. Kamu tungguin aja di atas. Nanti aku nyusul"

Setelah pamit sama Talitha, gue melakukan apa yang Kendra suruh. Tapi sebelum itu, gue colong beberapa obat-obatan di kotak obat atas lemari dapurnya Talitha. Luka-luka ayang gue juga butuh perhatian khusus.

Begitu Mamas ganteng masuk kamar, langsung gue tarik dia ke kamar mandi. Bajunya gue lepasin tanpa permisi. Termasuk celana, kolor dan sempat polkadot yang couple-an sama kancut favorit gue.

"Aduh yang, sabar dong. Masak baru balik minta lagi" goda si seksi.

Gue tabok aja dada bidangnya, "Ini mau mandiin kamu. Bukan mau minta jatah. Nih liat, badan bau tanah kayak gini. Muka belepotan item-item, mana ada yang luka lagi. Nanti kalau infeksi gimana?" 

"Udah dibersihin tadi lukanya yang.." Kendra membela diri.

"Nggak usah bawel. Nurut aja sama bu dokter" gue mode galak.

"Iya..iya bu dokter. Maaf" 

"Sekarang masuk bathtup"

Bagai kerbau dicocok hidungnya, Kendra nurut-nurut aja waktu gue nyemplungin badan bongsornya ke bathtup kamar mandi yang sempit. Sebuah nampan berisi betadine, kain kasa, dan gunting strelil sudah siap buat membalut luka-luka si sayang.

HorizonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang